Mahasiswa Papua di Luar Negeri Mengeluh, Komisi V DPR Papua Segera Panggil BPSDM  

Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihayah didampingi Anggota Komisi V, Natan Pahabol menerima aspirasi dari anak-anak Papua yang kuliah di sejumlah negara studi, Senin, 23 April 2021.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com –  Sejumlah mahasiswa yang dikirim ke sejumlah negara untuk melanjutkan mengalami sejumlah kendala dan permasalahan. Mereka mengadukan sejumlah masalah itu ke Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihayah didampingi Anggota Komisi V DPR Papua, Natan Pahabol dan Deki Nawipa, Senin, 23 Agustus 2021.

Kadir Yelipele, yang menerima beasiswa BPSDM Provinsi Papua mengaku mendatangi Komisi V DPR Papua untuk menyampaikan keluhan beberapa mahasiswa dari beberapa negara.

Salah satunya, kata Kadir Yelipele, yakni pemerintah tidak membiayai dengan baik, dari masing-masing jurusan yang ada di kota studi yang ada di sejumlah negara seperti Amerika, Kanada, Philipina, New Zealand, Ruzia dan lainnya.

“Kami terkendala masalah biaya. Yang saya alami sendiri, saya tidak diberi jadwal untuk terbang ke Philipina dengan alasan pemerintah tidak bayarkan atau jadwal tidak dirilis untuk terbang,” kata Kadir Yelipele.

Akibatnya, ungkap Kadir Yelipele, ia akhirnya dipulangkan ke Indonesia sehingga tidak bisa melanjutkan kuliah lagi sampai saat ini.

“Jadi, tidak diteruskan. Artinya, kami ditelantarkan dari tahun 2015 sampai 2021. Hal yang sama dialami oleh teman-teman saya di beberapa negara, diantaranya Kanada, Rusia, Philipina, Australi, New Zealand, Amerika dan lainnya,” ungkapnya.

Akibatnya, lanjut Kadir, ia bersama dengan sejumlah temannya tidak bisa melanjutkan kuliah lagi akibat tidak ada dukungan biaya dari pemerintah.

Padahal, kata Kadir, SK atau kontraknya dengan BPSDM Provinsi Papua masih aktif. “Biasanya dikontrak dalam lima tahun sekali keberangkatan. Setelah diberangkatkan, tidak dibiayai. Padahal, kontraknya atau dananya sedang berjalan, tapi orang-orangnya tidak kuliah alias ditelantarkan,” ujarnya.

Yang jelas, Kadir bersama dengan rekan-rekannya tidak mengetahui secara pasti penyebabnya. Padahal, pihaknya sudah menanyakan hal itu kepada BPSDM Provinsi Papua, namun tidak ada respon.

“Ini kami yang ditelantarkan, sangat banyak sekali. Di Papua ini mungkin sudah mencapai 100 sampai 200 orang ada. Kami sudah menanyakan ke BPSDM, tapi alasannya kalian tidak punya hak lagi, dana Otsus sudah habis dan sering disampaikan gubernur tidak lagi pengiriman mahasiswa keluar negeri, sementara kami bukan dikirim, tapi kami sudah ingin kuliah, karena SK sudah ada, tinggal dikasih jalan,” paparnya.

Edius Kogoya, alumni mahasiswa dari Rusia menilai ada kegagalan dari BPSDM Provinsi Papua dalam program pengiriman mahasiswa Papua ke sejumlah perguruan tinggi di luar negeri ini.

“Mereka sudah terima, tapi tidak lihat ke lapangan dan evaluasi dengan baik terhadap mahasiswa yang dikirim ke luar negeri, namun kemudian menerima lagi sehingga masalah bertumpuk terus,” katanya.

Selain itu, ujar Edius Kogoya, SK untuk sejumlah anak-anak Papua yang akan dikirim kuliah di luar negeri, sampai sekarang belum jelas, terutama pembiayaan mereka.

“Jadi, BPSDM suka – suka, mereka kirim berapa, karena anak-anak ini tidak bisa nuntut. Mereka tidak tahu berapa yang harus dibiayai. BPSDM juga membiayai kuliah, namun tidak membiayai penelitian mahasiswa,” paparnya.

Untuk pengiriman mahasiswa keluar negeri, Edius Kogoya berharap BPSDM melibatkan alumni, tidak melibatkan pihak ketiga.

“Banyak alumni yang mengerti system di masing-masing negara, tapi BPSDM tidak mengerti. Seperti di Rusia, Bahasa Rusia yang dipakai, tidak menggunakan Bahasa luar. Akhirnya kami yang datang menjelaskan,” ungkapnya.

Bahkan, Edius Kogoya berharap orang-orang yang mengurusi pengiriman anak-anak Papua kuliah ke luar negeri, harus dirubah, yang mengerti system pendidikan di luar negeri.

“Ini bukan orang – orang pendidikan yang mengurus pengiriman mahasiswa  keluar negeri, maka harus dirubah. Karena pendidikan sangat penting dan harus bekerjasama dengan alumni agar berjalan dengan baik,” pungkasnya.

Ketika menfasilitasi sejumlah mahasiswa Papua di luar negeri ini, Ketua GMKI Cabang Jayapura, Opinus Sogoneap mengaku prehatin dengan kondisi yang dialami mereka.

“Kami prehatin dengan mereka yang nasibnya terkatung-katung, karena biayanya tidak jelas dari BPSDM Provinsi Papua sehingga kami fasilitasi mereka bertemu Komisi V DPR Papua dengan tujuan supaya ada solusi nasib mereka,” katanya.

Opinus berharap agar ada pembenahan secara optimal dalam pengiriman anak-anak Papua untuk kuliah di luar negeri tersebut, agar mereka dapat kuliah dengan baik dan kembali ke Papua untuk membangun daerah ini.

Sebab, kata Opinus untuk membangun Papua ini, tidak ada acara lain, kecuali melalui pendidikan atau SDM.  “SDM ini sangat diperlukan sekali. Apalagi, teman-teman yang kuliah di luar negeri itu, pasti punya ilmu yang tidak ada di Indonesia atau Papua khususnya, sehingga ketika datang bisa bersama-sama berkolaborasi membangun Papua,” ujarnya.

Untuk itu, Opinus berharap BPSDM Provinsi Papua harus transparan dalam membiayai anak-anak Papua yang kuliah di luar negeri, agar mereka kembali membangun Tanah Papua.

“Kami harap pemerintah jangan bermain-main dalam membiayai pendidikan ini. Karena jika pemerintah bermain-main, ke depan siapa yang akan membangun daerah ini? Kami harap BPSDM jangan bermain-main membiayai anak-anak Papua yang kuliah di luar negeri,” imbuhnya.

Menanggapi hal itu, Sekretaris Komisi V DPR Papua, Fauzun Nihayah menegaskan jika dari awal pihaknya menekankan agar evaluasi dan memperbaiki managemen BPSDM Provinsi Papua ini, wajib hukumnya.

“Sebab, pengaduan yang ada, terkait anak-anak yang studi di luar dan beasiswa mereka terlambat dikirim, mereka juga merasa tidak ada control dari BPSDM,” katanya.

Untuk itu, Fauzun Nihayah mengharapkan harus ada kontrol yang jelas dari BPSDM Provinsi Papua ke perguruan tinggi di sejumlah negara studi. Sebab, jika tidak diikuti dengan managemen yang baik, tentu akan menjadi sebuah mimpi dan membuang uang saja.

“Harapan besar kita adalah pendidikan menjadi salah satu hal yang urgent untuk membangun SDM Papua, tapi managemen BPSDM sendiri masih jauh dari harapan kita. Grand desain yang ada harus jelas, artinya kalau ini adalah beasiswa affirmasi, tentu harus ada evaluasi sejauhmana betul-betul bermanfaat, anak-anak seperti apa yang dirasakan dan penggunaan anggaran harus jelas,” tandasnya.

Apalagi, kata Fauzun Nihayah, berdasarkan audit BPK RI pada tahun 2020 bahwa ada temuan terhadap BPSDM Provinsi Papua sebesar Rp 2,6 miliar ternyata tidak tepat sasaran. Sebab, berdasarkan penelusuran BPK bahwa pada periode tahun anggaran 2020 terdapat 237 penerima beasiswa affirmasi tidak lagi berstatus sebagai mahaiswa aktif, namun tetap menerima biaya hidup bulanan.

“Tadi juga disampaikan perwakilan mahasiswa kita dari Philipina, beberapa temannya sudah tidak lagi kuliah, ternyata masih jalan biaya hidup mereka. Ini kan satu hal yang aneh, artinya tidak ada evaluasi dari BPSDM untuk mengecek sejauhmana anak-anak Papua yang ada di negara studi,” ungkapnya.

Fauzun Nihayah meminta BPSDM Provinsi Papua harus memiliki kapasitas atau sumber daya manusia kepegawaian yang harus paham kondisi di negara studi, sehingga mereka bisa menjembatani ketika ada persoalan.

“Seperti kasus tadi di Rusia, mungkin menggunakan Bahasa Rusia ketika anak-anak ada masalah di kampusnya, tapi tidak direspon oleh BPSDM. Ini kan satu hal yang sangat kita sesalkan, sehingga BPSDM harus membenahi di internal mereka,” imbuhnya.

Senada dikatakan Natan Pahabol, Anggota Komisi V DPR Papua bahwa pihaknya mengakui ada sejumlah permasalahan yang dialami oleh mahasiswa Papua di luar negeri, baik masalah keuangan, komunikasi dan lainnya.

“Belum ada evaluasi total yang dilakukan oleh BPSDM Provinsi Papua terhadap pengiriman anak-anak Papua ke luar negeri. Kita dapat informasi dari mereka yang cukup menyedihkan, terkait dengan maksud baik Gubernur dalam investasi masa depan Papua ini, itu sudah bagus sehingga kami beri apresiasi,” ujarnya.

Hanya saja, kata Natan, BPSDM Provinsi Papua yang menyelenggarakan perlu meningkatkan managemen mereka secara internal.

Yang jelas, Natan menambahkan, jika pihaknya akan menyampaikan kepada pimpinan Komisi V DPR Papua untuk menindaklanjuti keluhan mahasiswa Papua di luar negeri ini.

“Kita akan menjadwalkan untuk mengundang BPSDM Provinsi Papua maupun anak-anak yang mengeluh, untuk diskusi bersama dalam menyelesaikan masalah dan mencari solusi yang baik,” ujarnya.

Natan meminta BPSDM Provinsi Papua juga harus transparan menjelaskan program pengiriman anak-anak Papua kuliah di luar negeri itu, baik jumlahnya, anggarannya, yang lulus, tidak selesai dan lainnya.

“Berapa yang selesai dan mereka bekerja dimana saja? Berapa yang masih nganggur? Berapa yang gagal, alasannya apa, harus jelas. Berapa lagi yang mau dikirim? Berapa anggaran yang sudah habis, itu harus jelas juga. Pak Kepala BPSDM siapkan data dan presentasikan karena kami akan undang dalam waktu dekat ini,” tandasnya.

Sebab, imbuh Natan, jika hal itu tidak disampaikan secara transparan, maka Komisi V DPR Papua bisa mempertimbangkan agar tidak usah lagi mengirim anak-anak Papua kuliah ke luar negeri.

Anggota Komisi V DPR Papua, Deki Nawipa meminta agar BPSDM Provinsi Papua melibatkan Komisi V DPR Papua dalam pengawasan terhadap program pengiriman anak-anak Papua kuliah di luar negeri tersebut.

“Kami ingatkan kalian melakukan kunjungan ke negara-negara studi, itu harus ada keterlibatan dari Komisi V DPR Papua, sebagia fungsi control, tapi tidak pernah ada tanggapan, akhirnya ketemu masalah ini. Mahasiswa yang ada di luar negeri mereka datang mengeluh,” tegasnya.

Padahal, kata Deki Nawipa, dana Otsus masih berlanjut, sehingga mestinya tidak ada permasalahan yang dialami anak-anak Papua yang kuliah di luar negeri itu.

“Itu perlu koreksi bagaimana jika kekurangan anggaran atau managemennya, tapi memang kami pada prinsipnya sudah mengingatkan agar melibatkan anggota dewan, agar pengiriman anak-anak Papua kuliah di luar negeri itu berjalan dengan baik,” tandasnya.

Untuk itu, tegas Deki Nawipa, Komisi V DPR Papua memberikan catatan khusus kepada Kepala BPSDM Provinsi Papua.

“Kenapa dinas – dinas atau OPD lain hari ini gubernur ganti, harus ada catatan. Bila perlu Kepala BPSDM harus diganti, tidak bisa kita tunggu – tunggu, karena ini menyangkut SDM Papua. Jika memang kinerjanya BPSDM dinilai sudah tidak benar, faktanya ada mahasiswa datang mengadu ke kita, lebih bagus ada catatan dan ganti langsung,” pungkasnya. (bat)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *