Nurhaedah: Banyak Perusahaan Belum Berlakukan UMP

Ketua SPSI Papua, Nurhaedah memberikan keterangan baru-baru ini.
banner 120x600
Ketua SPSI Papua, Nurhaedah memberikan keterangan baru-baru ini.

 

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Ketua SPSI Papua, Nurhaedah mengakui jika sampai sekarang masih banyak perusahaan di Papua yang belum memberlakukan Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Terus terang masalah UMP, sampai dengan sekarang ini, banyak yang belum memberlakukan UMP. Nah, sebenarnya ini salah kaprah dari pengusaha,” ungkap Nurhaedah kepada wartawan di Mall Jayapura, baru-baru ini.

Nurhaedah menegaskan bahwa UMP berlaku bagi pekerja 0 – 1 tahun. “Jadi, UMP berlaku bagi pekerja yang baru bekerja sampai 1 tahun,” tegasnya.

Namun, setelah melewati satu tahun, lanjut Nurhaedah, sesuai PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan, diatur struktur dan skala upah agar bisa membedakan pekerja yang 0 – 1 tahun, jabatan, skill dan pendidikan dan lama bekerja di perusahaan tersebut.

“Struktur dan skala upah itu harus. Tidak bisa tidak. Perusahaan harus punya struktur dan skala upah. Itu harus berlaku sebenarnya,” katanya.

SPSI, kata Nurhaedah, sebagai fungsi kontrol atau pengawasan, tetapi tidak bisa mengambil satu kebijakan. Tetapi, yang bisa mengambil kebijakan adalah Dinas Tenaga Kerja.

Lima Perusahaan di Kota Jayapura Belum Terapkan UMP

Nurhaedah mengungkapkan jika SPSI telah menerima aduan dari pekerja terhadap 5 perusahaan di Kota Jayapura, yang belum menerapkan upah sesuai UMP.
“Banyak aduan dan saya sudah menyurat ke Disnaker Papua maupun Kabupaten/Kota untuk ditindaklanjuti. Saya minta pegawai pengawas turun ke perusahaan tersebut untuk mengecek lansung, benar atau tidak? Sebab, jika perusahaan biasa dan dianggap tidak mampu membayar upah sesuai UMP, tidak mungkin membuka cabang dimana-mana,” ujarnya.

Selain itu, SPSI juga menemukan adanya pekerja yang sudah 20 tahun bekerja, masih diberlakukan UMP terhadap upahnya.

“Itupun sudah saya buat surat kepada disnaker apakah mereka langsung menindaklanjuti, saya tidak tahu,” ujarnya.

Soal May Day atau Hari Buruh Internasional, Nurhaedah meluruskan jika May Day atau Hari Buruh se Dunia itu, itu merupakan peringatan berkabungnya para buruh secara internasional.

Sebab, pada 1 Mei 1986, terjadi demonstrasi besar-besaran di Cichago, Amerika Serikat, memperjuangkan jam kerja hingga mendapatkan 8 jam kerja dari sebelumnya tidak ada pembatasan jam kerja.
Kemudian, pada 1989 di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. Sedangkan di Indonesia, pada 1 Mei 1990 ditetapkan sebagai Hari Buruh Nasional.

“Sebenarnya, makna Hari Buruh sendiri adalah Hari Berkabung untuk seluruh pekerja. Tapi, kita sudah memaknai salah dengan unjuk rasa besar-besaran, padahal maknanya berkabung,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *