JAYAPURA, Papuaterkini.com – DPR Papua bersama Majelis Rakyat Papua (MRP) sepakat mendesak Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Direktur Institute Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) untuk menunda atau memending pengumuman hasil seleksi calon praja IPDN khususnya dari Papua.
Pasalnya, banyak anak-anak Papua yang tidak lolos dalam seleksi penerimaan calon praja IPDN tahun 2018, lantaran alasan masalah kesehatan.
Ketua MRP, Thimotius Murib usai rapat bersama Wakil Ketua DPR Papua, Edoardus Kaize meminta Kemendagri dan Direktur IPDN untuk tidak mengumumkan hasil tes calon praja IPDN di Papua.
“Kami menilai hasil seleksi calon praja IPDN di Papua sangat mengecewakan. Sebab, dari kuota penerimaan calon praja IPDN di Papua sebanyak 300 orang, hanya lolos 23 orang asli Papua,“ kata Timotius Murip usai rapat bersama Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize di Ruang Banggar DPR Papua, Selasa (24/7).
Dalam rapat ini, MRP bersama Pansus Affirmasi MRP diundang DPR Papua untuk membicarakan affirmasi terhadap OAP terutama penerimaan CPNS, calon anggota Polri dan TNI dan ada beberapa sekolah kedinasan dan terutama penerimaan calon praja IPDN.
Padahal, Pansus Affirmasi MRP telah merekomendasikan 280 orang asli Papua untuk mengikuti tes penerimaan calon praja IPDN tersebut, namun hanya 25 orang saja yang lolos sampai tes kesehatan, sedangkan yang lain banyak yang gugur dalam tes kesehatan tersebut.
“Oleh karena itu, kami bersyukur DPR Papua mengundang kita untuk langkah-langkah dari MRP dari affirmasi penerimaan khususnya calon praja IPDN,“ katanya.
Diakui, MRP sudah konfirmasi dengan Kemenpan dan RB, dimana mereka menyampaikan bahwa untuk jatah Papua, itu ada 300 orang.
“Dari 300 orang itu, 290 orang yang kami rekomendasikan dari MRP untuk dapat diterima sebagai bagian dari affirmasi action untuk 29 kabupaten/kota di Papua, tetapi kemudian hasil tes awal keluar 100 lebih, tetapi setelah tes kesehatan dan kemampuan lain-lain, gugur banyak dan sekarang tinggal 23 orang saja,“ jelasnya.
Hasil itu, tentu saja sangat mengecewakan MRP dan MRP khawatir jangan sampai anak-anak asli Papua tersebut banyak yang gugur dalam tes yang dilakukan panitia penerimaan calon praja IPDN tersebut.
Hanya saja, lanjut Timotius Murib, MRP punya alasan bahwa ada sejumlah anak-anak yang gugur karena tes kesehatan di RS Marthen Indey itu, hasilnya tidak sesuai atau berbeda setelah dilakukan tes kesehatan secara independen di RS Dian Harapan dan RSUD Jayapura.
“Ini menjadi dasar MRP. Kami akan menindaklanjuti dan tadi kami dengan tegas kepada pihak IPDN supaya jangan diumumkan dulu hasilnya seleksi terlebih dahulu,“ tandasnya.
Sebab, kata Timotius Murib, kuota untuk OAP dalam penerimaan calon praja IPDN itu, tidak sesuai dengan yang disampaikan pemerintah pusat kepada Papua dan Papua tidak mendapatkan porsi yang sesuai untuk penerimaan calon praja IPDN yang dijanjikan.
“Sementara dari 2000 yang tes, kuota untuk Papua mendapatkan 300 orang. Tetapi, yang lolos hanya 23 orang asli Papua saja. Berarti, ini kami kira sangat merugikan Orang Asli Papua. Oleh karena ini, hasil tes penerimaan calon praja IPDN jangan diumumkan terlebih dahulu, sampai kita selesaikan dan berbagai pihak membicarakan dulu, barulah diumumkan. Jadi, kesimpulannya harus tes ulang penerimaan calon praja IPDN ini,“ paparnya.
Ditanya apakah dalam penerimaan calon praja IPDN ini ada permainan sehingga banyak OAP tak lulus tes? Timotius Murib menambahkan, ada atau tidak permainan dalam penerimaan itu, namun realitanya yang diikuti MRP melalui Pansus Affirmasi terjadi seperti itu.
Sebab, dari beberapa orang yang tidak lulus tes kesehatan, ternyata setelah dilakukan tes kesehatan melalui dokter independent di RS Dian Harapan dan RS Jayapura, hasilnya mereka sehat atau tidak sakit.
“Hasilnya tes kesehatan di RS Marthen Indey, peserta dinyatakan menderita penyakit ini, tapi hasil tes di kedua rumah sakit itu, hasilnya tidak ada masalah atau tidak sesuai hasil tes dari RS Marthen Indey. Maka dengan demikian, 3 orang itu menjadi dasar bahwa teman-teman yang lain pun pasti seperti itu, sehingga perlu pembicaraan lebih lanjut,“ ujarnya.
Untuk itu, ia meminta kepada Kemenpan dan direktur IPDN untuk menghentikan pengumuman hasil seleksi calon praja IPDN tersebut.
“Karena dari 300 orang kuota untuk Papua itu, ternyata mayoritas dari luar Papua. Lebih baik jangan ada IPDN Papua, tapi baiknya dibawa keluar Papua saja, karena tidak ada keberpihakan bagi OAP. Bawa pulang IPDN Papua, jangan bikin emosi kami orang asli Papua,“ imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR Papua, Edoardus Kaize mengakui ada banyak OAP yang tidak lolos seleksi calon praja IPDN, terutama masalah kesehatan.
“Dari kuota 300 orang, ternyata OAP yang lolos hanya 23 orang saja atau hanya 10 persen saja dari kuota untuk Papua. Itu yang sebenarnya tidak bisa diterima. Kuotanya ada 290 orang, tapi yang lolos seleksi hanya 23 orang saja, terus yang lain siapa?,“ tandasnya.
Dikatakan, jika dalam seleksi itu, banyak OAP yang gugur, mestinya diganti dengan orang Papua yang lain, bukan diganti dengan non Papua, sehingga kuota atau porsi untuk OAP tidak hilang.
“Itu tidak boleh dilakukan itu. Ini sebenarnya mengebiri hak – hak OAP untuk dapat masuk jadi calon praja IPDN. Ini sebenarnya tidak boleh dilakukan,“ tegasnya.
Upaya DPR Papua dan MRP untuk menindaklanjuti aspirasi itu? Edo Kaize, sapaan akrab politisi PDI Perjuagan ini, pihaknya akan terus memperjuangkan hingga ke Depdagri dan Kemenpan.
“Kita akan lakukan pertemuan lagi besok untuk menegaskan sikap DPR Papua dan MRP untuk diteruskan ke Jakarta,“ tandasnya.
Sebab, kata Edo Kaize, hal itu menjadi persoalan bangsa yang Jakarta harus tahu. Tidak cukup dengan Presiden Jokowi datang pergi ke Papua saja, tetapi Presiden Jokowi harus tahu dan memberikan perhatian dan keberpihakan negara terhadap bangsa Papua harus ada.
Sebab, ujar Edo Kaize, Papua sudah bagian dari NKRI, maka hal itu menjadi tanggungjawab dari pemerintah untuk membina orang yang ada di atas tanah ini, sebagai warga negara Republik INdonesia, bukan warga abu-abu karena sudah jelas merah putihnya.
Untuk itu, pihaknya akan berjuang itu, supaya diakui itu bukan hanya dibibir, tetapi dalam tindakan harus kongkrit dan nyata, yakni penerimaan calon praja IPDN ini harus sesuai porsi, termasuk CPNS, calon anggota TNI dan Polri sesuai porsi yang ada.
“Misalnya jika kuotanya 70 persen untuk OAP. Jangan 70-nya dipangkas dan diisi oleh orang lain bukan OAP. Kuotanya sudah jelas, isilah sesuai dengan porsi yang ada. Tidak boleh orang lain masuk menggantikan porsi atau jatahnya OAP di situ. Kalau gugur, ya harus diisi OAP lagi yang lain. Jangan kerja jangan sembarangan,“ jelasnya.
Untuk itu, imbuhnya, DPR Papua meminta Direktur IPDN untuk tidak mengumumkan hasil tes penerimaan calon praja IPDN tersebut.
“Kita minta dipending dulu dan kita selesaikan persoalan itu, baru diumumkan. Hasil tes kesehatan banyak yang tidak lolos, itu juga menjadi alasan untuk kita minta dipending dulu hasil kelulusannya,“ katanya.
DPR Papua akan mengundang pihak terkait membahas masalah itu, termasuk Kodam XVII/Cenderawasih, Polda Papua, IPDN dan Pemprov Papua dan pihak terkait membahas masalah itu, karena hal itu bukan saja tanggungjawab DPR Papua dan MRP, tetapi semua pihak. (bat)