JAYAPURA, Papuaterkini.com – Diduga terjadi pelanggaran secara terstruktur sistematis dan masif alias TSM dalam Pilkada Kabupaten Sarmi, 27 November 2024, dua pasangan calon Bupati Sarmi yakni paslon nomor urut 2 Yanni – Jemmi Esau Maban bersama tim koalisi dan paslon nomor urut 3 Agus Festus Moar – Mustafa Arnold Muzakkar mendatangi Bawaslu Kabupaten Sarmi, Kamis, 28 November 2024.
Kedua paslon Bupati Sarmi ini, melaporkan dugaan pelanggaran Pilkada yang diduga dilakukan kandidat tertentu bersama timnya. Bahkan, sejumlah bukti juga telah diserahkan ke Bawaslu Kabupaten Sarmi.
Calon Bupati Sarmi nomor urut 2 Yanni mengungkapkan adanya dugaan pelanggaran Pilkada Sarmi secara terstruktur, sistematis dan masif alias TSM.
Bahkan, hampir semua rata-rata paslon nomor urut 2 dan nomor urut 3 dan pendukungnya tidak mendapatkan undangan memilih. Selain itu, saksi-saksi dari paslon nomor urut 2 maupun nomor urut 3 ditolak dan diperlakukan dengan kasar atau diintimidasi dan dipaksa untuk tandatangan form C1 jika mau terima.
“Saksi kami tidak diperbolehkan mengecek undangan dengan KTP. Padahal, kita sudah menyurati Bawaslu bahwa saksi itu berhak untuk melihat setiap pemilih yang masuk ke TPS dan sudah sepakat di KPU. Tapi, kami punya saksi diperlakukan kasar dan sebagian saksi disuruh duduk di luar,” jelas Yanni, Kamis, 28 November 2024, malam.
Yanni mengaku heran, lantaran sebagai calon Bupati Sarmi tidak mendapatkan undangan untuk mencoblos pada Pilkada Sarmi.
“Saya tidak dapat undangan. Padahal, TPS jaraknya dari rumah sekitar 10 meter saja. Tapi saya tidak terima undangan dan bahkan ketika saya duduk antri giliran untuk mencoblos, itu diumumkan oleh Ketua KPPS bahwa yang diprioritaskan yang pegang undangan. Itu dia ngomong berkali-kali dan itu terkesan bahwa itu bukan giliran saya,” jelasnya.
Kata Yanni, ada dugaan ketua KPPS itu, rumahnya dijadikan Posko Pemenangan Paslon kandidat nomor urut 1. Selain itu, lanjutnya, ada sweeping terhadap warga yang akan memilih di Distrik Pantai Barat Sarmi yang dilakukan sekelompok orang yang diduga menghalangi orang masuk ke Pantai Barat.
“Kalau dia sweeping, kapasitasnya mereka sebagai apa? Dan ini sudah dilaporkan semua. Selain itu, juga ada dugaan mobilisasi massa,” tandasnya.
Sekretaris Tim Pemenangan Yanni – Jemmi Esau Maban, Faisal pun mengakui jika tim koalisi bersama kandidat Yanni – Jemmi mendatangi Bawaslu untuk memberikan laporan pengaduan terkait dugaan pelanggaran-pelanggaran Pilkada yang diduga dilakukan paslon nomor urut 1 beserta timnya, Kamis, 28 November 2024, malam.
“Jadi, banyak dugaan pelanggaran yang dilakukan. Terutama mobilisasi massa yang dilakukan sekelompok orang. Mereka juga sudah mempersiapkan KPPS yang akan bekerja pada Pilkada Sarmi, yang memang dipersiapkan untuk menerima mobilisasi massa yang sudah disiapkan maupun memperlakukan saksi dengan kasar. Jadi, banyak dugaan pelanggaran yang terstruktur, sistematis dan masif,” jelasnya.
Untuk itu, kandidat Yanni – Jemmi bersama koalisi datang ke Bawaslu. Bersamaan datang tim pemenangan dari kandidat nomor urut 3 yang melaporkan pelanggaran – pelanggaran dalam Pilkada Sarmi.
Faisal meminta agar beberapa TPS yang diduga terjadi pelanggaran secara TSM itu, Bawaslu menindaklanjuti dengan cepat.
Bahkan, pihaknya mendesak Bawaslu Sarmi untuk merekomendasikan kepada KPU untuk digelar Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah TPS.
“Untuk saat ini, kami mengajukan 68 TPS untuk dilakukan PSU,” tandasnya.
“Sebenarnya dugaan pelanggaran Pilkada ini, terjadi di seluruh TPS di Kabupaten Sarmi, bukan hanya dalam kota, tapi hingga kampung baik di Pantai Barat, Pantai Timur, Bonggo, Apawer dan lainnya. Itu kejadiannya mirip semua,” sambungnya.
Selain itu, katanya, surat undangan memilih khusus paslon nomor urut 2 dan nomor urut 3 tidak diberi atau dibagi oleh KPPS.
“Dugaan kuat bahwa undangan itu dibagi khusus untuk pendukung dari paslon nomor urut 1, sehingga pada jam 12.00 WIT itu, TPS yang diduga terafiliasi ke mereka sudah ditutup pencoblosannya, karena memastikan bahwa pendukung nomor urut 1 sudah selesai mencoblos, kemudian ditutup dan tidak lagi menerima masyarakat datang mencoblos, padahal waktu masih ada,” paparnya.
Untuk itu, Paslon Yanni – Jemmi bersama tim melaporkan dugaan pelanggaran secara TSM itu ke Bawaslu Sarmi disertai bukti-bukti.
“Kedatangan kami ke Bawaslu itu, tidak ada perjanjian atau kesepakatan dengan tim pemenangan dari paslon nomor urut 3. Ketika kami sampai disana, tim paslon nomor urut 3 juga hadir untuk membuat laporan dugaan pelanggaran Pilkada itu,” tegasnya.
Senada dikatakan Bahar, Ketua Tim Sukses Paslon Bupati Sarmi nomor urut 3 bahwa pihaknya juga sudah melaporkan dugaan pelanggaran Pilkada secara terstruktur, sistematis dan masif itu ke Bawaslu Sarmi.
“Ya, memang ada dugaan kuat terjadi pelanggaran Pilkada secara terstruktur, sistmatis dan massif. Bahkan, ada warga yang memilih dua kali dan ditanya pada saksi dari paslon mana dan dia menyebut bahwa dari paslon DJ. Dan itu ada rekamannya, bahkan ia mengaku sudah dua kali memilih,” ungkapnya.
Selain itu, pelanggaran lainnya, ujar Bahar, penjumlahan kertas suara yang digunakan untuk pemilihan kabupaten dan gubernur itu sangat jauh berbeda.
“Jadi, ini menjadi ganjalan yang harus ditelusuri,” ujarnya.
Yang paling parah, imbuh Bahar, banyak TPS yang dibuka pukul 10.00 WIT lewat alias terlambat, namun ditutup lebih cepat dari yang telah disepakati yakni pukul 12.30 WIT, sudah ditutup semua.
“Jadi, TPS dibuka terlambat dan ditutup lebih cepat dari waktu yang ditentukan. Nah, ini ada indikasi di TPS itu ada kecenderungan mendukung salah satu kandidat, lantaran tidak memberikan ruang bagi pendukung kandidat lainnya untuk menggunakan hak pilihnya,” ungkapnya.
“Ini termasuk keluarga saya yang dianggap pendukung kandidat 03, itu semua tidak mendapatkan undangan memilih. Dan, paling jadi masalah bahwa ada daftar hadir, tapi yang hadir tidak sesuai dengan KTP yang bersangkutan diijinkan mencoblos. Seharusnya, itu disesuaikan KTP dan daftar hadir yang ada, boleh dikata ada indikasi kuat memilih dua kali di TPS-TPS. Itu yang terjadi,” sambungnya.
Untuk itu, imbuh Bahar, Paslon nomor urut 3 mendesak Bawaslu untuk merekomendasikan kepada KPU Kabupaten Sarmi untuk dilakukan PSU.
“Sebenarnya masih banyak pelanggaran lainnya yang terjadi. Jadi, disini bisa diambil kesimpulan telah terjadi pelanggaran Pilkada secara terstruktur, sistematis dan masif. Sebab, 95 persen KPPS itu, terindikasi kuat berafiliasi ke kandidat nomor urut 1. Kalau memang itu dilakukan mereka, maka itu jelas pelanggaran terstruktur, sistematis dan massif untuk memenangkan paslon tertentu,” pungkasnya.
Calon Wakil Bupati Sarmi nomor urut 2 Jemmi Esau Maban mengakui jika sejumlah saksi dari kandidat nomor urut 2 diduga mengalami intimidasi saat menjalankan tugasnya.
“Saksi kami diduga diintimidasi dan dipaksa tandatangan form C1 dan juga ada C1 yang sudah ditandatangani oleh orang lain,” ungkapnya.
Soal undangan, diakui Jemmi, memang ada indikasi tidak diberikan ke pendukung maupun kandidat nomor urut 2, namun mereka memberikan ke pendukung kandidat tertentu.
“Dia juga diperbolehkan contohnya di Distrik Pantai Barat, dia bisa coblos juga di Distrik Pantai Timur dengan menggunakan KTP. Kita punya saksi itu diusir, bahkan diperlakukan kasar dan ada pengakuan warga yang diduga menerima uang Rp 200 ribu yang mereka kasih di beberapa kampung di Distrik Bonggo. Itu videonya ada dan orangnya mengaku itu. Jadi, kita minta Bawaslu segera merekomendasikan kepada KPU untuk melakukan PSU di 68 TPS dan kami minta itu dikawal Bawaslu,” pungkasnya. (bat)