JAYAPURA, Papuaterkini.com – Sekjen Dewan Adat Papua (DAP) Leo Imbiri menyambut hangat kunjungan Komjen Pol (Purn) Drs Paulus Waterpauw, MSi di Sekretariat Dewan Adat Papua di Tanah Hitam, Abepura, Kota Jayapura, Sabtu, 22 Juni 2024.
“Hari ini ada kegembiraan bersama, ada pertemuan besar terjadi di rumah sunyi ini, dia menjadi tanda dari kegembiraan dan kebahagian di rumah besar Papua. Atas nama masyarakat adat Papua, saya menyambut gembira kedatangan Kaka Besar Paulus Waterpauw di kantor ini. Semoga ke depan setelah pertemuan ini, menjadi kantor yang ramai, kantor yang selalu dikunjungi banyak orang terutama orang adat,” kata Leo Imbiri.
Kehadiran Paulus Waterpauw ke Kantor Sekretariat Dewan Adat Papua, menurut Leo Imbiri, tentu menjadi sejarah tersendiri bagi DAP.
“Hari ini, dalam catatan sejarah Papua khusus di Dewan Adat Papua baru pertama kali Dewan Adat melakukan kegiatan seperti ini bersama dengan seorang anak adat. Kenapa ini saya mau katakan? Karena kantor ini dinilai sebagai kantor separatis, karena sebagai kantor separatis, banyak orang tidak mau datang ke kantor ini,” ujarnya.
“Karena itu, jika hari ini Kaka Besar Paulus Waterpauw datang ke kantor ini, itu sesuatu yang luar biasa bagi kami di dalam kesunyian kami bekerja,” sambungnya.
Ia menilai acara yang digelar ini, merupakan acara yang konstitusional dalam mekanisme Dewan Adat Papua. Sebab, dalam pleno terbatas DAP yang dilaksanakan pada 4 Mei 2005, sudah diumumkan bahwa setiap anak adat yang mau maju sebagai kepala daerah baik bupati, wali kota, gubernur maupun menteri, jika ingin mendapat restu, maka dia harus minta ijin ke sukunya. Kemudian mereka yang mengantar anak mereka datang ke DAP untuk diterima dan diumumkan.
“Kenapa itu menjadi mandatoris dan konstitusional, karena didalam statuta Dewan Adat Papua itu pemegang hak veto. Yang membuat keputusan itu adalah suku. Dan dalam statuta Dewan Adat Papua, diatas kepala suku itu adalah Tuhan. Jadi, Dewan Adat Daerah atau Dewan Adat Papua tidak bisa mengatakan tidak kalau suku atau ondoafi sudah mengantarkan anaknya ke Dewan Adat, harus dan wajib diterima, karena kita berkewajiban melaksanakan keputusan pemegang hak veto di Tanah ini,” jelasnya.
Untuk itu, ia meminta disiarkan di seluruh Tanah Papua agar peristiwa ini menjadi peristiswa yang dilakukan oleh Dewan Adat di seluruh tanah Papua, agar tidak ada satu dua orang berkumpul di pinggir jalan untuk mengumumkan satu kandidat tertentu.
“Kalau satu kandidat diumumkan di kabupaten tertentu pergi ke rumah adat duduk bicara di para-para adat bersama masyarakat dan Dewan Adat punya kewajiban untuk menerima dan mengumumkan anak adat yang bersangkutan kepada masyarakat adat bahwa ini anak adat kita yang telah bertemu di rumah adat,” bebernya.
Untuk itu, Leo Imbiri menyerukan kepada semua dewan adat daerah dan dewan adat suku di Tanah Papua untuk melaksanakan keputusan yang sudah dibuat tahun 2005.
“Sebagai Sekjen Dewan Adat Papua saya menyatakan bahwa Dewan Adat Papua secara menerima anak adat Kaka Besar Paulus Waterpauw di dalam rumah adat dan secara resmi kami umumkan kepada masyarakat adat, Dewan Adat Papau akan membuat acara ini dan akan menyampaikan dalam forum pengambilan keputusan Dewan Adat Papua dan akan menyampaikan kepada semua dewan adat di Tanah Papua,” tegasnya.
Untuk itu, Leo Imbiri berpesan bahwa Tanah ini penuh dengan masalah, sehingga sebagai Sekjen DAP menyampaikan pergumulan masyarakat adat Papua hingga saat ini. Apalagi, Papua merupakan tanah yang kaya raya, termasuk adanya temuan harta karun di daerah Sarmi, termasuk hutan yang hancur dengan adanya legal logging maupun ilegal logging.
“Saya mendapat laporan dari Paniai bahwa konflik terus terjadi. Harapan saya ada kedamaian di atas tanah ini. Saya mau lihat bahwa tuan tanah di negeri ini tersenyum menikmati sesuatu yang menjadi haknya,” katanya.
Untuk itu, Leo Imbiri berpesan kepada Kaka Besar Paulus Waterpauw jika ada investasi besar yang masuk ke Papua untuk memastikan bahwa masyarakat adat pemilik hak ulayat itu mendapat manfaat.
“Mereka menikmati hasil dari proses itu. Dan paling kurang mereka dapat saham dalam investasi itu, supaya mereka seperti dikasihi, kasihan saja. Mereka harus dapat bagian dari seluruh pengelolaan diatas negeri ini,” ujarnya.
“Saya heran di atas tanah Papua, tuan tanahnya hadir dengan kondisi yang memprehatinkan. Pemerintah itu pelayan, saya heran yang terima saya dengan kaki telanjang, yang dibelakang itu berdasi. Semua itu orang pemerintah. Menurut saya itu ketidakadilan yang terjadi di tanah Papua dan itu harus dirubah paradigma seperti itu. Tapi saya percaya Kaka Besar Paulus Waterpauw berpengalaman bisa menterjemahkan itu,” imbuhnya. (bat)