Polda Diminta Ungkap Dugaan Konflik Tambang di Pedalaman Papua

Tan Wie Long
banner 120x600
Tan Wie Long

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Fraksi Golkar DPR Papua meminta Polda Papua mengusut tuntas dugaan adanya konflik tambang emas yang ada di pedalaman Papua, tepatnya perbatasan Kabupaten Yahukimo, Asmat, Boven Digoel dan Pegunungan Bintang.

Apalagi, dalam konflik tambang emas tradisional itu, dikabarkan mengakibatkan sejumlah orang meninggal dunia dan luka-luka serta terpaksa melarikan diri ke hutan, akibat diserang sekelompok orang tak dikenal.

“Informasi yang ada di media massa terkait adanya konflik tambang di perbatasan Yahukimo, Pegunungan Bintang, Asmat dan Boven Digoel, kami Fraksi Golkar DPR Papua ingin mendengar pernyataan resmi dari Polda Papua, sesungguhnya apakah konflik di dalam pertambangan yang ada di perbatasan empat kabupaten itu seperti apa?,” kata Tan Wie Long, Bendahara Fraksi Golkar DPR Papua, Jumat, 6 September 2019.

Sebab, Along, sapaan akrab politisi Partai Golkar ini, juga mempertanyakan dalam konflik itu, apakah persoalan penambang tradisional, apakah sudah ada tambang yang diberikan izin oleh salah satu perusahaan yang tidak diterima masyarakat setempat atau tambang milik masyarakat setempat atau persoalan antar hak ulayat tambang diantara empat kabupaten perbatasan itu.

Along mengaku jika Fraksi Golkar DPR Papua tentu sangat berharap sekali pihak kepolisian sesegera mungkin untuk menyampaikan secara resmi adanya konflik tambang itu.

Bahkan, lanjut Along, sesegera mungkin Polda Papua melakukan penyelesaian konflik tambang tradisional, karena membuat dampak sosial yang akan dialami masyarakat di Papua.

“Kita harus hindari hal-hal yang bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat,” ujarnya.

Dikatakan, sesungguhnya hal itu sangat perlu untuk bisa diawasi oleh para kepala daerah, pemilik tambang karena merupakan salah satu tugas pokok dari kepala daerah untuk bisa membatasi hal-hal yang bisa mengakibatkan konflik.

Sebab, ujar Along, jika pemerintah daerah tidak memberikan sebuah perlindungan kepada masyarakat asli setempat yang nota bene sebagai pemilik ulayat tambang, maka akan menjadi pemicu konflik, karena ada kecemburuan.

Apalagi, banyak hal yang terjadi persoalan tambang di daerah Papua, terjadi konflik horizontal diakibatkan pemilik tambang adat secara manajerial belum bisa mengimbangi penambang atau pendulang yang didatangkan dari luar daerah.

“Jika tidak dibicarakan secara terbuka apa hak-hak pemilik tambang di daerah itu, dengan orang yang akan mengelola tambang rakyat, maka disitulah akan terjadi persoalan. Maka perlu peran kepala daerah untuk pengawasan ketat dalam pertambangan untuk menjamin pemilik hak ulayat tambang,” jelasnya.

Along berharap secepatnya Polda Papua untuk menyampaikan secara resmi terkait informasi adanya konflik tambang di perbatasan empat kabupaten itu.

“Itu seperti apa? Benar apa tidak? Ada informasi sampai ada terjadi penyerangan hingga terjadi pembunuhan. Itu domain polisi untuk mengatasi dan mengetahui persoalan itu,” imbuhnya.

Sementara itu, Koordinator Pertanahan Dewan Adat Papua Wilayah Mamta-Tabi, Agabus Kere mengatakan, konflik tambang sebenarnya berlangsung lama di Papua akibat adanya tambang-tambang ilegal.

“Sebenarnya itu tambang ilegal, tapi mereka pakai tambang tradisional. Karena Perdasus Pertambangan Rakyat sudah ada,” katanya.

Namun, yang jelas, Agabus Kere menduga ada oknum-oknum aparat yang bermain atau membekingi aktivitas pertambangan ilegal tersebut, hingga di daerah pertambangan tradisional itu terdapat prostitusi dan minuman keras seperti di Dagewo, Nabire, mesti gubernur sudah melarang, namun tetap tidak diindahkan karena konspirasinya sangat kuat.

Untuk itu, Agabus Kere meminta agar Polda Papua maupun Kodam XVII/Cenderawasih untuk menindaktegas terhadap oknum-oknum yang bermain dalam tambang emas tradisional di pedalaman Papua.

“Oknum aparat yang membekingi harus ditindak tegas agar tidak ada konflik tambang,” pungkasnya.

Sebelumnya, dilaporkan penambang emas di wilayah Nimin, Kabupaten Yahukimo telah diserang oleh sekelompok orang tak dikenal.

Dalam kejadian itu, dikabarkan lima orang penambang emas tewas, sedangkan ratusan orang penambang menyelamatkan diri ke hutan setelah diserang dengan senjata tradisional berupa panah, parang dan tombak.

Sampai saat ini, aparat kepolisian dan TNI melakukan pengecekan terhadap lokasi penambangan emas tradisional itu yang berada di lokasi yang sulit dijangkau. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *