oleh
Irfan Setitit
Pengamat Sosial
Dengungan para buzzer lima (5) tahunan Pilkada Papua bersahut sahutan dilontarkan menyambut beredarnya video editan yang berisi suara diduga Pj Walik Kota Jayapura yang sedang berbicara dengan bawahannya di kantor Wali Kota Jayapura.
Berbagai hujatan menghiasi percakapan pada WAG, bahkan satu calon Wali Kota Jayapura yang bertarung dalam kontestasi Pilwalkot Jayapura juga ikut berkomentar dengan satir.
Terdapat dua kontroversi yang timbul dari beredar luasnya video editan diduga suara PJ Wali Kota Jayapura ke publik justru seakan menihilkan adanya pelanggaran hukum dari pengambilan audio secara illegal, kemudian diedit sedemikian rupa yang akhirnya melahirkan kegaduhan ditengah Masyarakat.
Pertama, ada semacam niat dari pelaku perekaman atau pihak yang menyuruh merekam untuk membuat semacam skenario gawat darurat tentang perhelatan politik di kota Jayapura dengan mengorbankan pihak pihak tertentu yang dianggap sebagai pihak yang berlawanan atau dianggap berpotensi menjadi lawan.
Kedua, rekaman yang diedarkan tidak memiliki konteks yang jelas, baik niat dari pelaku perekaman untuk apa, atau isi dari rekaman yang beredar itu konteksnya untuk apa?
Saat ini, yang beredar dan mengemuka justru tafsiran tentang makna dari percakapan yang ada dalam audio tersebut, yang akan beraneka macam, tergantung pada preferensi politik orang yang menafsirkan.
Jika ia seseorang dengan latarbelakang pendukung salah satu paslon, maka ia akan menerjemahkan percakapan tersebut sebagai adanya perintah atasan kepada bawahan untuk memenangkan seseorang. Ada juga yang akan menerjemahkannya dengan mengutip norma tentang Netralitas ASN dalam kontestasi politik dan berbagai makna lainnya.
Lepas dari berbagai makna yang muncul dari beredar luasnya video editan suara diduga PJ Wali Kota itu, patut ditunggu seperti apa respon pihak Kepolisian dan juga Bawaslu Papua untuk menangani persoalan tersebut, sebab seperti kita ketahui Bersama bahwa selain soal video editan itu, ada juga kasus dugaan suket palsu yang digunakan oleh satu calon wakil gubernur untuk mendaftar ke KPU Papua tanggal 29 Agustus 2024, seperti diterangkan secara tertulis oleh ketua Pengadilan Negeri Jayapura tanggal 19 September 2024.
Yang luar biasa, dugaan penggunaan Suket palsu tersebut sampai saat ini masih bertengger pada SILON KPU dan penggunaannya telah dilaporkan ke Bawaslu Papua, meskipun oleh Bawaslu Papua setelah melakukan pemeriksaan intensif, beranggapan bahwa tak cukup bukti untuk dilanjutkan, namun di Polda Papua, kasus dugaan suket palsu ini terus bergulir, karena korban dari adanya suket tersebut telah melapor dan membawa bukti akurat.
Hal lain yang juga harus ditunggu adalah respon cepat dari Polda Papua untuk memberikan perhatian khusus menyangkut banyaknya dengungan buzzer yang jauh dari fakta sebenarnya dengan mengedit dan menyebarkan secara massif berbagai isu sectarian lewat dunia maya yang membuat kegaduhan, mengganggu ketertiban dan berpotensi memecah belah Masyarakat dan dalam skala tetentu dengan serampangan menjatuhkan marwah seseorang bahkan institusi tertentu, dengan asumsi pendapat dan jempolnyalah yang paling benar. (*)