Asosiasi Kepala Desa Yahukimo Lapor Polda Papua Terkait Dugaan Pemalsuan Dokumen untuk Banding di PT TUN Makassar

Juru Bicara Asosiasi Kepala Desa Yahukimo, Benny Hesegem didampingi Sepianus Aspalek mantan Kepala Kampung Aleleng, Distrik Tangma sebagai pelapor menunjukan foto makam kepala kampung dalam pers conference di Abepura, baru-baru ini.
banner 120x600

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Asosiasi Kepala Desa Yahukimo melalui kuasa hukumnya melaporkan dugaan pemalsuan surat kuasa yang digunakan pada  banding di PT TUN Makassar atas putusan PTUN Jayapura beberapa waktu lalu.

Dugaan pemalsuan surat kuasa yang ditandatangani oleh kepala desa masing-masing alm Amos Heselo, diketahui telah meninggal pada 3 Desember 2021 dan dimakamkan di Kampung Hisam, Desa Hiundes dan alm Yermina Wenda sebagai Kepala Kampung Wamerek, Distrik Tangma yang meninggal 21 Januari 2022 di RS Jayapura.

Juru Bicara Asosiasi Kepala Desa Yahukimo, Benny Hesegem didampingi Sepianus Aspalek mantan Kepala Kampung Aleleng, Distrik Tangma sebagai pelapor mengatakan, jika pihaknya didampingi kuasa hukum dari Kantor Hukum Nurwahidah, SH telah melaporkan dugaan pemalsuan surat kuasa atau dokumen yang digunakan pada banding di PT TUN Makassar ke Polda Papua, 20 Juli 2024. 

Ia menjelaskan bahwa setelah para kepala kampung awalnya mengajukan perkara mulai dari PTUN Jayapura, setelah putusan 26 Juli 2022 keluar, lalu Pemkab Yahukimo melalui kuasa hukumnya mengajukan banding di PT TUN Makassar, 1 Agustus 2022.

Dikatakan, setelah pengajuan banding di PT TUN Makassar, didalamnya itu, pihaknya menemukan ada indikasi pemalsuan tandatangan didalam dokumen surat kuasa.

“Setelah putusan banding di PT TUN Makassar yang memenangkan Pemkab Yahukimo itu keluar, kami melihat disitu ada 2 orang yang sudah meninggal, tapi masih ada tandatangannya dalam surat kuasa yang digunakan untuk banding itu,” katanya.

Diakui, pihaknya melakukan pengecekan terhadap kedua orang kepala kampung yang sudah meninggal dunia itu yang tandatangannya digunakan untuk banding di PT TUN Makassar tersebut dan berhasil menemukannya buktinya, baik surat kematian maupun lokasi pemakaman kedua kepala kampung itu. 

“Temuan itu, menjadi novum atau bukti baru bagi kami  mengajukan Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung RI. Hasil sesuai putusan MA Nomor 174 PK/TUN/2023 24 November 2023, kami diterima,” ujarnya.

Dalam putusan PK Mahkamah Agung itu, mengabulkan gugatan para penggugat untuk seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah keputusan Bupati Yahukimo Nomor 298 Tahun 2021 tentang Pengangkatan dan Pengukuhan Kepala Kampung di Kabupaten Yahukimo Periode 2021 – 2027, tertanggal 15 Oktober 2021.

Selain itu, memerintah termohon Peninjauan Kembali (dahulu Tergugat/Pembanding) untuk mencabut Keputusan Bupati Yahukimo Nomor 298 tentang Pengangkatan dan Pengukuhan Kepala Kampung di Kabupaten Yahukimo Periode 2021 – 2027, tertanggal 15 Oktober 2021, Mewajibkan Tergugat untuk memulihkan hak dan merehabilitasi nama baik Para Penggugat, serta kemampuan, kedudukan, harkat dan martabatnya pada jabatan semula dan Menghukum Tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini.

Diketahui, dalam banding yang dilakukan tim hukum Pemkab Yahukimo ke PT TUN Makassar itu, hasilnya menyatakan putusan nomor 2 PTUN Jayapura dinyatakan batal, sehingga merugikan 140 kepala kampung.

“Dari putusan itu, merugikan 140 kepala kampung ini. Makanya, berdasarkan bukti yang ada, kami melaporkan ke Polda Papua untuk diperiksa. Sebab, kita lihat ini ada orang yang sudah meninggal, tapi bisa melakukan tandatangan di dalam dokumen yang digunakan untuk banding di PT TUN Makassar,” tandasnya.

Sebagai pelapor, pihaknya meminta Polda Papua sebagai penegak hukum harus mengambil langkah-langkah hukum untuk memproses dugaan pemalsuan dokumen itu.

Ia pun menyayangkan putusan PK dari MA yang sudah keluar pada 24 November 2023, namun sampai kini Bupati Yahukimo masih membayarkan dana desa dan honor desa berdasarkan SK untuk kepala kampung yang sudah dinyatakan gugur.

“Dan, itu kami anggap sudah ada indikasi penyalahgunaan wewenang. Jadi, kami yang merasa dirugikan, harus mempertegas. Karena negara ini, adalah negara hukum.
Kami yang sudah melaporkan ke Polda Papua, kami minta mereka harus segera melakukan penyelidikan  terhadap laporan dugaan pemalsuan dokumen itu,” tandasnya.

Apalagi, ia melihat pembayaran dana desa dan honor desa itu, ada indikasi untuk kepentingan politik. Apalagi, putusan PK dari MA sudah ada, mestinya Pemkab Yahukimo melaksanakan putusan itu.

“Alasan apa mereka tidak menjalankan putusan MA itu? Sampai hari ini baik kuasa hukum pemerintah maupun pemerintah sendiri tidak menjelaskan alasannya tidak menjalankan putusan dari MA itu. Mestinya, mereka harus bertanggungjawab,” imbuhnya. 

Bahkan, pihaknya sudah menerima penetapan eksekusi dari PTUN Jayapura atas putusan PK dari MA tersebut, bahkan pihak termohon sudah terima putusan eksekusi itu, setelah 60 hari putusan MA itu tidak dilaksanakan.

“Karena putusan MA tidak diindahkan, kami minta kepada pengacara kita untuk mengajukan ke PTUN Jayapura untuk sidang eksekusi dan pengadilan telah mengeluarkan pemberitahuan kepada kedua belah pihak. Hasil putusan sidang eksekusi itu, telah kami terima pada 6 Agustus 2024 melalui kuasa hukum kami. Kami sedang menunggu hasil putusan eksekusi itu, Bupati Yahukimo melaksanakannya atau tidak? Kami sedang tunggu,” imbuhnya.

Ia berharap Pemkab Yahukimo melaksanakan putusan dari Mahkamah Agung tersebut.

Sementara itu, Juru Bicara Tim Hukum dari Kantor Hukum Nurwahidah, SH, CS Julirianti Kafomay, SH didampingi Relika Tambunan, SH  mememinta agar Polda Papua segera memproses laporan dugaan pemalsuan dokumen itu.

“Kami minta Polda Papua segera memanggil pihak-pihak yang terkait berdasarkan apa yang sudah dilaporkan klien kami. Klien kami itu ada kepala kampung dan dua kuasa hukum, karena mereka yang tahu saat sidang itu,” kata Julirianti.

Diakui, dua kuasa hukum dari kepala kampung sudah diperiksa untuk memberikan keterangan ke penyidik Polda Papua, beberapa hari lalu.

Siapa yang dilaporkan? Julirianti menjelaskan jika pihaknya hanya melaporkan adanya dugaan pemalsuan dua surat kuasa itu dan pihaknya menyerahkan hasil pemeriksaan dari penyidik Polda Papua siapa saja yang terlibat.

“Yang jelas kami membawa bukti terkait dengan surat kuasa waktu banding di PT TUN Makassar dan juga dari 2 orang kepala desa yang sudah meninggal itu. Tentu saja, akan diketahui bagaimana 2 orang yang sudah meninggal itu, kok bisa menandatangani surat kuasa itu untuk digunakan banding di PT TUN Makassar,” katanya.

Selain itu, pihaknya menyayangkan meski kedua orang kepala kampung itu sudah meninggal dunia, namun bisa mencairkan dana desa dan honor desa di kedua kampung itu.

“Terakhir bulan lalu, padahal kami sudah melaporkan ke Bank Papua bahwa ada kasus yang sedang berjalan dan kami ada bukti temuan itu, tapi disayangkan tetap dana desa di kedua kampung itu tetap dicairkan,” pungkasnya.(bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *