JAYAPURA, Papuaterkini.com – Penasehat Fraksi Demokrat DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH menegaskan bahwa evaluasi terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus (Otsus) yang berhak adalah rakyat Papua.
Untuk itu, Yunus Wonda meminta kepada pemerintah pusat untuk membuka ruang dialog dengan rakyat Papua untuk Otsus jilid II, jangan alergi.
“Mari buka ruang untuk rakyat, buka saja. Meskipun rakyat menyatakan yang terburuk bicara merdeka, mari duduk kita dengar. Jangan kita alergi. Belum ketemu, kita sudah alergi duluan,” tegas Yunus Wonda.
Untuk itu, kata Yunus Wonda, beri kesempatan kepada rakyat Papua melalui Majelis Rakyat Papua (MRP) dan DPR Papua, biarkan mereka sampaikan apa saja yang mau disampaikan.
“Silahkan menyampaikan dalam ranah yang dibuat MRP melalui rapat dengar pendapat. Itu bukan hanya dibuat MRP dan DPR Papua, tapi juga MRPB dan DPRPB, karena UU Otsus ini bicara tanah Papua, sehingga sama-sama duduk dan putuskan seperti apa. Biar rakyat putuskan seperti apa?,” paparnya.
Untuk itu, lanjutnya, Fraksi Demokrat DPR Papua meminta kepada pemerintah pusat tidak alergi. “Ini kita belum jalan tapi sudah alergi duluan. Itu tidak boleh. Mari duduk sama-sama. Ini UU memberikan ruang kepada seluruh anak bangsa berhak untuk menyampaikan pendapat,” tandasnya.
Menurutnya, jangan lagi orang Papua dibungkam, karena bukan jamannya lagi, semua orang bisa berbicara. Namun, perlu duduk bersama pemerintah pusat dan rakyat Papua.
Sebab, kata Yunus Wonda, rakyat Papua harus terlibat, jangan sampai hanya pusat saja yang putuskan. Itu sama saja versinya pusat.
Namun, jika itu memang untuk dilaksanakan untuk rakyat Papua, mestinya datang duduk bersama rakyat Papua untuk buka ruang biarkan rakyat berbicara.
“Itu penting supaya ketika Otsus dilaksanakan atau terjadi seperti apa, itu komitmen bersama, keputusan bersama. Jangan seperti sekarang ini hampir semua pasal dalam UU Otsus itu tidak berjalan,” tandasnya.
Sekali lagi, kata Yunus Wonda, Fraksi Demokrat menegaskan bahwa evaluasi Otsus itu, mendagri, DPD RI, DPR RI bahkan Presiden tidak berhak. Yang punya hak adalah rakyat Papua sesuai pasal 77 UU Otsus.
“Rakyat Papua yang punya hak. Untuk itu, pemerintah pusat mari datang duduk bersama rakyat Papua. Kalau seperti kemarin pak Mendagi ke sini, itu kesempatan beliau kesini, duduk sama-sama rakyat. Mau mereka bicara apa, tidak apa-apa, dengar saja,” tandasnya.
“Itu baru dibilang sudah dengar langsung dari rakyat. Kalau hanya kita datang, hanya 1 dua tokoh kita ketemu terus pulang, tidak jangan itu diklaim rakyat Papua. Model-model dan cara begini harus berhenti,” sambungnya.
Yunus meminta agar MRP membuat RDP dengan seluruh rakyat Papua dan Papua Barat hadir dan pusat datang duduk mendengarkan langsung keinginan rakyat di era demokrasi ini.
“Apapun yang diputuskan, biarkan rakyat yang bicara. Dalam evaluasi Otsus yang akan terjadi besok yang dibuat RDP yang dibuat MRP, pemerintah provinsi hanya menfasilitasi saja,” katanya.
Sebab, imbuh Yunus Wonda, Gubernur Papua tidak akan memainkan peran itu lagi, karena tugas gubernur sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat sudah diselesaikan waktu RUU Otsus Plus.
“Itu adalah kepanjangan tangan pemerintah, beliau sudah laksanakan. Tapi, saat itu Otsus Plus tidak diterima. Hari ini adalah mimbar rakyat, jadi kita kembali ke pasal 77 UU Otsus,” pungkasnya. (bat)