JAYAPURA, Papuaterkini.com – Pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Tolikara baik untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Pegunungan dan Bupati Tolikara periode 2024 – 2029 diduga penuh dengan intimidasi dan kecurangan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif alias TSM.
Dugaan kuat intimidasi dan kecurangan itu, untuk memenangkan pasangan calon Bupati tertentu dan paslon calon Gubernur tertentu.
Seperti diungkapkan salah satu Tim Sukses Paslon Bupati di Tolikara, bahwa pada Pilkada di Tolikara pada 27 November 2024, dari 46 distrik setiap kotak suara tidak dibawa keluar ke TPS, baik itu untuk pemilihan bupati dan pemilihan gubernur, termasuk di Distrik Karubaga.
“Itu termasuk Distrik Karubaga pada 27 November 2024 itu tidak melakukan pemilihan di setiap TPS. Dan, di kelurahan satu itu suara gubernur itu tidak dikeluarkan surat suaranya. Saya sendiri pergi pemilihan di Kelurahan satu, termasuk calon gubernur JT melakukan pemilihan disitu, tapi yang ada kertas suara untuk calon bupati saja, itu yang terjadi,” katanya yang enggan dicantumkan namanya ini, apalagi situasi di Tolikara tidak aman baginya.
Bahkan, di setiap distrik untuk pemilihan gubernur itu, menurutnya, sepertinya sudah terorganisir dengan baik dan diduga dilakukan oleh para kepala kampung dan kepala distrik, mereka yang lakukan dan diduga dengan intimidasi mereka mempertahankan suara itu untuk Jhon Tabo – Ones Pahabol.
“Begitu pun saat rekap suara juga di KPU, itu saksi-saksi kita banyak yang ditolak, diusir dandiintimidasi. Disampaikan bahwa itu pencuri yang masuk. Salah satunya di Distrik Kuari, perolehan suara Befa – Natan itu 5.006, tapi saat rekap di dalam suara itu hilang dan saksi kita juga diancam dan dikejar, sampai malam hari terjadi deadlock,” ungkapnya.
“Jadi, disini terjadi itu semua sasaran utama itu dikejar untuk suara gubernur dan untuk suara bupati itu tidak dipersoalkan,” sambungnya.
Bahkan, dugaan intimidasi itu bukan hanya dialami oleh saksi, tetapi juga paslon maupun tim. Tidak hanya melakukan intimidasi, diduga mereka melakukan pemalangan jalan untuk menghalangi saksi saat pleno KPU di Karubaga.
“Jadi, kita lihat disini saat pleno di Karubaga, setiap mata jalan dan antar distrik itu dilakukan pemalangan, jadi mobil untuk saksi itu dari calon lain, lewat itu mereka langsung kasih lempar dan kasih hancur. Dan pemalangan itu dilakukan secara terstruktur, masif dan sistematis diduga dibawah perintah Pj Bupati,” ungkapnya.
“Hal itu sangat terlihat sekali, Pj Bupati dan Kapolres diduga kerja keras untuk mengamankan Calon Bupati Tolikara Willem Wandik dan Calon Gubernur Papua Pegunungan Jhon Tabo – Ones Pahabol. Dan, itu yang dilakukan dan dugaan intimidasi ke semua calon lain,” sambungnya.
Ia pun mengakui telah memiliki sejumlah alat bukti seperti mobil yang dilempari atau dirusak milik calon bupati nomor urut 1, calon nomor urut 2, termasuk calon nomor urut 3 mobilnya juga dirusak, benar-benar terintimidasi yang diduga dilakukan oleh tim paslon nomor urut 4.
“Itu yang terjadi di Tolikara, maka pleno di Kabupaten Tolikara penuh dengan tekanan. Apalagi, jika satu distrik saja memplenokan dan suara untuk Befa – Natan itu sudah terjadi perang disini. Sampai hari ini, tekanan dan kejahatan politik ini sangat luar biasa, demokrasi tidak berjalan. Padahal, Tolikara ini usia kabupaten sudah 20 tahun lebih dibandingkan daerah lain, tapi dugaan kecurangan Pilkada secara terstruktur, sistematis dan masif diduga melibatkan baik Pj Bupati dan Kapolres, bahkan OPD, kepala distrik dan kepala kampung. Itu yang dilakukan mengatasnamakan rakyat,” paparnya.
Ia berharap Kapolres tidak terkesan berpihak kepada paslon tertentu. Sebab, sejumlah kejadian dugaan intimidasi terhadap saksi maupun tim paslon lain itu, seolah-olah tidak ada aparat keamanan.
Selain melakukan pemalangan jalan untuk menghambat para saksi, katanya, sampai saat ini KPU juga dikepung dan ditekan untuk memenangkan paslon tertentu, baik bupati maupun gubernur.
Bahkan, komisioner KPU Tolikara tidak bisa keluar dan tadi malam mereka tidur di aula ruang pleno KPU. Ia berharap hal ini perlu dilihat oleh media, Kapolda Papua maupun Gubernur Papua Pegunungan atas kejadian dugaan intimidasi dan kejahatan demokrasi yang terjadi di Tolikara ini.
“Pada awalnya dari 3 paslon bupati meminta pleno ke luar daerah, tapi hal ini tidak dilakukan. Bahkan, sudah turun surat dari KPU RI untuk pemindahan tempat pleno, tapi ini tidak dilakukan,” pungkasnya. (bat)