JAYAPURA, Papuaterkini.com – Insiden terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya dan Semarang, tampaknya membuat Ketua DPD Partai PDI Perjuangan Provinsi Papua, John Wempi Wetipo angkat bicara.
Apalagi, mahasiswa Papua di Asrama Mahasiswa di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan, mengalami persekusi, bahkan hingga rasis pada Jumat, 16 Agustsu 2019.
Dimana bentrokan itu dipicu adanya informasi mengenai bendera merah putih yang dirusak dan dibuang ke selokan. Akibat hal itu, pula polisi menjebol pagar asrama dan mengamankan 43 orang mahasiswa asal Papua.
“Saya secara pribadi sangat prihatin dengan apa yang dialami adik-adik di Surabaya. Harusnya hal ini tak boleh terjadi,” ungkap Wempi Wetipo, Minggu, 18 Agustus 2019, malam.
Mantan Bupati Jayawijaya dua periode itu mengaku, jika ia sudah mengkroscek ke beberapa sumber untuk memastikan penyebab ormas dan polisi mendatangi, merusak asrama dan mengamankan 43 mahasiswa Papua yang ada di asrama.
Menurutnya, peristiwa itu bermula adanya bendera merah putih yang dirusak dan dibuang di salah satu selokan, tak jauh dari asrama. Namun, hal itu kemudian memicu ormas setempat merusak asrama, bahkan polisi ikut merusak dan mengamankan puluhan mahasiswa.
“Saya menilai apa yang dilakukan para ormas ini sangat tidak manusiawi. Bahkan, polisi juga ikut merusak asrama dan mengamankan mahasiswa, yang tak sedikit dari mahasiswa juga mendapatkan perlakuan kurang terpuji,” ungkap Wempi.
John Wempi Wetipo yang akrab disapa JWW ini, menyoroti tindakan aparat kepolisian, yang tak memiliki sikap sebagai pengayom masyarakat. Bahkan, menyikapi masalah seperti ini, seperti mengatasi kelompok teroris.
“Adik-adik mahasiswa itu bukan teroris. Tak pantas diperlakukan seperti itu. Apalagi, dugaan bendera dirusak dan dibuang ke parit, belum bisa dibuktikan dilakukan oleh mahasiswa yang tinggal asrama itu. Harusnya, polisi dengan cara persuasif melakukan penyelidikan, untuk membuktikan apakah benar perlakunya adik-adik mahasiswa,” tandasnya.
“Ini bukan menyelidiki. Namun, ikut membenarkan perbuatan para ormas, yakni mengepung dan melakukan penyerangan terhadap mahasiswa di asrama, merusak asrama, hingga mengamankan mereka. Saya tegaskan mereka bukan teroris. Apalagi, hukum di Negeri ini menganut asas praduga tak bersalah. Jika tindakan seperti ini, namanya polisi sudah tebang pilih dan rasis,” sambungnya.
JWW menegaskan, Provinsi Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dimana penghuninya berasal dari etnis suku, budaya dan agama, namun tinggal dalam satu harmoni, seperti yang terulang dalam semboyan bangsa ini yakni Bhinneka Tunggal Ika.
“Setiap ada permasalahan dengan mahasiswa asal Papua, selalu diperlakukan secara arogan oleh kelompok masyarakat atau pun aparat kepolisian. Ini sudah tidak benar. Apalagi, adik-adik yang merantau, kebanyakan menjalani hidup sebagai pelajar/mahasiswa. Bukan pencari kerja atau transmigran. Harusnya, ketika ada permasalahan yang bersangkutan dengan mereka, diperlukan dengan baik atau dididik,” ujarnya.
Wempi Wetipo berpesan kepada pimpinan Polri baik di daerah maupun di pusat, untuk memperlakukan masyarakat Papua dimana pun mereka, sama seperti masyarakat lain yang ada di Negeri ini.
“Saya katakan hal ini. Karena, ini bukan pertama kali adik-adik mahasiswa yang ada di luar Papua bentrok dengan sekelompok masyarakat atau polisi. Tapi, perlakuannya bak seorang teroris. Tak ada warga kelas 2 di Negeri ini. Tapi semua sama, mau kulit ku hitam, putih dan rambut lurus atau keriting. Kita satu dalam Bhineka Tunggal Ika,” imbuhnya.(bat)