JAYAPURA, Papuaterkini.com – Empat masalah utama yang menjadi temuan BPK RI Perwakilan Papua terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua, harus ditindaklanjuti oleh Pemprov Papua bersama DPR Papua.
Sebelumnya, BPK RI masih menemukan beberapa permasalahan yang hendaknya menjadi perhatian khususnya bagi anggota DPR Papua dan Pemprov Papua, diantaranya honorarium belum seluruhnya didukung dengan keputusan kepala daerah dan Gubernur Papua, belum menetapkan standar biaya honorarium.
Selain itu, Pemprov Papua belum berkoordinasi secara optimal dengan pemerintah kabupaten/kota terkait penyerahan sarana dan prasarana serta dokumen terkait pengalihan SMA/SMK dari pemerintah kabupaten ke provinsi.
Juga realisasi bantuan hibah dan bantuan sosial belum sesuai Permendagri 21 Tahun 2011, antara lain penerima tidak terdaftar dalam NPHD dan ketetapan gubernur dan penerima belum menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana.
Di samping itu, penyaluran beasiswa mahasiswa unggul Papua belum tertib, karena Pemprov Papua belum menetapkan dasar hukum pemberian bantuan keuangan dan terdapat selisih sisa kas pada rekening penyaluran.
Ketua Komisi III DPR Papua, Carolus K Bolly, SE, MM mengatakan jika menyangkut temuan masalah honorarium memang perlu regulasi, karena honorarium itu perlu ditetapkan dengan SK Gubernur.
Komisi III DPR Papua akan mendorong ke depan agar sama-sama membuat regulasi untuk memenugi permintaan BPK RI tersebut, dengan mendorong gubernur segera menetapkan keputusan untuk penetapan, penataan dan pengarturan honorarium yang ada di Papua.
“Kenapa itu diperlukan? Supaya penerimaan honor oleh para penerima itu, dia tidak berbeda-beda antara satu OPD dengan OPD yang lain. Jika terjadi perbedaan, tidak ditata dan diatur, maka bisa menimbulkan kecemburuan sosial diantara para penerima honorarium. Memang harus ada penataan dan itu menjadi dasar hukum untuk membayar,“ paparnya.
Terkait dengan masalah beasiswa, diakui Carolus Bolly, jika pihaknyas udah menyampaikan kepada Pemprov Papau beberapa kali, terkait surat keputusan (SK) penetapan para penerima beasiswa melalui Biro Otsus Setda Papua untuk segera membuat kpeutusan agar mereka punya dasar hukum membayar beasiswa yang lebih banyak di luar negeri dan hal itu juga lebih transparan lagi.
Terkait dana hibah atau bantuan sosial yang dianggap belum sesuai dengan Permendagri, Carolus mengatakan, memang harus sesuai dengan Permendagri, termasuk menyampaikan pertanggungjawaban bagi yang menerima bantuan sosial atau hibah tersebut.
Apalagi, ia memperkirakan banyak penerima yang belum mempertanggungjawabkan. Padahal, itu kewajiban penerima bantuan/hibah. Tentu didorong oleh pemerintah agar pertanggungjawaban itu segera dimasukkan.
“Mereka sudah terima uang dan sudah pakai, ya harus membuat pertanggungjawaban yang disertai dengan alat bukti. Lebih banyak dana hibah atau bantuan sosial itu juga mengalir ke organisasi-organisasi yang diakui sah oleh pemerintah, termasuk bantuan rumah ibadah, organisasi kemasyarakatan,“ ujarnya.
Yang jelas, imbuh Carolus Bolly, empat hal yang menjadi stressing dari BPK RI itu, harus menjadi perhatian serius Pemprov Papua bersama dengan DPR Papua.
Komisi III DPR Papua Apresiasi Prestasi Lukas Enembe – Klemen Tinal
Terkait dengan perolehan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) empat kali berturut-turut oleh Pemprov Papua, Carolus Bolly mengatakan jika itu merupakan salah satu hasil yang diraih masa kepemimpinan mantan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua, Lukas Enembe – Klemen Tinal. Kemudian dilanjutkan, oleh Penjabat Gubernur Papua sekarang.
“Tentunya itu adalah hasil kerja keras dan upaya dari semua pihak, baik Pemprov Papua dan DPR Papua. Tentu kita memberikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada saudara mantan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua atas prestasi yang diraih dan kerja kerasnya, sehingga kita bisa meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) empat kali berturut-turut,“ katanya.
Pihaknya berharap dengan prestasi itu, tidak cepat berpuas diri, dengan hasil yang sudah ada. Tetapi justru harus lebih giak dan kuat lagi untuk mempertahankan itu dimasa-masa yang akan datang. Sebab, tuntutan kebutuhan anggaran yang berubah, tantangan yang berbeda, tentu menuntut kemampuan dan kemauan daripada aparatur pemerintah itu sendiri maupun DPR Papua untuk menjaga kestabilan WTP tersebut.
Apakah adanya rekomendasi dari BPK RI itu, Komisi III DPR Papua akan membentuk Panitia Kerja (Panja)? Carolus menambahkan, jika sesuai ketentuan, ketika meraih opini WTP, maka tidak diperlukan lagi membentuk panitia kerja (Panja).
Tetapi terhadap rekomendasi-rekomendasi BPK yang dipandang sebagai satu hal yang harus ditindaklanjuti, maka harus ditindaklanjuti dibawah pimpinan Sekda Papua selaku Ketua TPAD.
Ditambahkan, namun jika tidak menutup kemungkinan dewan jika memandang perlu bisa mengundang dalam tugas pengawasannya untuk memantau dan melihat sejauhmana tindaklanjut yang dilakukan oleh Pemprov Papua dalam menyelesaikan rekomendasi-rekomendasi tersebut.
“Rekomendasi itu kan titik masalah. Oleh karena itu, DPR Papua maupun pemerintah sama-sama untuk bertanggungjawab untuk menyelesaikan rekomendasi tersebut,“ imbuhnya. (bat)