Capacity Building BI, Wartawan Harus Lincah di Era Multi Platform dan AI

Redaktur Pelaksana Detik.com, Angga Aliya Firdaus,menyampaikan materi dalam kegiatan Capacity Building Wartawan Papua yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Papua di Jakarta, Kamis (9/10/2025).
banner 120x600

JAKARTA, Papuaterkini.com — Perubahan zaman yang dipicu oleh kemajuan teknologi telah mengubah cara manusia hidup, bekerja, dan berkomunikasi, termasuk dalam dunia media massa. Media cetak seperti koran, majalah, dan tabloid kini kehilangan dominasi seiring munculnya berbagai platform digital yang memungkinkan masyarakat mengakses informasi dengan cepat.

Kondisi ini menjadi tantangan bagi pekerja media di tengah banjir informasi dan menurunnya kepercayaan publik (era distrust). Evolusi media cetak menuju media daring (siber) pun belum sepenuhnya cukup, mengingat persaingan dengan berbagai platform media sosial yang semakin kuat.

Hal tersebut diungkapkan Redaktur Pelaksana Detik.com, Angga Aliya Firdaus, dalam kegiatan Capacity Building Wartawan Papua yang diselenggarakan oleh Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Papua di Jakarta, Kamis (9/10/2025).

“Dulu media yang memberi tahu, sekarang audiens yang memilih. Semua media harus eksis di multi platform karena telah terjadi perubahan ekosistem produksi dan konsumsi informasi. Website, YouTube, Instagram, dan TikTok bisa dimanfaatkan untuk menyebarkan berita,” jelas Angga.

Ia menuturkan, redaksi kini bekerja secara terintegrasi lintas desk dan format, mulai dari teks, visual, video pendek hingga siaran langsung (live streaming). Menurutnya, redaksi harus memahami perilaku audiens melalui alat seperti Google Trends dan real-time analytics agar mampu menyajikan berita sesuai kebutuhan publik.

AI dan OSINT: Dua Kekuatan Baru Jurnalisme Modern

Dalam lanskap informasi yang terus berkembang, jurnalisme kini memasuki era baru yang ditandai oleh transformasi digital dan ledakan data. Dua kekuatan besar yang kini merevolusi cara kerja jurnalis adalah Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence/AI) dan Open Source Intelligence (OSINT).

“AI dan OSINT membantu jurnalis melakukan verifikasi fakta lebih cepat dan akurat, serta memperluas cakupan liputan dan investigasi,” ujar Angga.

Ia menjelaskan, AI kini terlibat dalam berbagai tahap produksi berita, mulai dari pembuatan naskah, penyuntingan, hingga penyajian. Namun, penggunaan teknologi tersebut harus tetap mempertimbangkan etika jurnalisme, seperti menjaga kebenaran, transparansi, akuntabilitas, privasi data, dan integritas manusia dalam proses jurnalistik.

Selain itu, Angga memperkenalkan sejumlah alat (tools) OSINT dan AI yang dapat membantu jurnalis dalam riset dan verifikasi, di antaranya:

  • GPS Visualizer (pemetaan lokasi),
  • Social Blade (analisis media sosial),
  • YouTube Metadata Analyzer,
  • Hoaxy (pelacakan sebaran hoaks), dan
  • Satelites.pro (pemantauan lokasi berbasis peta satelit).

Menurut Angga, kemampuan memanfaatkan teknologi digital dan AI bukan hanya tuntutan, tetapi juga peluang untuk menghadirkan jurnalisme yang lebih kredibel, mendalam, dan relevan dengan zaman. (bat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *