Penolakan Otsus Disebabkan Kekecewaan Orang Asli Papua

Koordinator Tim RDP Pansus Otsus DPR Papua, H Kusmanto, SH, MH bersama anggota Pansus Otsus DPR Papua foto bersama Wabup Merauke, Sularso dan Forkompinda usai RDP di wilayah adat Anim Ha.
banner 120x600

MERAUKE, Papuaterkini.com – Panitia Khusus Otonomi Khusus (Pansus Otsus) DPR Papua dalam melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di wilayah adat Anim Ha juga bertemu dengan sejumlah kelompok masyarakat dan organisasi kemasyarakatan untuk mendapatkan masukan terhadap UU Otonomi Khusus.

Dalam RDP bersama dengan kelompok masyarakat ini yang digelar di Swiss-Belhotel Merauke ini, dipimpin langsung Koordinator Tim RDP Wilayah Adat Anim Ha, H Kusmanto, SH, MH, didampingi Anggota Pansus Otsus, Fauzun Nihayah, SHi, MH, Siti Susanti, SE, Ferdinando Bokowi, SH, Danton Giban, SPd, MSi dan Hosea Genongga.

Pansus Otsus DPR Papua mendapatkan masukan dari stakeholder diantaranya perwakilan adat Suku Marin, Muyu, Auyu, Mappi, Boven Digoel, paguyuban, tokoh pemuda dari KNPI, PMKRI, IKKM, HMI, KPA dan FPK, tokoh perempuan, tokoh agama dari NU, Muhammadyah, PHBI, GKI dan GPI, perwakilan mahasiswa, masyarakat tani dan nelayan.

Koordinator Tim RDP Pansus Otsus DPR Papua wilayah Anim Ha, H Kusmanto, SH, MH mengatakan, jika Pansus Otsus DPR Papua telah diturunkan kelima wilayah adat untuk mendengarkan saran, masukan dan kritikan terkait revisi UU Otsus.

“Jadi, untuk RDP  ini  kami Pansus Otsus DPR Papua sesungguhnya  lebih banyak  mendengar  dari  masyarakat terkait  Otsus ini seperti apa ke depannya,’’ katanya.

Diakui, dalam pertemuan ini, sejumlah masukan berhasil dihimpun Pansus Otsus DPR Papua, diantaranya selama  berjalannya Otsus di  Provinsi Papua, belum  benar-benar dirasakan manfaatnya oleh   seluruh masyarakat Asli Papua, bahkan dana Otsus hanya  dimanfaatkan oleh segelitir orang saja,  sehingga menimbulkan  rasa  kecewa diantara masyarakat  Asli Papua.

Selain itu, lanjut Kusmanto, dana Otsus tidak digunakan secara baik sesuai dengan peruntukkannya sehingga masih banyak terjadi   kelaparan, kemiskinan dan masih rendahnya kualitas SDM Papua.

“Selama  berjalannnya Otsus, mereka menyatakan masih terjadi  pelanggaran HAM dan Orang Asli Papua masih banyak yang perlu diberdayakan sehingga dapat setara dengan warga Indonesia lainnya,” ujarnya.

Dari hasil masukan, saran dan kritik dari stakeholder ini, Kusmanto memberikan pandangan bahwa masyarakat di Wilayah AnimHa berpendapat bahwa Revisi terhadap Undang Undang Otonomi Khusus harus dilakukan secara total (menyeluruh) terutama yang    berhubungan dengan isu kewenangan, keuangan, kelembagaan,  ekonomi kerakyatan, hak-hak ulayat, pendidikan, kesehatan,SDA dan SDM, politik dan HAM.

Dikatakan, masyarakat di wilayah Anim-Ha berpendapat bahwa selama penyelenggaraan Otsus di Provinsi Papua, belum seluruh Perdasi/Perdasus yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua ditindaklanjuti/dibuat oleh DPR Papua atau Pemprov Papua.

Di samping itu, ujarnya, masyarakat di Wilayah Anim Ha meminta  kepada Pemerintah Daerah wajib memberikan  penjelasan,  informasi  dan  sosialisasi hasil-hasil pelaksanaan Otonomi Khusus di Tanah Papua. “Penolakan terhadap Otsus disebabkan karena kekecewaan  masyarakat dan Orang Asli Papua terhadap pelaksanaan dan implementasi Otsus di Tanah Papua,” pungkasnya. (bat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *