BTM Dilaporkan ke Bawaslu dan Polda Papua, Suku Sroyer Minta Pertanggungjawaban Secara Adat 

Dari Kiri. Sekretaris Dewan Adat Biak di Tanah Tabi, Winand Yeninar, Kepala Suku Besar Keret Sroyer Samuel Sroyer, Pelapor Willem Sroyer menunjukkan bukti laporan ke Bawaslu dan Polda Papua serta Sekretaris Dewan Adat Biak di Kota Jayapura, Diedrik Kbarek.
banner 120x600

JAYAPURA, Papuaterkini.com –  Merasa nama baiknya dicemarkan dalam orasi kampanye di Perumahan Organda Padangbulan, Hedam, Heram, Kota Jayapura beberapa waktu lalu, Wilem Sroyer akhirnya melaporkan Calon Gubernur Papua nomor urut 1 Benhur Tomi Mano (BTM) ke Polda Papua, 4 November 2024. 

Selain itu, Willem Sroyer yang juga warga Perumahan Organda ini,  telah melaporkan kejadian kampanye BTM di Perumahan Organda itu ke Bawaslu Papua, 12 Oktober 2024. 
Tidak hanya itu, Ketua Suku Besar Keret Sroyer, Moses Sroyer juga meminta pertanggungjawaban kepada BTM secara adat.

Willem Sroyer mengaku sudah melaporkan dugaan pencemaran nama baiknya tersebut ke kepolisian pada 4 November 2024.

Bahkan, Willem Sroyer telah menyerahkan sejumlah barang bukti terkait dugaan pencemaran nama baiknya maupun Suku Sroyer itu ke Polda Papua.

“Menindaklanjuti kampanye BTM di Perumahan Organda dimana saat itu menyebut nama saya, saya mau klarifikasi kembali karena apa yang disampaikan pak BTM itu tidak benar,” tegasnya didampingi Kepala Suku Besar Keret Sroyer, Moses Sroyer, Sekretaris Dewan Adat Biak di Kota Jayapura, Didedrik Kbarek dan Sekretaris Dewan Adat di Tanah Tabi, Winand Yeninar dalam pers conference di Abepura, Sabtu, 9 November 2024, malam. 

Menurutnya, apa yang disampaikan BTM bahwa sudah menyampaikan permohonan maaf, namun tidak sampai kepadanya secara pribadi maupun ke Suku Sroyer, sehingga pihaknya sudah melaporkan ke Bawaslu dan Polda Papua terhadap dugaan pencemaran nama baik.

“Kami harus laporkan, karena sampai saat ini, beliau tidak pernah datangi kami untuk minta maaf kepada kami secara pribadi maupun suku. Jadi, persoalan ini kami lanjutkan secara hukum,” tandasnya.

“Jadi, kami memilih menempuh hukum positif maupun memproses hukum adat secara orang adat di Papua. Apa yang disampaikan suadara BTM, itu kami sudah buat atau lampirkan barang buktinya ke Polda Papua. Barang bukti yang disampaikan pak BTM dan termasuk istrinya yang juga sudah kami serahkan barang buktinya ke Polda Papua. Kami tidak asal lapor, tapi kami sertai barang bukti untuk melaporkan ini,” sambungnya.

Yang jelas, terkait dengan dugaan pencemaran nama baiknya yang diduga dilakukan BTM itu, Wilem Sroyer menegaskan pihaknya tidak main-main agar memberikan efek jera.

“Jadi, kalau beliau sampaikan ada permohonan maaf di media. Hari ini kami mau sampaikan bahwa ini bukti yang beliau sampaikan atau minta ke kami, tapi kami sudah masukkan ke Polda Papua,” tandasnya. 

Secara pribadi, Willem Sroyer menegaskan ia tidak pernah datang ke rumah BTM. Diakui, BTM beberapa kali memintanya untuk datang ke rumah untuk menyelesaikan permasalahan di Perumahan Organda tersebut, sekaligus meminta maaf kepadanya.

“Tapi saya tidak datang, karena beliau telah mencemarkan nama baik saya. Jadi, sudah beberapa kali beliau minta saya datang ke rumahnya untuk meminta maaf melalui WA,” ungkapnya.

Hanya saja, lanjut Willem Sroyer, kejadian dugaan pencemaran nama baiknya dalam kampanye BTM di Perumahan Organda itu sudah viral atau tersebar ke publik, sudah diketahui oleh Kepala Suku Besar Orang Biak di Tanah Tabi dan Dewan Adat Biak di Kota Jayapura.

“Kalau beliau (BTM) sampaikan Sroyer ko siapa? Apa yang ko buat di Tanah Tabi? Kami orang Biak menunjukkan bahwa kami sudah lakukan apa yang beliau sampaikan bahwa orang Biak sudah lakukan di Kota Jayapura, Provinsi Papua dan di Tanah Tabi,” jelasnya. 

Ketua Suku Besar Keret Sroyer, Moses Sroyer mengakui telah mengklarifikasi kejadian di Perumahan Organda dalam orasi yang disampaikan BTM itu, sudah ada permintaan maaf. Namun, ternyata permintaan maaf itu hanya disampaikan melalui media tanpa bertemu langsung dengan Willem Sroyer.

“Untuk itu, kami tolak itu. Sebab, jika permintaan maaf itu, mestinya harus bertemu atau bertatap muka antara adek saya dengan BTM. Karena sudah disebutkan jika orasi di Perumahan Organda itu menyebut Wilem Sroyer, sehingga ditempuh proses hukum baik melalui Bawaslu maupun di Polda Papua,” katanya. 

Yang jelas, ujarnya, laporan dugaan pencemaran nama baik itu, sudah dilaporkan ke Polda Papua melalui SPKT dan dilanjutkan ke Direktorat Reskrimum.

“Tadi ade saya menuntut dan kami keluarga juga menuntut untuk hukum adat ini juga berlaku, sehingga kapan dan bilamana beliau menyampaikan itu, kami tetap siap menerima itu dan persoalan selesai secara adat, tapi proses hukumnya tetap berjalan. Jadi, proses hukum positif kami jalankan dan hukum adat juga kami jalankan,” tandasnya.

Secara adat, Moses Sroyer mengatakan, BTM harus datang menyampaikan permohonan maaf kepada marga besar Sroyer.

“Jika BTM menyampaikan kata hai Sroyer ko siapa? Kata itu sudah menyinggung oknum dan keluarga besar Biak secara suku orang Biak, sehingga permasalahan yang sudah dilakukan BTM, secara adat, maka tidak diperkenankan suadara Wilem Sroyer pergi ke bapak BTM untuk minta maaf. Seharusnya, pak BTM datang meminta maaf langsung ke saudara Willem Sroyer maupun lembaga adatnya, karena ini menyangkut adat. Kalau dia (Willem Sroyer) ke sana, berartinya dia tidak dihormati sebagai seorang suku,”  kata Sekretaris Dewan Adat Biak di Tanah Tabi, Winand Yeninar menambahkan.

Mestinya, ujar Winand Yeninar, semua suku saling menghargai dan menjaga etika berbudaya sesuai dengan tatatan hukum adat, berbangsa dan bernegara untuk mengakomodir dan melindungi setiap suku bangsa.

Sekretaris Dewan Adat Biak di Kota Jayapura, Didedrik Kbarek menambahkan, setiap suku di Indonesia punya strata adat yang harus dipatuhi, sehingga ketika ada permasalahan, maka hukum adat juga diberlakukan untuk menyelesaikan permasalahan.

“Tidak salah malam ini, untuk kami menyampaikan pikiran kita terkait dengan saudara Willem Sroyer, itu hal yang wajar. Ketika ada persoalan harus diselesaikan. Harus gentlemen. Ketika berbuat, ya harus bertanggungjawab, baik secara hukum positif maupun hukum adat dan sebagai manusia menyadari diri bahwa perbuatannya keliru dan harus bertanggungjawab serta memaafkan orang untuk hidup bersama-sama, tidak memandang suku, ras dan agama,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa orang Biak sudah berbuat dan berkarya dimana-mana, termasuk di Kota Jayapura.

“Apa yang terjadi pada saudara saya ini, harus diterima dengan jiwa besar untuk diselesaikan oleh saudara saya pak BTM. BTM punya adat, kami juga punya. Mari kita padukan itu. Ini contoh misalnya pak BTM diperlakukan begitu, apakah beliau menerima atau tidak? itu kembali kepada pribadi, pasti tidak akan menerima dan akan melakukan perbuatan tidak setuju,” paparnya.

Untuk itu, hal itu harus diklarifikasi untuk memulihkan nama baik seseorang, selain keret atau marga tapi juga sebagai Suku Biak,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *