Didampingi 20 Pengacara, Istri Almarhum Hanafi Rettob Gugat Lima Rumah Sakit

Para pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Hukum untuk Kesehatan Masyarakat mendampingi istri almarhum Hanafi Rettob menggugat lima rumah sakit di Kota Jayapura.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Adanya ‘penolakan’ pasien korban kecelakaan lalu lintas atas nama almarhum Hanafi Rettob oleh beberapa rumah sakit di Kota Jayapura pada 23 Juli 2020 hingga akhirnya meninggal dunia, tampaknya berlanjut ke ranah hukum.

Pasalnya, Fitri, istri almarhum Hanafi Rettob didampingi 20 pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Hukum untuk Kesehatan Masyarakat melakukan gugatan terhadap kelima rumah sakit ke Pengadilan Negeri Jayapura sebesar Rp 12,3 miliar, dengan rincian immaterial sebesar Rp 10 miliar dan materiil sebesar Rp 2,3 miliar.

Menurut para pengacara, karena almarhum Hanafi Rettob adalah satu-satunya tumpuan ekonomi bagi penghidupan penggugat. Pemenuhan biaya kebutuhan hidup jelas menjadi hilang. Karena itu, dengan berdasarkan pada ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata dimana intinya menetapkan kewajiban hukum bagi pembuat kerugian untuk mengganti seluruh kerugian materiil yang ditimbulkan karena perbuatannya, maka berdasarkan perhitungan Penggugat sudah selayaknya Para Tergugat secara tanggung renteng memberikan ganti kerugian tersebut.

 “Kami yang tergabung dalam Tim Pembela Hukum untuk Hak Kesehatan Masyarakat telah mendaftarkan gugatan ini di Pengadilan Negeri Jayapura dan nomor perkaranya telah keluar dan siap disidangkan,” kata Yusman Conoras, SH, salah satu pengacara yang tergabung dalam Tim Pembela Hukum untuk Hak Kesehatan untuk almarhum Hanafi Rettob.

“Substansi dari gugatan ini adalah meminta konpensasi/ganti rugi dari 5 rumah sakit  (Para Tergugat) atas ketiadaan tindakan medis yang cepat dan tepat sehingga mengakibatkan Hanafi Rettob meninggal dunia,” katanya.

Menurutnya, penggugat (isteri almarhum Hanafi Rettob) memiliki hak untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum (Aspek Hukum Perdata)  atas kegagalan dan kelalaian para tergugat untuk memenuhi kewajibannya menjamin keselamatan nyawa pasien dalam kondisi kritis.

Masih menurut Yusman, perkara ini telah terdaftar di Pengadilan Negeri Kelas 1A Jayapura dengan nomor perkara 99/Pdt.G/2020/PN. Jap.        Adapun garis besar gugatan Tim Pembela Hukum Untuk Hak Kesehatan Masyarakat adalah, penggugat memiliki hak untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum atas kegagalan dan kelalaian dalam memenuhi kewajibannya menjamin keselamatan nyawa pasien dalam kondisi kritis.

Kelima rumah sakit yang digugat yakni, Rumah Sakit Provita Jayapura, RSUD Jayapura, Rumah Sakit Marthen Indey, Rumah Sakit Bhayangkara, dan RSUD Abepura.

“Para tergugat  tidak melakukan tindakan medis yang cepat untuk memberikan pertolongan terhadap Hanafi Rettob yang pada saat itu sedang mengalami kondisi kritis dan membutuhkan penanganan segera. Tetapi justru ditolak dari satu rumah sakit ke rumah sakit lainnya hingga akhirnya korban meninggal dunia,” ujar Yusman.

Dikatakan, perbuatan tersebut sangat jelas bertentangan dengan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, ayat 1 yakni  ‘Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan nyawa pasien dan mencegah kecacatan terlebih dahulu’.

Sementara pada Ayat 2 “Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. (ab/bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *