Satu Persepsi, DPR Papua dan MRP Akan Tarik RUU Otsus Plus

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE didampingi Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize, SS dan Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH serta Ketua MRP, Thimotius Murib dalam Rapat Kerja Pansus Otsus DPR Papua di Swiss-Belhotel Papua, Jumat, 24 Juli 2020.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua telah sepakat dan satu persepsi terkait revisi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus).

Bahkan, MRP dan DPR Papua akan ke Jakarta untuk menarik kembali Rancangan Undang – Undang Otonomi Khusus Plus (RUU Otsus Plus) sampai pada draft ke 14.

“Hari ini, kita satukan persepsi dalam waktu dekat, MRP dan DPR Papua akan berangkat ke Jakarta untuk menarik kembali RUU Otsus Plus sampai pada draft ke 14 yang tidak pernah dikontrol oleh rakyat Papua melalui MRP dan DPR Papua, tapi hari ini dipaksakan oleh pemerintah pusat untuk masuk prolegnas DPR RI,” kata Ketua MRP, Thimotius Murib usai menghadiri Rapat Kerja Panitia Khusus Otonomi Khusus (Pansus Otsus) DPR Papua di Swiss-Belhotel Papua, Jumat, 24 Juli 2020.

Menurutnya, RUU Otsus Plus itu harus ditarik kembali, karena belum dikontrol rakyat Papua. Jangan sampai terjadi perubahan pada pasal-pasal yang ada pada RUU Otsus Plus itu.

“Ini harus ditarik kembali, karena belum dikontrol. Jangan – jangan dari sekian pasal yang kita upayakan, terjadi perubahan-perubahan, karena kita belum pernah membaca draft berikut setelah berjalan hampir 7 tahun ini,” tandasnya.

“RUU Otsus Plus itu sudah almarhum. Itu sudah basi. Tidak usah bicara itu. Hari ini dikembalikan kepada rakyat, kita lakukan rapat dengar pendapat untuk mendapatkan penilaian oleh rakyat selama 20 tahun implementasi UU Otsus,” sambungnya.

Untuk itu, lanjut Thimotius Murib, dalam rangka menghimpun semua aspirasi itu, MRP sudah melakukan langkah-langkah melalui tim yang telah dibentuk dan melalui pokja – pokja, dimana dalam waktu dekat ini, tim akan melakukan kegiatan-kegiatan untuk menghimpun semua aspirasi dari semua komponen masyarakat orang asli Papua.

Dalam kesempatan ini, Ketua MRP Thimotius Murib meluruskan terkait kejadian seminggu lalu, dimana melalui pokja – pokja MRP menjaring aspirasi di Kabupate Sarmi, Keerom, Jayapura dan Kota Jayapura.

“Seketika itu, ada pokja yang ditolak oleh mahasiswa. Saya mau meluruskan, saya pikir mereka tidak menolak MRP, tapi mungkin mereka terkejut, ketika MRP  begitu turun dengan kuisioner atua pertanyaan-pertanyaan tanpa ada penjelasan atau sosialisasi lebih awal, sehingga masyarakat dan mahasiswa menolak,” jelasnya dalam rapat kerja yang dihadiri Ketua Pansus Otsus DPR Papua, Thomas Sondegau, ST dan seluruh Anggota MRP ini.

Thimotius Murib menegaskan, jika MRP diamanatkan Undang-Undang untuk menghimpun aspirasi. Ketika MRP melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP), tentu terbatas orangnya, sehingga MRP akan menghimpun semua komponen masyarakat, organisasi-organisasi agama, perempuan, pemuda, KNPI, Karangtaruna, AMPI, Cipayung, KNPB, TPN-OPM, semua akan diberikan kuisioner-kuisioner dari empat bidang prioritas Otsus selama ini yang dibiayai oleh dana Otsus, yakni pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan ekonomi kerakyatan yang sudah masuk dalam kuisioner atau pertanyaan itu.

“Untuk itu, masyarakat orang asli Papua ingin menyampaikan aspirasi, ya baca pertanyaan atau kuisioner dari empat bidang prioritas Otsus itu.  Berhasil atau tidak? Tidak ya tidak, ya kalau berhasil ya jawab berhasil. Jadi, kita harus menyampaikan secara santun, secara ilmiah dan ada harus ada data. Kalau tolak, ya harus ada data,” paparnya.

Thimotius Murib mengatakan, jika pihaknya meminta kepada masyarakat orang asli Papua, ketika kita bicara Otsus itu gagal, harus ada datanya.

“Kalau bilang gagal, harus ada datanya.  Mana data kita? Gagalnya seperti apa? Apa – apa yang gagal? Jadi harus ditunjukkan dengan data,” katanya.

Dikatakan, Presiden Jokowi dengan semangat Nawacita ingin membangun Papua dengan dibuktikan bolak-balik ke Papua, namun  untuk mengukur keberhasilan pembangunan itu, maka harus memakai data.

Diakui, MRP telah membentuk empat tim besar yang terdiri dari empat bidang prioritas yang melibatkan akademisi perguruan tinggi negeri dan swasta di Papua, bahkan hal ini telah digodok.

Selain itu, terkait pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) di Papua, Thimotius Murib mengatakan, pelanggaran HAM yang terjadi di Papua sejak pemberian Otsus tahun 2001 sampai dengan tahun 2020.

“Kira – kira pelanggaran HAM itu ada atau tidak? Ada pembunuhan-pembunuhan tidak? Sebelum Otsus dan sesudah Otsus itu sama atau berbeda? Terus Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) kenapa tidak dibentuk? Kami juga MRP mulai pasal 1 sampai pasal 99 UU Otsus, kami sisir. Pasal 1 perlu peraturan pemerintah atau tidak, perlu perdasi-perdasus tidak, atau ada kebijakan pemerintah daerah terkait pasal 1 misalnya,” paparnya lagi.

Dengan demikian, ujar Thimotius Murib, plus minus pelaksanaan Otsus itu, akan terukur dengan baik dan santun. Jangan dengan cara demo-demo. Demo itu upaya terakhir. 

Namun, Thimotius Murib meminta orang asli Papua harus menyampaikan gagasan-gagasan dengan narasi yang sopan, melalui kajian-kajian secara ilmiah, supaya memiliki data agar semua pihak menerima data itu dan semua pihak memberikan pendapat untuk kehidupan masa depan orang asli Papua seperti apa yang terbaik.

“Itulah yang akan kita tuangkan dalam rancangan pikiran baru yang akan kami bawa ke Jakarta untuk Papua ke depan lebih baik,” tandasnya.

Apalagi, Thimotius Murib membandingkan pelaksanaan Otsus di Aceh, dimana sebelumnya harus diteken Memorandum of Understanding (MoU) seperti di Aceh.

“Dulu Aceh ada pemberontak GAM. GAM hari ini sudah tidak ada, karena mereka mengikuti perjanjian Helsinky. Kami Papua tanpa perjanjian, langsung kami melaksanakan UU Otsus, sehingga hari ini tumpang tindih UU Otsus dengan UU Otonomi Daerah, saling berbenturan. Ini juga kelemahan kita,” ujarnya.

Oleh karena itu, imbuh Thimotius Murib, semua harus dikaji dengan baik dan disampaikan secara ilmiah dan harus dibuktikan dengan data sebagai solusi terbaik untuk orang asli Papua ke depan.

Ketua MRP Thimotius Murib mengakui dalam rapat kerja Pansus Otsus DPR Papua itu, DPR Papua dan MRP menyatukan persepsi dalam rangka melakukan rapat dengar pendapat dengan rakyat, sesuai dengan pasal 77 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.

“Jadi, hari ini saya ingin menyampaikan kepada semua pihak bahwa untuk evaluasi pelaksanaan UU Otsus, itu harus oleh rakyat. Rakyat ini adalah orang asli Papua yang merekalah yang menerima manfaat dari implementasi UU Otsus itu, sehingga pasal 77 itu benar,” katanya.

Ditambahkan, MRP dan DPR Papua akan menfasilitasi rakyat Papua untuk menyampaikan pendapat terkat implementasi UU Otsus yang telah berjalan hampir 20 tahun itu.

Ditempat yang sama, Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan, pertemuan antara Pansus Otsus DPR Papua dan MRP, bertujuan untuk berdiskusi dan menyamakan persepsi terkait ada usulan untuk revisi UU Otsus.

“Kita harus berdiskusi, bagaimana kita punya persepsi dan sudut pandang yang sama, lalu kita bekerja bersama-sama, karena kita sangat sadar bahwa DPR Papua dipilih oleh rakyat dan rakyat yang sama juga memilih MRP dan Gubernur Papua,” katanya.

Dalam pertemuan itu, Jhony Banua mengakui jika DPR Papua dan MRP telah sepakat dan satu persepsi untuk bekerja bersama-sama.

Untuk itu, DPR Papua dan MRP akan bertemu dengan Gubernur Papua atau eksekutif untuk mendiskusikan hal-hal yang dibicarakan dalam pertemuan tadi terkait dengan revisi UU Otsus dan langkah-langkahnya.

Selanjutya, kata Jhony Banua, nantinya juga akan mengirim tim ke Jakarta untuk bertemu Komisi II DPR RI dan juga Mendagri untuk mendengarkan terkait revisi UU Otsus yang dimaksud.

“Ini hanya mau mendengarkan dari mereka, kami belum mengambil sikap. Ini proses sangat awal, kita baru mau mendengar yang direvisi itu apanya, yang mana? Itu dulu poinnya. Kenapa hanya yang ini, kenapa tidak yang lain, kenapa hanya satu dua pasal yang direvisi. Itu pertanyaan-pertanyaannya,” jelasnya.

Selain itu, tim DPR Papua dan MRP serta Gubernur Papua atau eksekutif akan ke Komisi II DPR RI juga akan menyampaikan hal sama terkait revisi UU Otsus.

“Kami juga akan lakukan lobi politik lewat partai partai politik. Kita akan menyampaikan kepada DPR RI bahwa inilah kondisi Papua hari ini, supaya jika mereka mau memutuskan sesuatu, mereka harus mengerti dan memahami kondisi dan yang dirasakan masyarakat Papua.  Itu sangat penting. Ada begitu banyak aspirasi yang masuk. Kita akan sampaikan, supaya kita mengkaji dan membahas bersama-sama mana yang terbaik untuk rakyat Papua,” paparnya.

Jhony Banua mengatakan, DPR Papua dan MRP serta Pemprov Papua akan meminta semua pihak di pusat untuk duduk bersama-sama berdiskusi  mana yang terbaik untuk ini.

Dikatakan, terkait hal teknis, sudah disepakati jika DPR Papua dan MRP akan jalan bersama termasuk menyusun program kerjanya.

“Contohnya, jika ada kuisioner itu pertanyaannya seperti apa? Goalnya seperti apa? Itu dibicarakan bersama-sama. Itu hal teknis yang akan dibicarakan Pansus Otsus DPR Papua dan Tim yang dibentuk MRP, tapi kita belum sampai di ranah itu,” jelasnya.

Jhony Banua mengapresiasi MRP yang telah menyurati pusat untuk meminta jika bisa pembahasannya dikembalikan dulu, diserahkan bersama-sama dengan masyarakat di Papua. Apalagi, MRP telah bertemu dengan masyarakat dan mempunyai kajian-kajian.

“Tadi apa yang disampaikan MRP tadi, karena bicara Otsus, kita harus bicara data. Data ini artinya, berapa banyak orang asli Papua yang sudah menikmati Otsus, apa yang sudah dibangun di Papua. Semua indikatornya adalah data, bukan hanya statement atau pikiran pribadi, tapi punya data yang jelas,” katanya.

Jhony Banua menambahkan jika pihaknya meminta data itu harus dikaji dan dibuat analisis yang baik, sehingga pihaknya juga akan melibatkan akademisi untuk membantu.

“Tapi itu nanti tim yang akan membicarakan, kita minta Uncen atau lainnya untuk melakukan kajian agar lebih independen, sehingga indikatornya jelas yang dipakai,” pungkasnya. (bat)

Respon (2)

  1. Kekuasaan ada di tangan rakyat papua sendiri, kembalikan kepada rakyat papua, rakyat yang menentukan pilihan mereka.
    Tidak usah basa basi dengan kuisioner itu. Jangan di paksakan kemauan para elit. Otsus jilid 2 tidak ada jaminan hidup bagi kmi rakyat papua. Yang ada memperpanjang duka mendalam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *