JAYAPURA, Papuaterkini.com – Puluhan massa dari Forum Pemuda Peduli Pembangunan (FP3) Provinsi Papua mendatangi Kejaksaan Tinggi Papua, Senin, 27 Mei 2024. Mereka mendesak agar kasus dana hibah Rp 8,5 miliar untuk pembangunan Gereja GKI Betania di Waropen tahun 2024, tidak dipolitisir.
Massa membentangkan sejumlah spanduk berisi tuntutan mereka, diantaranya meminta seluruh elemen masyarakat di Papua khususnya di Kabupaten Waropen untuk yetap mendukung terciptanya situasi kamtibmas yang kondusif menjelang Pilkada Serentak 2024, jangan melakukan black campaign menjelang Pilkada di Waropen.
Selain itu, meminta Polres Waropen untuk mengusut dan menangkap pihak – pihak yang mengatasnamakan masyarakat adat dalam upaya pembunuhan karakter terhadap RYR.
Setelah berorasi, perwakilan dari FP3 Provinsi Papua bertemu langsung dengan Wakajati Papua untuk menyampaikan aspirasi itu di ruang rapat Kajati Papua.
Usai pertemuan, Sekretaris FP3 Provinsi Papua, Yansen Kareth mengatakan soal program hibah Rp 8,5 miliar untuk pembangunan gereja GKI Betania di Waropen tahun 2022, menurut Wakajati bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah itu langkah yang sudah tepat.
Hanya saja, kata Yansen Kareth, saat ini diperhadapkan dengan Pilkada, sehingga disinyalir ada upaya – upaya pihak lain atau calon – calon kandidat bupati lain yang mencoba membacking dan mendorong beberapa gerakan untuk mendatangi Kajati Papua, sehingga dianggap hal itu dipolitisir untuk menjatuhkan nama baik Ruben Yason Rumbaisano.
“Tadi saya tangkap dari penjelasan Wakajati, ini persoalan dana hibah dan Pemerintah sudah klarifikasi tentang langkah dan kebijakan yang diambil. Kemudian proses pembangunannya sudah selesai sampai ditingkat pelaksanaan kegiatan sidang Sinode sudah terlaksana,” katanya.
“Yang penting, beliau punya respon tadi adalah ini dana hibah, yang bisa disalurkan pemerintah kepada masyarakat atau gereja untuk pembangunan, sehingga ini sudah clear dan selesai. Jika nanti sampai nanti ada upaya penegakan hukum yang akan diambil, saya pikir itu nanti karena kita diperhadapkan Pilkada,” sambungnya.
Untuk itu, ia mensinyalir desakan terhadap pengusutan dana bansos untuk pembangunan gereja itu, ada kepentingan lain, sehingga FP3 Provinsi Papua meminta Kejaksaan Tinggi Papua menghentikan terlebih dahulu.
Perwakilan Masyarakat Adat Sanggei, Frans Wonatorai mengaku turut datang ke Kejaksaan Tinggi Papua untuk mengklarifikasi terkait laporan yang mengatasnama masyarakat adat Sanggei.
“Itu kami nyatakan dengan keras bahwa kami tidak pernah membuat laporan tersebut terkait saudara Ruben Rumboisano dalam kasus pembangunan gereja itu. Jangan sampai ada kepentingan lain yang mengatasnamakan lembaga masyarakat adat kami,” tegasnya.
Apalagi, kata Frans Wonatorai, jika masyarakat adat tidak ada sangkut pautnya dengan pembangunan gereja tersebut, apalagi bukan berada di tanah adat mereka.
“Di samping itu, status laporan tersebut, status lembaga adat kami belum ada kepala sukunya. Mau menyurati lewat lembaga mana dan kami tidak punya kewenangan itu,” imbuhnya.
“Jadi laporan yang masuk ke Kejati, kami masyarakat adat nyatakan itu adalah surat palsu yang dibuat mengatasnamakan lembaga adat kami dengan sengaja merobek kebersamaan sebagai keluarga masyarakat adat,” pungkasnya.
Ketua Forum Pemuda Peduli Pembangunan Provinsi Papua, Paul Ohee menambahkan jika menyangkut dengan kasus dana hibah di Kabupaten Waropen terkait pengunaannya untuk sidang sinode ke XVIII, sudah ada surat klarifikasi dari BPK RI dan lain sebagainya, sehingga hal itu sudah jelas dan masalah itu sudah selesai.
“Saya ingin mengingatkan kepada kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab dalam momen Pilkada ini untuk tidak main di air yang keruh. Siapapun dia punya hak untuk maju, tapi banyak yang tidak melihat kelebihannya, tapi melihat kekurangannya,” katanya.
“Saya ingatkan pihak-pihak di Papua khususnya di Waropen untuk tidak menjadi bagian kelompok kepentingan yang ingin mengkriminalisasi para pihak yang punya kepentingan di Pilkada Papua 2024,” imbuhnya. (bat)