Demo di DPR Papua, Mahasiswa Dogiyai Tolak Pemekaran Mapia Raya

Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa didampingi sejumlah anggota DPR Papua menerima aspirasi penlakan pemekaran Mapia Raya, Rabu, 1 Juli 2020.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Ratusan Mahasiswa RPM Simapitowa, FK-PMLHK  dan mara mahasiswa Mee di STFT Fajar Timur dan masayrakat lima distrik Simapitowa di Kota Jayapura melakukan aksi unjuk rasa di halaman DPR Papua guna melakukan penolakan terhadap rencana pemekaran Kabupaten Mapia Raya.

“Kami tegas menolak rencana Dob Baru Kabupaten Mapia Raya,” tegas Kordinator Lapangan Demo, Mapians Motte ketika membacakan pernyataan sikap di hadapan Anggota DPR Papua, Rabu, 1 Juni 2020.

Apalagi, kata Mapians Motte, Kabupaten Induk Dogiyai dalam segala aspek pembangunan baik ekonomi, pendidikan, kesehatan dan tata kota, pembangunan infrastruktur dan aspek lainnya belum siap. Selain itu, belum ada kesiapan sumber daya manusia yang cukup dan matang di wilayah Mapia untuk dijadikan sebagai tolak ukur pembangunan serta kemajuan suatu daerah.

Menurutnya, kehadiran Kabupaten Mapia akan rentan menghancurkan tempat-tempat keramat dan sakral yang dari dulu hidup damai dikarenakan belum ada antropolog orang asli Mapia.

Kehadiran Kabupaten Mapia akan membuka pintu kepunahan alam serta manusianya dengan kehadiran militerisme, kapitalisme dan inperealisme dan merusak tempat sakral di wilayah Mapia.

“Pemerintah Kabupaten Dogiyai dan para elit dari Mapia jangan cari kesempatan dalam kesempitan saat rakyat Papua sedang trauma dalam memghadapi pandemi Covid-19 dan masalah rasisme,” tandasnya.

Bahkan, mahasiswa dan masyarakat asal Dogiyai mengancam jika tuntutan itu tidak diindahkan juga, maka akan konsolidasikan massa dalam jumlah besar turun melakukan aksi untuk mengembalikan kabupaten induk Dogiyai ke Kabupaten Nabire dikarenakan tidak mampu membangun dan memajukan daerah dan masyarakatnya.

Aspirasi dari mahasiswa dan masyarakat itu, diterima oleh Anggota Komisi I DPR Papua, Laurenzus Kadepa.

“Kami Komisi I atas nama nama DPR Papua, kami terima aspirasi mahasiswa mewakili masyarakat Dogiyai, Mapia kami terima. Kami akan tindaklanjuti aspirasi ini sesuai mekanisme yang berlaku di DPR Papua,” kata Laurenzus Kadepa didampingi Ketua Fraksi PAN DPR Papua, Sinut Busup, Anggota Komisi I DPR Papua, Las Narigi, Anggota DPR Papua, Namantus Gwijange, Thomas Sondegau, Mesak Magai, Alfred Fredy Anouw dan Apeniel Sani.

Menanggapi aspirasi itu, Anggota DPR Papua, Mesak Magai menegaskan, isu pemekaran Mapia Raya yang dibangun sekelompok orang yang ada di Dogoyai bahwa Kabupaten Dogoyai baru lahir tahun 2008 dengan UU Nomor 8 Tahun 2008.

“Jadi, Dogiyai ini seperti anak kecil. Tali pusar saja belum sembuh. Tadi adek-adek sampaikan kantor saja masih sewa, saya akan sampaikan bupati agar bangun kantor dulu,” ujarnya.

Bahkan, kata Mesak Magai, ada beberapa masalah yang diikutinya, yakni pemindahan ibu kota Kabupaten Dogiyai bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 2008. 

“Maka dana pemindahan ibu kota kabupaten itu sudah terserap kemana, realisasinya itu anggaran 100 persen, tapi realisasi fisik itu 0 persen itu sudah melanggar, maka saya akan tindaklanjuti untuk melapor kepada pihak yang berwajib,” tandasnya.

Selain itu, termasuk beberapa anggaran yang dialokasikan untuk rekomendasi dan SK untuk tim pemekaran Kabupaten Mapia Raya. “Itu di suasana Covid-19, Bupati Dogiyai membuat bom waktu bagi kami orang Mapia. Karena itu, hanya segelintir orang saja,” ujarnya.

Yang jelas, Mesak Magai menegaskan jika moratorium terhadap usulan Daerah Otonomi Baru (DOB) belum dicabut oleh pemerintah. Itu berarti isu yang dibangun adalah isu di dalam kelambu saja di Dogiyai.

“Mapia ini ada di dalam dua kabupaten. Lima distrik di Dogiyai dan lima distrik di Nabire. Bagi saya tidak setuju jika Dogiyai lima distrik dimekarkan jadi kabupaten, karena lima distrik di Nabire. Saya orang Mapia disini, maka itu Bupati Dogiyai dia buka peluang kami orang Mapia harus biayai anak sekolah dulu, bangun infrastruktur dulu, nanti kami anak Mapia sendiri yang akan minta,” imbuhnya.

Sementara itu, Anggota DPR Papua, Alfred F Anouw menambahkan, jika Mapia Raya belum layak dimekarkan menjadi DOB.

“Pemekaran itu, syaratnya jumlah penduduk. Kita tahu jumlah penduduk Mapia hanya 5 ribu saja, kedua sumber daya manusia yang siap bekerja. SDM orang Mapia siap atau belum dan ketiga soal wilayah, saya tahu Kota Mapia adalah pegunungan yang tinggi, tidak ada wilayah untuk bikin perkantoran,” tandasnya.

Alfred Anouw yang juga anak asli Dogiyai ini, mengatakan jika pihaknya menolak pemekaran Mapia Raya dan ia akan mengawal aspirasi itu dan berada di belakang rakyat Dogiyai.

“Saya minta adek-adek untuk tidak usah tanggapi soal pemekaran ini, karena moratorium DOB belum dicabut pusat. Jadi, yang ada saat ini, pemerintah Dogiyai buang-buang anggaran saja,” ujarnya.

Ketua Fraksi PAN DPR Papua, Sinut Busup menegaskan jika moratorium DOB belum dicabut oleh pemerintah. Bahkan, Fraksi PAN dari DPR RI hingga kabupaten/kota telah diinstruksikan untuk menolak pemekaran daerah.  

“Sebagai Ketua Fraksi PAN DPR Papua tetap menjaga ini. Bahkan, saya akan jaga itu dan di dalam sidang paripurna saya akan tolak pemekaran di seluruh Provinsi Papua,” pungkasnya. (bat)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *