Tiga Komisioner KPU Tolikara Bantah Hanguskan Suara 6 Distrik

Foto dari kiri: Kities Wenda Devisi SDM KPU Tolikara, Lutius Kogoya Ketua KPU Tolikara dan Yunius Wonda Devisi Teknis KPU Tolikara.
banner 120x600

JAYAPURA, Papuaterkini.com – KPU Kabupaten Tolikara mengklarifikasi berita acara di 6 Distrik yang belum rekap atau disirekap.

“Saya Lutius Kogoya selalu Ketua KPU Tolikara, Yunius Wonda selaku Devisi Teknis KPU Tolikara dan Kities Wenda selaku Devisi SDM KPU Tolikara tidak mengetahui rapat pleno untuk suara 6 Distrik dihanguskan,” kata tiga komisioner KPU Tolikara dalam pers release, 25 Januari 2025.

“Apalagi, Bawaslu dan saksi-saksi paslon pada tanggal 16 Desember 2024 di Aula Kantor KPU Provins Papua Pegunungan tidak ada kesepakatan untuk suara 6 Distrik dihanguskan atau suara tidak sah, lalu berita acara itu baru tandatangan pada tanggal 22 Januari 2025 di Kantor KPU RI pada saat konsultasi Tim Kuasa Hukum kami,” sambungnya.

Menurutnya, saat pihaknya dipanggil dari Kabupaten Tolikara masuk di kantor KPU RI, waktunya mendesak dan singkat, lalu salah satu komisioner dan operator bawa surat untuk tandatangan, itupun lampiran depan bagian isi surat dilipat dan kasih bagian tandatangan saja, sehingga 2 komisioner  tidak mengetahui isi surat itu.

Pihaknya menegaskan bahwa tidak ada kesepakatan suara 6 Distrik dihanguskan, karena pihaknya tidak pernah rapat pleno kesepakatan atau mufakat suara 6 Distrik hangus atau suara tidak sah.

Untuk itu, lanjutnya, dengan pertanyaan berita acara nomor 505/PL.02.6-BA/9504/2024 tentang Penetapan Perolehan Hasil pada Distrik Kembu, Distrik Nunggawi, Distrik Wugi, Distrik Aweku, Distrik Airgaram dan Distrik Yuneri pada pemilihan bupati dan wakil bupati Tolikara 2024 yang ditandatangani oleh komisioner KPU Kabupaten Tolikara pada tanggal 16 Desember 2024 pukul 23:55 WIT, terjadi di kantor KPU Provinsi Papua Pegunungan tidak pernah ada kesepakatan untuk memasukkan dalam Sirekap 37.233 suara sebagai suara tidak sah.

“Maka berita acara yang tandatangani oleh teman-teman komisioner, secara pribadi saya tidak menyetujui dan tidak tandatangani berdasarkan peraturan Negara Republik ini,” tandasnya.

Sebab, menurutnya, warga Negara memberikan suara merupakan hak dasar setiap individu atau warga Negara yang harus dijamin pemenuhannya oleh Negara hak pilih merupakan hak fundamental yang dimiliki setiap warga Negara yang memenuhi syarat untuk berpasitifasi dalam pemilihan umum atau pemilukada.

Ditambahkan, seharusnya pilkada tahun 2024 yang baru saja berlalu dengan mengunakan hak pilih warga Negara memiliki kesempatan untuk memilih pemimpin baik bupati walikota Gubernur dan seterusnya ketentuan ini dengan tegas aturan dalam sejumlah pasal telah ditetapkan dalam UUD 1945 hak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya.

Apalagi, imbuhnya, dalam pasal 28 C ayat 2 bahwa hak warga Negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan maupun tulisan yang pada intinya warga Negara harus memenuhi segala bentuk hak azasi setiap warga Negara khususnya mengenai hak pilih setiap warga Negara dalam pemilihan atau dalam pemilu dan peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *