Putus Distribusi Miras, Pemprov Papua Disarankan Lobi Insten ke Pusat

Laurenzus Kadepa
banner 120x600
banner 468x60
Laurenzus Kadepa

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Insiden yang terjadi di Distrik Tigi, Kabupaten Deiyai, tampaknya menjadi perhatian serius Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa.

Apalagi, Laurenzus Kadepa mengaku prehatin jika hampir permasalahan di Papua, berawal atau dipicu masalah minuman keras (miras).

Untuk itu, Kadepa menyarankan agar ada upaya untuk mencabut akar permasalahannya. Yakni, memutus rantai distribusi miras ke Papua.

“Saya pikir, Pemda Papua dan daerah harus melobi secara intens ke pemerintah pusat, supaya mata rantai distribusi miras ke Papua dalam jumlah yang besar ini bisa putus,” kata Kadepa, Jumat, 25 Mei 2019.

Menurutnya, semua pemimpin di Papua dan di daerah, mestinya melihat siapa yang mendatangkan miras di Papua, masuk dan menfasilitasi hingga tiba di kampung-kampung.

“Bagi saya, saya tidak bisa persalahkan orang yang mabuk. Ini kan pemakai, tapi yang datangkan barang ini siapa? Yang datangkan dari jauh sana aman tiba di kampung supaya masyarakat konsumsi, pada akhirnya masyarakat jadi korban, polisi jadi korban,” ujarnya.

Soal insiden di Deiyai, Kadepa mengaku belum turun langsung, tapi mendapatkan informasi melalui media jika kejadian itu berawal dari miras.

“Itu tadi, saya tidak bisa permasalahkan yang konsumsinya, siapa dia, tapi kenapa miras itu sampai di sana? Siapa yang fasilitasi dan siapa yang datangkan? Nah, ini yang harus menjadi tugas berat bagi kita semua, termasuk minuman keras buatan lokal,” tegasnya.

Politisi Partai Nasdema ini, menilai jika adanya regulasi pelarangan miras di Papua itu, harus diperkuat lagi. Karena, semua masalah yang terjadi di Papua, hampir semua pemicunya karena miras.

“Saatnya Pemprov Papua dan kabupaten/kota melobi insten ke Jakarta atau pemerintah pusat untuk memutus mata rantai distribusi miras di Papua. Ini harus fight,” tandasnya.

Terkait dengan insiden di Deiyai, Kadepa mengaku jika Komisi I DPR Papua belum menyikapi untuk mengambil langkah-langkah selanjutnya.

“Ya, kami belum sikapi masalah itu. Tapi, kami juga terus ikuti informasi di sana seperti apa?,” katanya.

Hanya saja, sebagai anak asli di daerah itu, Kadepa berpesan kepada aparat keamanan untuk tidak selalu mengangkat senjata menghadapi masalah di tengah masyarakat.

“Saya tahu bahwa teman-teman aparat itu, apa saja masalah kecil atau besar yang mestinya gampang diselesaikan dengan cara-cara biasa, tapi selalu angkat senjata. Ini sangat tidak logis. Nah, ini juga kadang pemicu, karena masyarakat sudah trauma begitu. Saya minta jangan dengan pendekatan senjata terus,” katanya.

Mestinya, kata Kadepa, jika ada masalah di lapangan, bisa ditanyaka langsung kepada warga. Apakah karena faktor kesenjangan sosial atau karena apa, mestinya masukkan ke pemda setempat, supaya pemuda – pemuda itu menjadi prioritas pemerintah di saat mungkin penerimaan CPNS atau honorer atau program pemerintah lainnya, itu harus melibatkan mereka.

“Teman polisi harus menggunakan cara-cara seperti ini. Bukan main senjata. Tapi, mereka pendekatan yang humanis, kenapa kamu palang, kenapa kamu mabuk? Tanya, pasti mereka akan jawab kami tidak ada lapangan kerja atau karena kami begini. Ini harus dengar, baru panggil bupati untuk menjadi masukkan kepolisian ke pemda setempat,” ujarnya.

“Jika memang polisi itu pengayom dan pelindung masyarakat, seharusnya melakukan itu. Tapi, yang terjadi adalah palang sedikit, angkat senjata. Minum sedikit, brutal. Ini yang terjadi. Saya orang sana, itu fakta,” sambungnya lagi. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *