Garuda dan Batik Minta Penambahan Flight dari dan ke Papua

Suasana Tatap Muka Komisi IV DPR Papua dengan Bandara Udara Sentani dalam rangka panja infrastruktur, Selasa, 30 Juni 2020.
banner 120x600
banner 468x60

SENTANI, Papuaterkini.com – Maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan Batik meminta penambahan flight atau penerbangan dari sebelumnya seminggu dua kali.

Hal ini terungkap dalam Tatap Muka Komisi IV DPR Papua dengan Bandara Sentani dan maskapai penerbangan dalam rangka Panja Infrastruktur di Ruang Pertemuan PT Angkasapura II Jayapura, Selasa, 30 Juni 2020.

“Tentu harapan para stakeholder ini bahwa mereka meminta perlu adanya penambahan flight atau penerbangan. Penerbangan hanya Garuda dan Batik satu minggu dua kali, bisa ditambah menjadi beberapa kali dalam seminggu agar bisa mendapatkan penghasilan,” kata Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim, SE usai tatap muka didampingi Wakil Ketua Komisi IV DPR Papua, Thomas Sondegau, ST, Sekretaris Komisi IV, Sinut Busup bersama Anggota Komisi IV, Boy Markus Dawir, Alfred Fredy Anouw, H Abu Hanifau Asso, Mesak Magai, Apeniel Sani, Herman Yogobi dan Jansen Monim.

Dikatakan, permintaan penambahan penerbangan dari dan ke Papua ini, memang tidak sekaligus dibuka, tetapi ada penambahan flight karena situasi dan kondisi sekarang ini tentu berdampak sekali terhadap operasional mereka.

“Mereka sudah menjelaskan, jika sebelumnya penerbangan lebih 11 kali dalam intra Papua. Tapi setelah adanya pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19 ini, penerbangan turun drastis. Ini tentu berdampak pada penerbangan sehingga dikhawatirkan perusahaan penerbangan ini kolaps ditengah situasi seperti ini,” jelasnya.

Politis Partai Nasdem ini, yang perlu dipertegas bahwa Komisi IV DPR Papua sangat konsen terhadap bidang transportasi udara, sebab salah satu akses transportasi yang sangat penting bagi Provinsi Papua adalah transportasi udara.

Untuk itu, Komisi IV DPR Papua menginginkan akses penerbangan ini terjaga dengan baik, karena sekalipun ditengah situasi Covid-19, namun perusahaan penerbangan bisa memanege perusahaan mereka dengan baik, sehingga mereka mendapatkan keuntungan agar operasional perusahaan bisa berjalan.

“Tadi kami minta kalau bisa dalam pertemuan berikut, itu juga harapan mereka semua bahwa ditambah sedikit flight atau penerbangan, tapi tidak langsung dan tidak lebih diperketat lagi dan mengikuti protokoler kesehatan,” ujarnya.

Dikatakan, jika 14 hari pertama masa relaksasi untuk memulangkan masyarakat, ditambah 14 hari berikutnya, memang DPR Papua sepakat bahwa memulangkan masyarakat terlebih dahulu yang masih tertahan, setelah itu dilakukan pembatasan yang diperketat tetapi jika menambah flight, namun syaratnya harus diperketat protokol kesehatannya.

Bahkan, bila perlu meminta swab atau hasil PCR bagi penumpang yang mau masuk Papua maupun di intra Papua seperti di Pegunungan Papua karena fasilitas kesehatan di Papua sangat terbatas, sehingga harus diperketat.

“Yang terpenting, masyarakat mengalami kesulitan ketika petunjuk teknis dikeluarkan dan ada surat dari provinsi bahwa mengembalikan dan memberikan kewenangan dan tanggungjawab dalam memberikan surat ijin keluar masuk intra Papua kepada Dinas Perhubungan kabupaten setempat,” katanya.

Hanya saja, kata Beatrix Monim, surat ijin masuk itu, dari keterangan pimpinan dari maskapai penerbangan ini, mereka mengalami kendala, karena ketika mereka membawa penumpang ke daerah, justru pemerintah setempat dan tokoh masyarakat menolak.

“Nah ini menjadi tanggungjawab siapa? Di sisi lain, kesulitan masyarakat mengurus persyaratan harus periksa test Covid-19 bahkan mengurus surat ijin harus ke sekda, mereka mengalami kendala. Kita minta pemerintah siapkan tempat khusus agar masyarakat mudah mendapatkan persyaratan surat ijin keluar masuk, pemeriksaan rapid, misalnya di bandara. Kalau bisa satu pintu agar mempermudah masyarakat bagi yang kembali pulang ke kampung halaman,” jelasnya.

Terkait dalam Tatap Muka Bersama Bandara Udara Sentani ini, Beatrix Monim menambahkan, hal itu terkait pembatasan sosial yang diperketat dan diperluas kontekstual di Papua, sehingga ada pembatasan orang keluar masuk ke Papua pada 20 Juni – 3 Juli 2020.

“Nah, itu apakah akan diperpanjang, akan bergantung pada status dan kondisi di Papua, terutama akan mendapatkan laporan dari Dinas Kesehatan terhadap penyebaran Covid-19 apakah ada peningkatan, penurunan atau stabil akan dibahas ke depan,” ujarnya.

Hanya saja, kata Beatrix Monim, jika mengikuti perkembangan seperti disampaikan Kadis Kesehatan bahwa dalam 1 minggu lalu cukup landai, itu memberikan semangat baru untuk bisa masuk pada tahapan new normal.

Pihaknya tidak bisa mengambil kesimpulan, karena ada instansi teknis yang melihat itu. Secara khusus, Komisi IV DPR Papua mengantisipasi setelah 3 Juli 2020, rapat Forkompinda akan mengambil kesepakatan bersama lagi untuk situasi Papua ke depan, apakah tetap pada kondisi pembatasan sosial diperketat dan diperluas, apakah membuka sedikit ruang bagi akses penerbangan ini.

“Kita tadi bicara akses penerbangan ini, akses transportasi udara. Tentunya melihat situasi dan kondisi, kami berpikir dari sektor ekonominya. Tentu berdampak sekali bagi mereka stakeholder termasuk di bidang perhubungan ini. Tentu harapan stakeholder ini, bahwa mereka meminta adanya penambahan flight,” pungkasnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *