Diduga Alami Kekerasan dan Diskriminasi Gender, Ketua KPU Nabire Bakal Lapor ke Polda Papua

Ketua KPU Nabire SarlotaNeci Martha Wartanoy berbincang dengan Ketua LBH APIK, Nur Aida Duwila.
banner 120x600

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan atau gender masih seringkali ditemui dilingkungan kerja, bahkan sekelas lembaga negara seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU). 

Seperti halnya dialami Sarlota Neci Martha Wartanoy yang merupakan Ketua KPU Kabupaten Nabire. Ia tidak lagi menahan emosi lantaran diskriminasi yang kerap dialaminya yang diduga dilakukan oleh oknum Sekretaris KPU Nabire, Senin 24 Juni. ‘

“Semenjak awal sampai insiden kemarin itu adalah kesekian kali saya merasa didiskrimnasi dalam perihal pekerjaan, sehingga saya secara langsung berhadapan dengan oknum tadi untuk mengklarifikasi kenapa seringkali arahan saya dianulir, sementara kebijakan yang diturunkan selalu sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh KPU,” kata Sarlota.

Menurutnya, oknum tersebut justru balik menantang dan menyebutkan bahwa dirinyalah yang menjadi penguasa pengguna anggaran, sehingga kewenangannya sebagai Ketua KPU tidak berlaku.

Jawaban tersebut memicu emosi korban untuk bertindak keras, namun pelaku berhasil menghindar lalu memukul balik tepat ke arah mata dan meninggalkan lebam kebiruan.

“Saya memang emosi lantaran beliau sendiri tidak pernah koperatif, tapi lalu saya dipukul balik sampai mata sebelah kiri lebam dan biru,” katanya.

Dugaan diskriminasi itu, ungkap Sarlota, juga menyasar persoalan hak atas fasilitas sebagai Ketua KPU. Sarlota harus meminta berulang kali contohnya seperti kendaraan yang tidak pernah diperolehnya semenjak menjabat.

“Sebagai Ketua KPU, kami diberikan fasilitas kendaraan, tapi saya tidak ada. Jadi, sering pakai motor atau mobil yang saya sewa sendiri. Sementara Sekretaris dan Bendahara pakai mobil dinas, alasannya karena kendaraan yang ada semua sesuai nama, dan saya tidak ada nama sangat tidak jelas,” tandasnya. 

Bahkan hal-hal pekerjaan yang sudah diputuskan bersama komisioner lainnya untuk dilaksanakan, lanjut Sarlota, diubah secara sepihak tanpa berkoordinasi, oknum tersebut hanya mau dengan komisoner selain dirinya, padahal ia jelas sebagai Ketua KPU.

“Saya lelah dengan diskriminasi yang berulang kali, saya tidak tahu apakah beliau ada kepentingan politik termasuk saat kami ingin mengajukan sosialisasi pada Pileg kemarin, Pak Sekretaris bilang tidak ada dana sosialisasi, sementara ini Pemilu serentak pertama kali jadi masyarakat perlu diedukasi,” bebernya. ‘

Anehnya, menurut Sarlota, oknum Sekretaris tersebut pernah menyatakan keberatan atas edaran yang dikeluarkan olehnya terkait pemilihan sekretaris PPD dan PPS.

“Sementara edaran tersebut berkaitan dengan aturan PKPU 8 tahun 2022 yakni syarat menjadi sekretaris PPD dan PPS yang selalu diingatkan saat rakor KPU,” terangnya.

arlota mengaku bingung dengan keberatan Sekretaris KPU karena hal tersebut bukan menjadi ranah yang bersangkutan.

Jumat 28 Juni, Ketua KPU Nabire akhirnya menemui Ketua LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan) Jayapura, Nur Aida Duwila untuk melaporkan hal tersebut dan meminta pendampingan guna melaporkan ke Polda Papua.

Ditempat yang sama, Ketua LBH APIK Nur Ada Duwila, menyayangkan masih adanya diskriminasi dan kekerasan verbal maupun fisik yang terjadi terhadap perempuan.

“Berdasarkan keterangan korban, ini kan akumulasi dari sekian insiden yang diduga mengarah ke diskriminasi peran perempuan, sementara UU Nomor 7 Tahun 1984 yang diratifikasi dari Konvensi PBB yakni CEDAW (Convention On The Elimination of All Forms Of Discrimination Against Woman) menyebutkan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan, termasuk saat berperan secara struktural dalam kelembagaan,” jelasnya kepada wartawan.

Guna menindaklanjuti hal tersebut, Ketua LBH-APIK akan melakukan pendampingan dan melaporkan ke Mapolda Papua. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *