Opini  

Perlindungan dan Pengembangan Tempat Keramat dan Kepercayaan Asli adalah hak Masyarakat Adat

Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai dalam sebuah diskusi.
banner 120x600

Oleh

Jhon NR Gobai

 

Pengantar

Warisan budaya masyarakat adat, menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, adalah Warisan Budaya benda dan warisan budaya tak benda, antara lain, berupa bahasa, kesenian, musik, tari-tarian, lagu dan upacara adat atau ritual adat, pertanian, tempat tempat keramat dan peninggalan-peninggalan nenek moyang.

Pendapat Ahli

Menurut I Ngurah Suryawan, Doktor Antropolog Universitas Papua, ruang-ruang hidup masyarakat lokal lahir dan berkembang dari relasi mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.

Ruang-ruang ekologi inilah yang berperanan sangat penting dalam
menciptakan totalitas kebudayaan manusia yang berhubungan dengan
lingkungan.

Hal lain yang tidak bisa dilupakan adalah bahwa ruang ruang
ekologi tersebut tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai kepercayaan terhadap
nenek moyang, leluhur, dan tetua mereka sebelumnya. Oleh karena itu,
terdapat wilayah-wilayah ekologi yang merupakan daerah pamali (terlarang),
angker dan dipercaya menjadi tempat sakral bersemayamnya para leluhur
untuk melindungi generasinya.

Menurut laporan WWF (2013), masyarakat di kampung Isenebuai
memiliki tempat-tempat penting yang dianggap pamali atau keramat atau
sacral dan sangat berkaitan dengan sejarah perjalanan nenek moyang mereka.
Selain tabu, tempat-tempat tersebut juga memiliki beberapa peraturan adat
yang konon apabila dilanggar akan mendatangkan masalah, seperti
memotong kayu, buang air (kecil) dan jatuh di tempat itu, bahkan
menceritakannya kepada orang lain.

I Ketut D Putra, dkk yang mengadakan Penelitian di Merauke,
mengatakan Masyarakat adat memiliki tempat-tempat penting yang dianggap
keramat atau sakral yang sangat berkaitan dengan sejarah perjalanan nenek
moyang mereka. Tempat sakral ini merupakan suatu wilayah atau tempat yang
dikeramatkan secara turun temurun untuk dijaga kelestarian dan keasliannya.

Bagi masyarakat tempat sakral merupakan tempat keramat yang tabu untuk di
bicarakan. Hal ini dipertegas oleh Lestari & Satria (2015) yang menyatakan
bahwa tempat sakral merupakan cerita tradisional yang menceritakan
terjadinya alam semesta, dunia dan mahluk penghuni yang bersifat mitos.

Hak Masyarakat Adat

Menurut, Sony Keraf dalam bukunya berjudul Etika Lingkungan, Hak Budaya masyarakat adat mencakup segala-galanya, termasuk pengetahuan dan kearifan tradisional, tarian, nyanyian, bahasa, tempat-tempat keramat, cerita-cerita dongeng, inovasi dan praktik-praktik kehidupan dalam segala dimensinya: bertani, menagkap ikan, berburu, kerajinan tradisional, dan sebagainya.

Ini adalah kekayaan yang sangat bernilai, bukan sekadar kekayaan fisik melainkan juga kekayaan spiritual dan moral, karena begitu eratnya hubungan antara budaya masyarakat adat dengan alam, sehingga melestarikan budaya masyarakat adat berarti melestarikan pula alam yang ada di sekitar mereka. Hak untuk menganut sistem kepercayaan serta nilai-nilai religius dan moral mereka sendiri, yang tidak boleh dilanggar oleh pihak luar.

Masyarakat adat tidak boleh dipaksa untuk meninggalkan praktik-praktik religious yang mereka miliki turun-temurun kebebasan untuk menjalani agama mereka harus dijamin.
Demikian pula, tempat-tempat suci serta obyek-obyek pemujaan mereka, termasuk binatang dan tumbuhan yang dianggapnya keramat, harus dilindungi dan dijaga keutuhannya.

Strategi Perlindungan dan Pengembangan

Dalam perlindungan dan pengembangan tempat keramat dilakukan dengan cara:
a) Pemetaan dan Penetapan Pemetaan tempat tempat sakral, benda,
tumbuhan dan binatang dilakukan oleh masyarakat adat bersama Pemerintah Daerah.
b) Penetapan Zona, dalam hal ini haruslah ditetapkan adanya Zona, yang
terdiri dari; Zona inti, Zona Pemanfaatan dan Zona Kampung.
c) Pengumuman, Pengumuman adanya tempat tempat sakral, pohon,
tumbuhan, diumumkan oleh Pemerintah Daerah agar dapat diketahui oleh Masyarakat dan Penduduk Papua.
d) Perlindungan terhadap Komunitas Kepercayaan asli Suku, komunitas ini merupakan fakta adanya agama asli dalam Suku sebelum adanya agama yang diakui oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan.Pembangunan yang berasal dari sumber daya lokal atau menghormati kearifan lokal yang menjadi pegangan masyarakat setempat diharapkan mampu memberikan semangat memiliki dalam pembangunan manusia untuk kehidupan yang lebih baik.

Bentuk-bentuk kearifan lokal yang ada dimasyarakat dapat berupa nilai, norma,
kepercayaan, dan aturan aturan khusus. Tempat-tempat yang dipercaya sebagai tempat keramat dikembangkan sebagai situs situs atau kawasan khusus atau kawasan budaya yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah agar dapat dijadikan sebagai wisata
spiritual dengan pengaturan zona, yaitu Zona Inti, Zona Pemanfaatan dan Zona
Kampung dengan pembagian peruntukanya masing-masing. Penetapan Zona
diikuti juga dengan adanya Peraturan perundangan.

Penutup

Jangan mengira perlindungan dan pengembangan tempat keramat dan kelompok spritual adalah dinamisme atau kafir, mereka juga percaya TUHAN yang disebut menurut sebutan mereka, sama dengan yang disebut oleh kejawen di Jawa dan agama Hindu.

Pemerintah daerah berkewajiban memberikan perlindungan dan pengembangan terhadap kelompok spritual dan tempat tempat keramat. (*)

 

*Penulis adalah Ketua Kelompok Khusus DPR Papua.

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *