JAYAPURA, Papuaterkini.com – Wakil Ketua I DPR Papua, Edoardus Kaize mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua segera melakukan Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) alias melakukan pemecatan terhadap Aparatur Sipil Negara (ASN) yang terlibat kasus korupsi dan telah mendapatkan putusan hukum tetap.
“Ya, saya minta Pemprov Papua segera memecat ASN yang terlibat kasus korupsi,” tegas Edoardus Kaize, akhir pekan kemarin.
Menurutnya, pihaknya telah mengingatkan kepada Pemprov Papua untuk segera melakukan pemecatan terhadap ASN yang terlibat kasus.
“Kita sudah bicara. Saya pikir kan dalam pemerintahan terstruktur juga, sehingga apa yang menjadi keputusan pemerintah yang lebih tinggi, maka pemerintahan yang dibawahnya, wajib mengikuti,” katanya.
Apalagi, lanjut Edo Kaize, yang juga Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Provinsi Papua ini, Menteri Dalam Negeri RI telah memberikan teguran kepada Gubernur Papua lantaran belum melakukan pemecatan terhadap ASN yang terlibat korupsi itu.
Dikatakan, jika sudah ada putusan tetap terhadap ASN yang korup itu, mestinya harus segera dilakukan pemecatan. Sebab, jika tidak dilakukan, maka kerugian negara akan terus bertambah.
Bahkan, sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Papua juga meminta kepada gubernur untuk segera melakukan pemecatan terhadap ASN yang korup, termasuk di tingkat kabupaten dan kota.
“Kalau sudah ada putusan terhadap ASN yang korup. Harus dipecat. Karena itu, akan merugiakan keuangan negara, ya sudah dipecat saja,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memberikan teguran tertulis pertama kepada 11 gubernur, 80 bupati dan 12 wali kota di Indonesia, termasuk Gubernur Papua.
Mendagri meminta para kepala daerah itu memberhentikan secara tidak hormat alias Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan mereka yang terlibat kasus korupsi.
“Per 1 Juli 2019 sudah diberikan teguran tertulis oleh Pak Mendagri kepada kepala daerah untuk segera PTDH dalam waktu 14 hari,” kata Plt Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Akmal Malik, Rabu, 3 Juli 2019.
Catatan Kemendagri, dari total 2.357 ASN yang harus diberhentikan secara tidak hormat, sebanyak 2.259 ASN berada di lingkup pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kota/kabupaten.
Hingga akhir Juni 2019, masih ada sebanyak 275 ASN yang belum diproses oleh PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian) yang tersebar di 11 provinsi, 80 kabupaten dan 12 kota.
“Rinciannya 33 ASN di provinsi, 212 ASN di kabupaten dan 30 ASN di kota,” terang Akmal.
Pemecatan terhadap ASN yang tersandung masalah hukum diketahui telah dipertegas oleh Mahkamah Konstitusi baru-baru ini lewat putusan bernomor 87/PUU-XVI/2018. Putusan MK itu mempertegas bahwa ASN yang telah memiliki keputusan pengadilan berkekuatan hukum tetap harus dipecat. Hal itu juga berlaku bagi PNS koruptor.
Tingkat provinsi ada 33 ASN yang terlibat kasus korupsi dilingkup pemerintah provinsi. Rinciannya, Aceh sebanyak 2 orang, Sumatera Barat terdapat 1 orang, Sumatera Utara 2 orang, Jambi 3 orang, Bengkulu 1 orang, Riau 2 orang, Banten 1 orang, Kalimantan Selatan 2 orang, Kalimantan Timur 5 orang, Papua 10 orang, dan Papua Barat 4 orang.
Sementara di tingkat kabupaten, terdapat 212 ASN yang tersebar di 80 kabupaten belum dilakukan pemecatan di antaranya, khusus di Provinsi Papua yakni Kabupaten Waropen 10 orang, Biak Numfor 1 orang, Keeroom 9 orang, Mimika 9 orang, Sarmi 5 orang, Kepulauan Yapen 8 orang. Lalu, Asmat 5 orang, Boven Digoel 1 orang, Jayapura 4 orang, Paniai 1 orang, Pegunungan Bintang 1 orang, Puncak Jaya 3 orang, Dogiyai 2 orang, Mamberamo Tengah 2 orang, Deiyai 1 orang, Nduga 1 orang dan Puncak 1 orang.
Tingkat Kota Sedangkan pada lingkup kota, terdapat 30 ASN yang berada di 12 kota, termasuk Kota Jayapura ada 2 orang. (bat)