JAYAPURA, Papuaterkini.com – Ketua Koperasi Nelayan Papua Mandiri Kota Jayapura, Amos Kawuru mengatakan jika nelayan orang asli Papua (OAP) membutuhkan keberpihakan terhadap perlindungan tentang peraturan daerah (perda).
Sebab, kata Amos Kawuru, banyak yang dialami oleh nelayan OAP, diantaranya masalah penangkapan ikan terutama batas wilayah yang ada di Papua tidak sesuai yang diinginkan, karena perahu jaring skala 10 GT, mereka bisa menjaring ikan diatas 2 mile bahkan 3 mile.
“Untuk itu, bagaimana ada aturan untuk membatasi areal – areal penangkapan ikan terutama armada yang menggunakan sekala jaring, sehingga perlu aturan yang ditetapkan Pemprov Papua,” kata Amos dalam pertemuan Gabungan Nelayan Orang Asli Papua (GANOAP) bersama Anggota DPR Papua, Jhon NR Gobay di Kantor Koperasi Nelayan Papua Mandiri di Hamadi, Kota Jayapura, Rabu, 21 April 2021.
Selain itu, kata Amos, persoalan keberpihakan terhadap nelayan OAP khususnya di Kota Jayapura, selama 20 tahun Otonomi Khusus (Otsus) belum ada pengusaha atau pengelola ikan seperti nelayan nusantara.
“Salah satu contoh pengelola atau pengusaha ikan tuna, kami ada beberapa pengumpul ikan tuna dari OAP yang masih ketinggalan jauh, sehingga kami harap pemerintah daerah memperhatikan pengusaha ikan OAP tentang kendala yang dialami, diantaranya armada, penangkapan, rumpon, tempat tampung atau cool storage dalam kapasitas besar, permodalan yang menjadi kendala,” paparnya.
Untuk itu, lanjut Amos, pihaknya meminta kepada pemerintah untuk memberikan jaminan agar perbankan memberikan kredit untuk modal usaha dalam jumlah yang besar.
“Kami juga belum memiliki mitra untuk memasarkan ikan hasil tangkapan nelayan OAP. Belum ada harga ikan yang standar internasional. Agar pengumpul ikan tuna di Kota Jayapura ini, harga ikannya standar, agar nelayan rajin melaut dengan skala produksi yang lebih besar, bahkan bisa mencapai 10 ton perhari,” ujarnya.
Jika hal itu diperhatikan oleh pemerintah, Amos mengaku yakin aka nada kesejahteraan bagi nelayan OAP dan bisa ada keseteraan dengan nelayanan lainnya.
Sementara itu, Anggota DPR Papua, Jhon NR Gobay mengakui jika dalam pertemuan ini, nelayan mengeluhkan kurangnya armada kapal penangkap ikan yang sangat minim, cool storage, harga ikan dan mereka minta perda.
“Saya tegaskan soal perda bahwa perda ini DPR Papua sudah pernah mensahkan pada tahun 2018 dan sudah dilakukan fasilitasi ke Departemen Dalam Negeri, bahkan bulan Mei 2019 sudah ada jawabannya,” katanya.
Untuk itu, Jhon Gobay mempertanyakan kepada eksekutif terkait Perda tentang Perlindungan dan Pengembangan Nelayan Masyarakat Adat Papua yang sudah disahkan itu, kapan segera meminta nomor register, kemudian diundangkan ke dalam lembaran daerah, ditandatangani oleh gubernur dan disebarluaskan agar ada payung hukum bagi nelayan dalam melakukan kegiatan pencarian ikan.
“Saya meminta agar ada armada kapal ikan, satu atau dua di Kota Jayapura diberi kepada nelayan OAP yang dikelola koperasi. Karena mereka punya armada, namun menurut saya belum begitu layak, harus dibantu pemerintah agar mereka tidak termakan oleh tengkulak,” tandasnya.
Apalagi, imbuh Jhon Gobay, ada SPBU khusus nelayan di Hamadi dengan harga yang terjangkau oleh nelayan sehingga hasilnya bisa dikemas dengan baik untuk bisa dikirim keluar negeri atau ekspor.
“Ini agar kita bisa suatu waktu dari Kota Jayapura kita bisa ekspor ikan tuna. Kalau kemarin Timika bisa mengekspor kepiting ke Jepang, ya suatu waktu dengan bantuan kapal diawasi dan dibina baik Dinas Perikanan, saya percaya kita bisa ekspor tuna dari Kota Jayapura. Itu dream kita sama-sama, perdanya sudah ada dan kita desak Pemprov Papua finalkan perda itu,” imbuhnya. (bat)