JAYAPURA, Papuaterkini.com – Adanya penolakan dari pemerintah Kabupaten dan Kota Jayapura terhadap Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang digelar oleh Majelis Rakyat Papua (MRP), tampaknya ditanggapi serius oleh Anggota DPR Papua, Deki Nawipa.
Pasalnya, Deki Nawipa menilai penolakan terhadap RDP Otsus yang dilakukan MRP itu, terkesan ada kepentingan dan tidak sesuai dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang tertuang dalam Pasal 77.
“RDP yang dilakukan MRP sudah sangat jelas dasar hukumnya, yakni dilakukan MRP dan DPR Papua. Jadi, kalau ada penolakan dari pemerintah daerah, itu keliru,” tegas Deki Nawipa di PTC Entrop Jayapura, Sabtu, 14 Nopember 2020.
Menurutnya, perintah UU Otsus jelas didalam pasal 77 menyatakan bahwa “Usul perubahan atas Undang-undang ini dapat diajukan oleh rakyat Provinsi Papua melalui MRP dan DPR Papua kepada DPR atau Pemerintah, sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Untuk itu, kata Deki Nawipa, politisi dari Partai Berkarya ini, jika RDP yang dilakukan MRP terkait UU Otsus itu, merupakan solusi yang tepat untuk menfasilitasi rakyat Papua menyampaikan aspirasi terhadap UU Otsus.
“MRP memberikan kesempatan melalui RDP. Itu memberikan solusi yang tepat, mengamankan situasi hari ini untuk ke depan, sehingga saya secara pribadi, saya sampaikan mari kita hargai dan ikuti proses yang sedang dilakukan oleh MRP, bahkan DPR Papua karena itu proses sesuai perintah UU Otsus,” jelasnya.
Menurutnya, apapun aspirasi rakyat dari lima wilayah adat yang disampaikan ke MRP itu, terhadap UU Otsus yang telah berjalan hampir 20 tahun ini, selanjutnya disampaikan kepada pemerintah pusat.
“Apapun aspirasi rakyat itu, ya disampaikan ke pemerintah. Jadi, kita di sini jangan mengada-ada, dengan menolak RDP yang dilakukan MRP. Jangan mengatasnamakan pemerintah daerah atau ondoafi, berbicara melarang RDP, tidak usah sudah. Solusi yang tepat undang rakyat semua, biar rakyat yang berbicara,” tandasnya.
Untuk itu, Deki Nawipa lebih setuju tahapan yang dilakukan oleh kedua lembaga yakni MRP dan DPR Papua sebagai solusi yang tepat terhadap UU Otsus.
Soal adanya bias terkait UU Otsus bahwa ada yang menyebut UU Otsus berakhir, namun ada yang menyebut dana Otsus yang berakhir, Deki Nawipa mengatakan, jika adanya UU Otsus itu, karena adanya dana dan dana itu ibarat darah manusia, ketika darah itu berhenti, manusia tidak bisa hidup.
“Dana Otsus itu berhenti, maka Otonomi Khusus itu tidak berdaya. Orang hari ini bicara gagal atau tidak, itu hanya karena dana. Dana tidak terserap sampai ke rakyat, sehingga tidak bisa membedakan itu, ketika dana berhenti, Otsus tidak berjalan,” tandasnya.
Untuk itu, lanjut Deki, harus membuka kesempatan rakyat untuk menyoroti di sisi dana, kebijakan, kewenangan dan lainnya terhadap UU Otsus.
“Sudah kita terima saja. Dari RDP itu, apapun aspirasi rakyat ya harus diterima, MRP dan DPR Papua hanya menfasilitasi. Soal sikap dari Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, itu tidak boleh. Kita ini pemerintah harus tahu diri, jangan ambil orang punya tupoksi,” ujarnya.
Deki meminta semua pihak tidak menghalangi RDP yang dilakukan MRP, tetapi biarlah proses berjalan sesuai dengan perintah UU Otsus pasal 77.
“Tidak boleh ada muatan kepentingan yang lain,” ujarnya.
Bahkan, Deki menilai jika pemerintah kabupaten/kota yang menolak RDP itu, mempunyai kepentingan. Padahal, mereka tidak melibatkan rakyat.
“Dalam UU Otsus, tidak ada pasal yang mengatur tentang pemerintah daerah yang membuat RDP, tidak ada itu. Di dalam bunyai itu, rakyat Papua saja melalui MRP dan DPR Papua,” pungkasnya. (bat)