JAYAPURA, Papuaterkini.com – Sejumlah warga penerima manfaat program rehab rumah atau Bantuan Sosial Perumahan Swadaya (BSPS) di Kampung Vietnam, Argapura Laut, Jayapura Selatan, Kota Jayapura, diduga telah diintimidasi oleh tim sukses salah satu pasangan calon tertentu.
Bahkan, mereka diduga memaksa warga penerima manfaat rehab rumah itu untuk memilih paslon tertentu. Lebih parahnya lagi, mereka juga melakukan pembusukan terhadap paslon lain.
Frida Koibur, salah seorang warga Kampung Vietnam, mengatakan, awalnya saat minum kopi di depan rumah Sekretaris RW didatangi 2 orang yang mengaku mencari dirinya.
Lalu, ia mengajak kedua orang itu ke rumahnya dan menanyakan maksud dan tujuan kedatangannya.
“Saya perlu dengan mama soal rehab rumah. Dia bilang bapak JBR bermasalah. Mendengar itu, saya usir pulang, namun orang kedua datang lagi. Namun, saya minta mereka pulang, karena mereka datang sudah jam 23.30 WIT,” katanya.
“Saya tanya tujuan datang untuk apa? Dia bilang begini, ma kemarin ikuti debat kandidat? Saya bilang tidak tahu. Terus mereka bilang mama tahu jika JBR bermasalah? Saya jawab saya tidak ada urusan dan mengusir mereka,” sambungnya.
Oleh warga lain, menanyakan siapa yang menyuruh datang. Mereka mengatakan dari tim dari salah satu kandidat tertentu yang menyuruh datang menemui warga yang menerima bantuan rehab rumah.
Bapak Fonataba sempat menanyakan kenapa tengah malam baru datang ke sini. “Kenapa tidak dari siang, kan ada RT dan RW. Dia bilang bantuan ini (rehab rumah) dari Pak Jokowi, terimanya Rp 50 juta. Saya bilang saya tidak tahu uang Rp 50 juta itu. Saya tahunya terima bantuan rehab rumah,” ujarnya.
Warga lain, Marice Karubaba pun didatangi saat ia bersama suaminya sudah tidur. Kemudian terpaksa bangun menemui mereka.
“Saya kasih bangun suami. Dia bilang begini, aduh bapak mama kami minta maaf kami menganggu, kami dari Dok IX, Hamadi dan Argapura terakhir. Kami datang ini mau sampaikan hal sebenarnya. Bapak ibu minta maaf, JBR ini bermasalah. Jadi, bapak kami datang ini untuk sampaikan malam hari ini besok kalau bapak jadi saksi, polisi jemput ditempat. Jika bapak jadi pelapor, itu aman saja,” ujarnya menirukan.
Bahkan, mereka menyarankannya ketika menjadi saksi, harus bicara seperti yang mereka inginkan. “Lebih bagusnya bapak jadi pelapor, daripada jadi saksi. Kalau saksi, polisi akan jemput ditempat. Terus mereka pulang,” katanya.
Warga lainnya, Mama Wanggai juga didatangi mereka dan meminta untuk menjadi saksi atau pelapor.
Salmon Pitowin mengatakan, jika mereka datang hari pertama pukul 16.00 WIT. Mereka mengaku dari tim diutus menemuinya dan meminta agar ia menghadap ke KPU, sehingga ia pun menjadi bingung.
“Mereka bilang datang ini, bapak harus siap melapor diri. Saya tanya, masalah apa? dia bilang ini masalah rehab rumah dan meminta saya untuk lapor ke KPU supaya bapak aman. Jika bapak tidak pergi lapor, dong datang jemput,” katanya.
Namun, malam harinya, mereka datang lagi menemuinya. Mereka kembali menyampaikan agar besok pagi untuk melapor ke KPU dan mereka siap menjemput.
“Tapi saya bilang jika saya kesana, maka semua orang dia Hamadi ini harus ikut, karena ada 33 orang yang menerima bantuan rehab rumah yang sudah jadi semua. Jika mereka tidak jalan, saya juga tidak jalan,” jelasnya.
Sehari kemudian, mereka datang lagi mengaku membawa bus menjemputnya. “Mereka pakai bus. Mereka panggil, saya keluar. Sekarang juga bapak ikut kita, karena kita pakai bus. Saya keluar ke bis, saya lihat orang-orang didalam bus, tapi tidak ada orang di kompleks Hamadi didalam bus,” ungkapnya.
Ia meminta untuk menunggu, karena hendak melapor kepada tim kerja rehab rumah, baru bisa ikut.
“Namun, mereka bilang harus ikut hari ini. Jika tidak, polisi datang jemput saya, bapak punya rumah akan dibongkar. Mereka kasih tahu ke saya, tapi saya diam saja dan langsung cari tim kerja rehab rumah dan tim kerja minta saya tidak pergi bersama mereka, lalu mengejar mereka dan ternyata sudah kabur,” jelasnya.
Ditambahkan, saat mendapatkan bantuan rumah ini, mendapatkan informasi dari tim JBR yang turun mendata, kemudian mengikuti sosialisasi dari tim kerja dan pegawai Kementerian PUPR.
“Saya bingung juga. Dua orang perempuan itu bilang saya harus segera lapor KPU. Jika saya tidak segera lapor, besok ada anggota polisi yang jemput bapak. Padahal, saya dapat bantuan rehab rumah saja yang kita kerja,” imbuhnya.
Warga lainnya, Septinus Karubaba mengatakan jika mereka mengaku sebagai tim pemantau, namun ia menanyakan lantaran datang tengah malam.
“Ini sudah setengah dua belas, bikin apa? Dong bilang ini JBR ada masalah. Saya bilang jika JBR ada masalah, itu urusan RT dan RW. Saya tanya begitu, mereka takut dan jalan terus. Ada suadara perempuan langsung berteriak katanya JBR ada masalah, sehingga warga lain keluar semua dan ribut mereka,” katanya.
Selanjutnya, Ketua RW mengejar mereka untuk menanyakan alasan mereka datang tengah malam dan memberitahu kepada warga penerima bantaun rehab rumah bahwa JBR bermasalah.
“Memang malam itu saya usir mereka pulang, karena sudah tengah malam. Sampai polisi datang, mereka mengaku kita serang dorang, padahal tidak,” imbuhnya.
Ketua RW 003 Kampung Vietnam, J Karubaba menjelaskan kejadian itu. “Jadi, waktu mereka datang, saya duduk di atas lantai dua memantau mereka. Kalau mereka datang silaturahmi, saya tidak masalah. Setelah mereka bertemu mama Putih di depan rumah saya, mereka pergi dan ada tim baru lagi datang, yakni 1 laki-laki dan 3 perempuan,” katanya.
Tidak lama, warga datang melaporkan jika mereka datang diduga menghasut dan mengintimidasi warga penerima bantuan rehab rumah.
“Mereka mengangkat nama paslon. Nah, itu berarti paslon lain yang menyuruh mereka menyusup masuk. Saya kenal salah satunya berinisial MW tinggal di Hamadi,” ujarnya.
“Saya marah dia dan tempeleng, karena masuk di sini tengah malam,” sambungnya.
“Saya tanya siapa yang suruh. Mereka mengaku disuru tim dari paslon nomor 3 dan ada warga mengenali mereka.Masyarakat tahu memilih pemimpin. Mereka liat bukti, bukan janji. Masyarakat sudah pintar, tidak boleh datang menghasut masyarakat,” ujarnya.
Ia mengaku sudah menampar salah satu orang yang datang itu. Sebab, pihaknya tidak ingin mereka menghasut warga, apalagi mereka disuruh oleh paslon tertentu.
“Apalagi, mereka bilang dana rehab rumah Rp 50 juta. Itu tidak boleh menyebar isu seperti itu. Masyarakat disini itu, mau terima manfaat apa, itu urusan dia,” pungkasnya.
Akibat kejadian itu, sempat membuat ribut hingga polisi datang ke Kampung Vietnam. “Pak polisi bilang mereka lapor bahwa kita keroyok mereka. Saya bilang ada sebab, ada akibat. Jadi, marah disitu, terus saya tampar biar dia perempuan,” imbuhnya.
Sekretaris RW 003 Kampung Vietnam, Hendrik Waromi menambahkan peristiwa yang terjadi dua hari lalu, jika mereka yang mengaku tim pencari fakta itu datang dengan niat baik, pasti warga akan menerima mereka dengan baik.
“Namun, mereka datang tengah malam. Itu berarti ada apa dibalik itu?,” katanya.
Dikatakan, mereka mengecek warga yang menerima manfaat bantuan rehab rumah. “Mereka menyampaikan bahwa ini bagian dari penipuan yang dilakukan oleh bapak JBR. Karena dana yang dialokasikan untuk rehab rumah itu Rp 50 juta, bukan Rp 23,5 juta. Itu dana dialokasikan oleh Kementerian PUPR, bukan dananya pak JBR,” jelasnya.
Namun, kedatangan tim itu dianggap tidak masuk akal, sehingga warga mengambil langkah menghalangi mereka dan mereka ketakutan.
“Mereka datang ini dengan tujuan kurang bagus, mungkin ada salah satu paslon memerintahkan mereka. Kalau mereka punya niat baik, pak RW panggil untuk datang, tapi mereka lari, sehingga dikejar,” jelasnya.
Dari informasi yang diterimanya, mereka meminta warga penerima rehab rumah untuk memilih paslon tertentu dan terindikasi ingin menjatuhkan kandidat lain terutama JBR. Bahkan, mereka menyebar isu bahwa JBR penipu dan mengarahkan memilih kandidat tertentu.
“Atas dasar apa mereka menghasut masyarakat untuk memilih kandidat tertentu. Kami disini siap menerima paslon siapa saja yang akan masuk, nanti pada 27 November, pilihan sesuai hati nurani,” ujarnya.
Ia meminta agar Gakkumdu dan Bawaslu menindaklanjuti kejadian di Kampung Vietnam lantaran sudah melakukan black campaign.
“Ini sudah ada buktinya dan masyarakat merekam kejadian itu. Saya minta Gakkumdu dan Bawaslu menindaklanjuti kejadian ini,” pungkasnya.(bat)