JAYAPURA, Papuaterkini.com – Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) Jayapura meminta kasus dugaan pemukulan yang dialami Ketua KPU Nabire, Sarlota Neci Martha Wartanoy yang diduga dilakukan oleh oknum Sekretaris KPU Nabire, 24 Juni 2024 lalu, agar ditangani serius oleh Polda Papua.
Ketua LBH APIK Jayapura, Nur Aida Duwila mengakui jika pihaknya sebagai kuasa hukum dari Ketua KPU Nabire, Sarlota Neci Martha Wartanoy telah membuat pengaduan atas kejadian dugaan pemukulan itu ke Polda Papua atas saran penyidik pada 19 Juli 2024.
“Kami tidak membuat laporan polisi, tapi kami buat pengaduan dulu. Kami sudah ke Polda Papua dan berdiskusi dengan penyidik, mereka sampaikan kalau bisa dibuat dalam surat pengaduan dulu. Kemudian mereka akan melakukan penyelidikan seperti apa, tapi kalau terkait dengan bukti, ibu Ketua KPU Nabire sudah dilakukan visum, sehingga penyidik akan ambil ketika proses ini berjalan,” kata Nur Aida Duwila bersama Hermawati saat mendampingi Ketua KPU Nabire Sarlota Neci Martha Wartanoy dalam pers conference di Jayapura, Selasa, 30 Juli 2024.
Dalam kesempatan ini, Nur Aida Duwila mengklarifikasi terkait tuduhan jika kliennya tersebut melakukan pemukulan terhadap oknum Sekertaris KPU Nabire itu.
“Jika disampaikan bahwa ibu Sarlota yang memukul dia, itu iya. Itu versi ibu Sarlota ya. Tapi dia menghindar atau tidak kena. Tapi bukti pemukulan dia itu ada dan terlihat diwajah ibu. Itu juga sudah dilakukan visum dan pengaduan kami sudah masuk pada 19 Juli 2024,” jelasnya
Pihaknya saat ini menunggu tindaklanjut dari penyidik, misalnya dipanggil untuk klarifikasi, pasti akan datang.
“Jika seandainya ini berlanjut, maka akan menjadi laporan polisi, karena buktinya ada,” katanya.
Terkait kasus dugaan pemukulan terhadap Ketua KPU Nabire yang diawali dengan alasan tertentu itu, Nur Aida mengharapkan adanya intervensi dari KPU Papua Tengah maupun KPU RI.
Selain itu, Nur Aida berharap kasus dugaan pemukulan terhadap Ketua KPU Nabire ini, harus berjalan atau diproses. Apalagi, Pilkada Serentak khususnya di Kabupaten Nabire sudah semakin dekat, sehingga tidak mengganggu proses tersebut.
“Yang ditakutkan bahwa dengan kejadian itu, bisa menghalangi-halangi kinerja dari komisioner. Tapi diharapkan pihak kepolisian bisa membantu proses ini secepatnya atas pengaduan klien kami, yang sudah 1 minggu lebih kami buat pengaduan di Polda Papua dan kami akan menanyakan kembali perkembangan pengaduan kami itu,” ujarnya.
Ia menilai kejadian pemukulan terhadap Ketua KPU Nabire itu adalah suatu bentuk diskriminasi yang tentu saja bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984.
“Mungkin dilihat ibu Sarlota ini seorang perempuan, tapi memimpin laki-laki, maaf mungkin seperti itu. Padahal di zaman sekarang bicara kesetaraan gender, bagaimana ketika perempuan setara dengan laki-laki ketika dia menjadi pemimpin seperti apa,” imbuhnya.
Soal surat pemanggilan dari Polres Nabire, Ketua KPU Nabire, Sarlota Neci Martha Wartanoy mengaku belum pernah menerima surat pemanggilan dari penyidik, lantaran ia sedang ada tugas di luar Nabire.
“Memang ada pemanggilan pada tanggal 23 Juli, namun saya baru dikasih tahu oleh staf pada 24 Juli malam bahwa ada surat dari Polres Nabire. Saya bilang tolong dibuka, tapi mereka tidak buka dan baru dibuka besok siangnya dan disampaikan kepada saya jika ada pemanggilan dari Polres Nabire terkait laporan dari Sekretaris KPU Nabire. Nah, itu berarti saya terima surat kadaluarsa, karena pemanggilannya pada 23 Juli, namun baru saya tahu pada beberapa hari kemudian,” kata Sarlota.
Diakui, jika tidak ada masalah secara pribadi dengan Sekretaris KPU Nabire. Hanya saja, Sarlota mengaku aturannya harus jelas.
“Jadi, menurut saya selama ini yang dijalankan kan tidak sesuai aturan. Saya melihat seperti itu. Saya waktu masuk pertama kali masuk ke kantor, bukan satu kali, sering kali ada orang mabuk, yang datang kantor, orang datang ke kantor pakai celana pendek dan sendal jepit, sepertinya amburadul, sehingga saya minta untuk ditertibkan, itu pun beliau tidak laksanakan,” ujarnya.
Bahkan, ia meminta agar dibuatkan absen, namun juga tidak pernah dibuatkan. “Jadi, memang komisioner yang duluan datang, baru nanti siang staf dengan beliau. Bahkan, beliau juga kadang tidak pernah ke kantor. Nah, ini kan efektifnya orang kerja itu dari pagi sampai sore, jika mereka datang siang berarti besok kita ada kerja lagi,” ujarnya.
Sarlota menilai tidak ada kesinkronan antara Sekretaris dan Komisioner KPU Nabire. Bahkan, keputusan pleno KPU Nabire terkadang tidak dijalankan oleh Sekretaris KPU Nabire.
Ia mengungkapkan jika sejak awal dilantik terkadang Sekretaris KPU Nabire mengambil keputusan tanpa diplenokan oleh komisioner KPU Nabire.
“Bahkan, kami sudah sampaikan ke dia, namun tidak dilaksanakan dengan baik. Ada kegiatan-kegiatan yang harusnya kami komisioner tahu, itu setiap kali diundang untuk rapat, beliau selalu menghindar sampai kegiatan itu sekitar 2 – 3 hari akan dilaksanakan, lalu melalui kasubag saya harus menandatangani kegiatan itu, nah itu saya lihat dari mulai komisioner masuk kerja hingga pileg berakhir,” bebernya.
“Jika terus seperti ini, ini akan menjadi masalah. Apalagi, sudah mendekati pelaksanaan Pilkada Serentak pada November 2024. Setiap ada kegiatan yang harus dibicarakan bersama, saya selalu telepon beliau untuk datang untuk bersama komisioner, tetapi beliau tidak pernah ditempat,” imbuhnya.
Selain itu, terkait permasalahan itu, Sarlota mengakui sudah menyurat kepada KPU Provinsi Papua Tengah, apalagi ke depan Pilkada akan semakin berat dan potensi konfliknya cukup tinggi.
Sementara itu, Pengurus LBH APIK Jayapura, Hermawati menambahkan agar KPU Papua Tengah juga memberikan perhatian serius terhadap kasus pemukulan terhadap Ketua KPU Nabire tersebut.
“Ini perlu jadi perhatian serius KPU Papua Tengah dan KPU RI,” katanya.
Apalagi, ujar Hermawati, kliennya telah melaporkan kepada KPU Papua Tengah atas masalah itu, namun tidak ditanggapi serius. (bat)
“