OPINI – Menimbang Kekuatan di Pilkada Keerom

banner 120x600
banner 468x60

 

 

Pilkada Keerom 

Head to Heat 

Peluang dan Kelemahan

————————————————————–

Calon No 1: Markum – Musui

(Muhammad Markum dan Malensius Musui)

Pasangan ini didukung oleh 8 parpol (PKS, PPP, Demokrat, Hanura, Berkarya, Garuda, PSI dan Gerindra). Ini merupakan parpol terbanyak yang mengusung calon.

PELUANG: Banyaknya parpol pengusung “Mama” merupakan mesin penggerak bagi perolehan suara, sangat efektif walaupun tidak bisa dijadikan ukuran pasti, masuknya PKS dengan 3 kursi jadi catatan yang tidak kalah penting. Sementara partai lainnya membawa 1 hingga 2 kursi di DPRD.

Cara kerja parpol yang masif di masyarakat ditunjukkan dengan hadirnya perwakilan mereka duduk di DPRD. Tuduhan korupsi Markum yang santer sebatas jadi bahan diskusi, toh pada saat mendaftar Cakada hingga saat ini tidak ada status hukum yang menimpanya.

Wakilnya Musui yang kelahiran Wembi distrik Arso timur, dimana disana ada 9 kampung. Artinya ada suara yang tidak bisa dianggap remeh. Musui anak asli Keerom yang berkiprah sebelumnya sebagai camat tentu memahami pola masyarakat tingkat distrik yang dipimpinnya.

Pasangan ini mengusung visi misinya sehati membangun Keerom sebagai beranda terdepan NKRI.

KELEMAHAN: Banyaknya kritikan yang menimpa Markum atas kepemimpinannya saat menjabat bupati soal pembangunan infrastruktur jalan, dermaga, sejumlah fasilitas untuk rakyat seperti pasar, gaji untuk honorer/tenaga kesehatan menjadi catatan bagi rakyat yang ditiupkan oleh kelompok masyarakat. Walaupun program pembangunan semuanya ada mekanismenya, tapi masyarakat tidak bisa dibawa dalam cara pandang kontekstual. Mereka di ranah praktis (siapa yang memimpin dan sudah berbuat apa)

 

Calon No 2: Gusbager – Wagfir

(Piter Gusbager dan Waghfir Kosasih)

Didukung (PDI-P, Golkar, Nasdem)

PELUANG: Dua parpol dengan suara terbanyak di DPRD Keerom (Golkar, Nasdem) masing masing 3 kursi ada di barisan dengan slogan “Bersih” ini kemudian dilengkapi dengan masuknya PDI-P 1 kursi. Gusbager yang dilantik sebagai Wabup Keerom pada 30/7/2019 lalu yang diusulkan Golkar merupakan dosen dan intelektual muda wilayah bermotto “Timne Yesan Kifase”. Jabatan Wabup yang baru berumur 1,3 tahun ini menjadikan Gusbager belum mempunyai banyak catatan merah di masyarakat. Sementara Wakilnya Waghfir punya pengalaman menjadi Wabup Keerom definitif pertama bersama Celcius watae (2005-2010) sejak kabupaten ini dimekarkan tahun 2003.

Pasangan ini mengusung visi misinya menjaga Keerom tetap bersih untuk perubahan segala aspek (pendidikan, kesehatan dan infrastruktur)

KELEMAHAN: Optimisme yang sedikit berlebihan dari pasangan ini dan juga dari para pendukungnya yang menaruh keyakinan “menang” didasari dengan menganggap lawan lawannya mudah ditaklukkan dengan dasar asumsi asumsi yang berkembang perlu sedikit di rem. Gaya menyerang pasangan lain (No 1 khususnya) baik dalam debat maupun yang dilakukan para tim suksesnya melalui media sosial daring justru membuka sedikit celah yang lupa diwaspadai. Namun lupa membaca strategi massa justru bisa menghasilkan blunder.

 

Calon No 3: Wally – Susilo 

(Yusuf Wally dan Hadi Susilo)

Independen

PELUANG: Wally orang yang paham dalam mengelola kepemimpinan di pemerintahan. Saat Keerom jadi wilayah kabupaten definitif, Wally setahun sebagai penjabat bupati (April 2003-april 2004). Kemudian November 2010-2015 menjadi bupati yang wakilnya adalah rivalnya saat ini yakni Markum . Pemerintahan di masa Wally berjalan tanpa meninggalkan persoalan berarti. Program gilanya untuk kemandirian melalui (BK3) atau bantuan keuangan dan kemandirian kampung sebesar 1 miliar jadi bagian dan gaya kepemimpinan masa lalunya. Tersedianya air bersih, penerangan, pendidikan dan kesehatan serta rumah layak huni pelan pelan terwujud. Masyarakat otomatis akan mengingat apa yang sudah dibuat secara konkrit. Dan kali ini dia melontarkan gagasan 200 juta/RT. Wakilnya Hadi Susilo merupakan anak trans Arso, dengan latar belakang usahawan, dia juga pernah mencicipi jadi pemimpin di pemerintahan sebagai kepala kampung Yuwanain dua periode. Pasangan ini disebut “Walsus”

Keduanya sepakat mengusung misi misinya mengajak masyarakat Keerom untuk mewujudkan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

KELEMAHAN: Maju dari jalur independen berbeda dengan jalur partai. Partai dengan sistematis sebagai mesin pengumpul suara. Walaupun kedaulatan penuh ada di tangan rakyat pemilih. Independen membutuhkan “kerja ekstra” untuk membangun kekuatan seperti saat mengumpulkan identitas rakyat sebagai syarat dukungan. Disatu sisi tidak membutuhkan biaya transaksi politik lewat partai. Disisi lain bukan berarti cost demokrasi tidak ada. Menaruh besar keyakinan bahwa independen bebas dari biaya dan hanya berhutang kepada rakyat, (itu tidak tepat). Setiap politik selalu mengandung biaya. Justru jalur independen lazimnya berbiaya tinggi karena bersinggungan langsung dengan konstituen. Jalur ini membutuhkan tenaga optimal dari para relawan dan tim suksesnya.

(Selamat Memilih)

Jadikan Pilkada Kabupaten Keerom Damai dan Bermartabat

24 November 2020

*Anang Budiono

Pimpinan Redaksi Papua Terkini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *