Ketua DPR Papua Sambangi Koya Barat, Permasalahan BPJS hingga Mahalnya Biaya Pendidikan Dikeluhkan Warga

Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, SE menjawab semua keluhan warga Koya Barat Muaratami dalam pertemuan, Kamis, 11 Juli 2024.
banner 120x600

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Mahalnya biaya pendidikan atau pendaftaran sekolah juga dialami oleh warga Koya Barat, Distrik Muaratami, Kota Jayapura pada tahun ajaran baru 2024/2025.

Mahalnya biaya pendidikan ini, tentu berdampak terhadap perekonomian warga. Hal ini dikeluhkan oleh warga atau orang tua murid, lantaran sangat membebani mereka.

Bahkan, akibat mahalnya biaya pendidikan itu, akhirnya banyak anak yang terpaksa putus sekolah atau tidak melanjutan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Tokoh Masyarakat Muaratami, Haris mengatakan, yang dihadapi dan dikeluhkan warga Koya Barat saat ini adalah masalah biaya pendidikan yang mahal, pelayanan kesehatan atau rumah sakit dan ekonomi.

“Masalah biaya masuk sekolah yang meningkat, baik untuk perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, sehingga banyak lulus SMA/SMK yang tidak bisa melanjutkan kuliah,” katanya.

Selain itu, masalah layanan kesehatan, terutama BPJS menjadi permasalahan ketika warga atau pasien di rumah sakit lantaran BPJS tidak berfungsi selayaknya.

“Jadi, masyarakat Muatarami berkeluh kesah terhadap BPJS yang tidak diterima oleh rumah sakit. Juga masalah ekonomi lantaran banyak warga yang kurang mampu. Kami harap ke depan itu ada keseimbangan antara biaya pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sehari-hari,” ujarnya.

Sedangkan, untuk bantuan-bantuan dari pemerintah pusat, baik BLT maupun bantuan lainnya, dinilai penyalurannya tidak tepat sasaran.

Seperti diungkapkan Ibu Yuli, yang merasakan tingginya biaya masuk sekolah SMK. Apalagi, biaya pendaftaran masuk sekolah itu tidak bisa dicicil.

“Pendaftaran itu Rp 4 juta harus chas, baru masuk. Tidak bisa dicicil. Belum lagi bukunya, belum lagi siswa disuruh bawa sapu, pel dan lainnya. Kita tidak mampu itu,” ujarnya.

Belum lagi, anaknya yang masuk SD harus membayar Rp 900 ribu. Belum lagi nanti membayar SPP Rp 150 ribu untuk SMK dan untuk SD SPP-nya harus bayar Rp 50 ribu per bulan. 

Yuli mengaku sangat terbebani dengan tingginya biaya  sekolah itu. Apalagi, kini ia sudah janda dan bekerja sebagai driver online untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari.

Senada diungkapkan oleh warga yang memiliki pengalaman terkait layanan BPJS. Awalnya, ia mempunyai tunggakan iuran BPJS, namun setelah membayar tunggakan, ia tetap dikenakan denda rawat inap saat di RSUD Dok II Jayapura.

“Saran saya seharusnya jika sudah membayar BPJS dan tunggakannya, alangkah baiknya itu denda rawat inap jangan disanksikan lagi. Karena begini ? yang kita bawa orang sakit, tapi pengalaman saya meski sudah bayar tunggakan, tapi masih dapat denda rawat inap selama 30 hari. Setelah saya bayar, saya bayar dendanya lagi karena kakek saya harus dirawat inap,” ujarnya. 

“Ketika saya berobat lagi di Muaratami, saya disuruh bayar lagi. Akhirnya saya komplain, karena kok saya bayar dua kali. Setelah saya komplain, ternyata dari pusatnya belum sosialisasi di Kota Jayapura. Jadi, dendanya itu terhitung dari pusat, sedangkan di sistem masih terhitung dendanya, sehingga mestinya di sistem harus dihapus dulu dendanya,” sambungnya.

Selain itu, Lia, salah seorang warga mengeluhkan pelayanan di Rumah Sakit Ramela yang dinilai kurang bagus. Apalagi, jika pasien darurat, maka warga terpaksa harus mengurus administrasi yang cukup ribet, terutama untuk rujukan.

“Kami diminta rujukan dari puskesmas, baru ke rumah sakit. Namun, tidak terlayani dengan maksimal. Karena itu, jika kami berobat memilih langsung di klinik saja agar cepat dilayani,” ujar warga. 

Sementara itu, beberapa warga lainnya yang menjadi pedagang ini mengeluhkan lantaran sepinya pembeli beberapa waktu ini.
“Daya beli sekarang rendah. Banyak pedagangnya daripada pembeli,” ujarnya.

Mereka juga mengeluhkan lantaran masih kekurangan modal untuk mengembangkan usaha mereka. Belum lagi, para petani mengeluhkan hasil panennya terpaksa dijual murah, lantaran banyak pasokan barang dari luar.

Dalam pertemuan ini, Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw, SE memilih banyak mendengarkan keluhan atau aspirasi dari masyarakat.

Ketua DPR Papua Jhony Banua Rouw mengatakan jika solusinya adalah pendidikan gratis di Kota Jayapura.

“Mahalnya biaya pendidikan ini, baik untuk biaya pendaftaran masuk sekolah, SPP dan lainnya, tentu berdampak terhadap ekonomi warga. Ya, kuncinya pendidikan gratis,” kata Jhony Banua Rouw pada Kegiatan Pembinaan Kerukunan Masyarakat Bersama Ketua DPR Papua di Koya Barat, 11 Juli 2024.

Soal masalah BPJS, Jhony Banua Rouw mengatakan jika BPJS itu kewenangan pusat, namun ia menyampaikan terimakasih adanya informasi itu.

“Saya akan minta anggota dewan kami yang dipusat untuk menanyakan kepada BPJS pusat. Ada denda keterlambatan, setelah dibayar masih dikenakan denda. Mestinya, setelah bayar denda, harus dilayani. Kita harusnya jika orang sakit datang, mestinya dilayani dulu, baru administrasinya jalan. Jika tunggu administrasinya berjalan, maka bisa membahayakan pasien,” ujarnya.

JBR, sapaan akrabnya, mengaku akan meminta penjelasan terhadap BPJS Papua maupun rumah sakit terkait permasalahan BPJS yang dialami warga itu, agar sistem itu bisa sinkron.

Terkait keluhan warga Koya Barat, Muaratami, Kota Jayapura itu, JBR menyimpulkan jika masalah biaya pendidikan yang tinggi, mengakibatkan daya beli rendah.

“Orang tua harus bekerja keras untuk bayar uang sekolah, tidak bisa nyicil. Ada uang buku, SPP dan lainnya. Jadi, memang pendidikan ini menjadi konsentrasi kita dan berharap biaya pendidikan ini sekecil mungkin supaya tidak menjadi beban bagi orang tua,” katanya.

Padahal, lanjut JBR, sesuai undang-undang bahwa semua anak usia sekolah wajib mendapatkan pendidikan atau belajar.

“Ya, kuncinya pendidikan di Kota Jayapura ini harus gratis. Jadi, tidak ada pungutan apa-apa di sekolah. Anak datang ke sekolah, tidak ada uang pendaftaran, langsung masuk disana. Kenapa? kita bicara ekonomi, ujungnya biaya pendidikan. Kita bicara daya beli, karena pas bayar sekolah, semua jadi beban. Maka daya beli rendah, maka solusinya pendidikan gratis di semua jenjang sekolah,” ujarnya.

Selain itu, masalah kesehatan, imbuh Jhony Banua Rouw, tentu solusinya pembenahan rumah sakit dan pelayanan yang baik, tenaga medisnya, termasuk peningkatan status rumah sakit dan memperkuat puskesmas, termasuk posyandu. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *