Stop Black Campaign Pilgub Papua, Marinus Yaung: Itu akan Menghancurkan Papua, Gereja dan Umat Tuhan

Dosen Uncen, Marinus Mesak Young.
banner 120x600

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Salah satu Dosen Universitas Cenderawasih Marinus Mesak Yaung mengatakan black campaign atau kampanye hitam, sangat dilarang dalam Undang – Undang (UU) Pemilu dan dalam Alkitab yang adalah Firman Tuhan.

Menurutnya, Pemilu telah menuliskan dengan tegas dan jelas, seseorang atau partai politik peserta pemilu, dilarang melakukan kampanye hitam. Jika melakukan black campaign, maka bisa dikenakan pidana penjara 2 tahun dan denda paling banyak 24 juta rupiah (ketentuan pasal 280, ayat (1) huruf C dan pasal 521, Undang – Undang Pemilu).

“UU Pemilu sudah jelas menyebutkan black campaign atau kampanye hitam, adalah melakukan penghinaan kepada seseorang, melakukan diskriminasi agama, suku dan adat, ras, dan golongan terhadap calon atau peserta pemilu yang lain,” kata Yaung di Kota Jayapura, Minggu, 1 September 2024.

Ia menilai, peserta dan calon Pilkada Provinsi Papua, yang memainkan isu, “Saya anak adat Tabi – Saireri, Saya anak injil, dan saya beragama Kristen” untuk mendiskriminasikan calon atau peserta Pilkada lain, ini bentuk kejahatan pemilu kampanye hitam.

“Sudah saatnya, Bawaslu dan KPU Papua, harus tegas tegakkan hukum dan keadilan dalam proses tahapan Pemilu. Segera lakukan teguran lisan dan tulisan, kepada calon peserta Pilkada Gubernur Papua, yang memainkan kampanye hitam,” pintanya.

Marianus Yaung menegaskan, jika calon peserta tidak mengindahkan teguran Bawaslu dan KPU Provinsi Papua, pinaltikan calon peserta pilkada tersebut, dari tahapan proses pencalonan sebagai peserta Pemilu.

“Bukankah semua komisioner Bawaslu dan KPU Provinsi Papua, adalah warga negara Indonesia, baik Papua dan non Papua, Islam dan Kristen, serta bukan mayoritas berasal dari Tabi – Saireri?. Tunjukan kalau Bawaslu dan KPU Provinsi Papua bisa menjadi wasit yang adil dan tegas, di tengah rivalitas dua orang calon peserta Pilkada Gubernur Papua,” ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, kampanye hitam semakin memperburuk wajah pemilu dan demokrasi di Papua, karena disponsor juga oleh tokoh – tokoh gereja di Tanah Papua. Padahal, seharusnya sesuai standar Alkitab atau firman Tuhan, tokoh-tokoh gereja wajib berlaku adil dan non diskriminasi kepada kedua pasangan calon Pilkada Gubernur Papua.

“Kalau tokoh – tokoh gereja dan aktivis Kristen setuju dan mendukung black campaign atau kampanye hitam, dengan narasi “Saya anak adat Tabi-Saireri” dan Saya kristen, kamu Islam,” maka ini akan menimbulkan pembelahan sosial dalam masyarakat, menghancurkan komunitas umat Tuhan dan Gereja, serta memunculkan kekerasan politik dalam Pilkada,” tegasnya.

“Kalau tokoh – tokoh gereja dan para aktivis Kristen mendukung black campaign atau kampanye hitam, maka tindakan politik jahat ini, akan memuliakan iblis dan membuat Tuhan Yesus sedih, terluka dan menangis. Karena Tuhan Yesus mati di kayu salib untuk semua umat manusia, bukan untuk orang Tabi – Saireri dan umat Kristen saja,” sambungnya.

Marianus Yaung berpendapat, jika Papua tanah Injil, seharusnya tokoh gereja dan umat Kristen mendukung Doa Bapa Kami yang diajarkan Tuhan Yesus.

“Pembukaan doa bapa kami berbunyi ” Bapa kami yang di Surga, dikuduskanlah namaMu. Jadilah kehendakmu, di bumi seperti di surga. Tuhan Yesus berkehendak, kehidupan seperti apa di Surga, itu harus terjadi juga di bumi manusia, tanah Papua. Surga bukan milik orang Tabi – Saireri dan orang kristen saja. Surga milik semua manusia
Dengan demikian, pilihan orang Papua di Provinsi Papua, hanya ada dua pilihan. Pilih neraka atau surga hadir di Papua. Kalau kita memilih Gubernur Papua periode 2024 – 2029, berdasarkan suku atau wilayah adat, dan agama, maka kita memilih neraka hadir di bumi manusia, Provinsi Papua,” ujarnya.

“Kalau kita mau surga hadir di bumi manusia, manusia, Provinsi Papua, maka kita harus memilih gubernur Papua pada 27 November 2024, berdasarkan ide, gagasan dan rekam jejak karke dan karyanya. Bukan berdasarkan politik busuk sektarian dari lubang neraka, yakni politik adat Tabi-Saireri dan politik agama, yang akan menghancurkan kohesi-kohesi sosial masyarakat dan umat Tuhan,” sambungnya.

Ia pun mendoakan Pilkada Gubernur Papua tahun 2024 akan melahirkan seorang Gubernur yang bisa menghadirkan surga di bumi manusia, Provinsi Papua, untuk menghapus air mata kemiskinan dan penderitaan orang Papua. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *