Polisi Tetapkan Tiga Tersangka Kasus Penjualan Senpi Gelap di Nabire

banner 120x600
banner 468x60

Tiga tersangka dalam kasus jual senjata api di Nabire saat dirilis di Mapolda Papua, Senin (1/11). (Paul)

 

JAYAPURA,papuaterkini.com – Kepolisian Daerah Papua akhirnya menetapkan tiga tersangka dalam kasus jual beli senjata ilegal, yang melibatkan oknum anggota polisi dari Korps Brigade Mobil (Mobil) di Kabupaten Nabire, pada 21 Oktober 2020 lalu.

Kapolda Papua Irjen Pol Paulus Waterpauw menyebut, mereka yang menjadi tersangka yakni Bripka MJH (35) anggota Brimob aktif di Mako Korbrimob Polri, Kelapa Dua Depok, Jawa Barat.

Kemudian, DC (39) warga Nabire berstatus PNS serta anggota cabang olahraga Perbakin, serta seorang mantan anggota TNI-AD insial FAS (39) warga Kabupaten Pasang Kayu, Provinsi Sulawesi Barat.

“Seorang warga sipil inisial SK yang juga merupakan mantan anggota DPRD, masih dalam pengejaran,” kata Waterpauw kepada wartawan di markasnya, Senin (2/11).

Pihaknya tengah mengembangkan kasus ini untuk mengungkap asal senjata api, serta siapa saja oknum yang menguasai senjata ilegal tersebut di wilayah Papua.

 

Barang bukti Senjata Api Standar Aparat Keamanan 

“MJH merupakan oknum anggota Brimob Kelapa Dua Depok, kelahiran Cilacap 28 Januari 1985, usia 35 thn. Berperan mencari Senpi sesuai pesanan FAS dan DC. Ketiga tersangka ini dikenakan Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No.13 Tahun 1951 Jo Pasal 55 KUHPidana,” tegasnya.

Barang bukti yang disita tim gabungan polisi dan TNI dari tangan ketiga tersangka berupa satu pucuk senjata laras panjang jenis M-16 Caliber 5,56 mm dan satu pucuk M-4 serta dua magazen. Diketahui, DC memesan senjata laras panjang jenis M-16 dari tersangka MJH. Senjata tersebut merupakan pesanan dari SK pada Desember 2019.

Tim gabungan juga menyita satu pucuk pistol Glock serta sebuah magazen dan lima butir amunisi 9 mm milik DC, yang menjemput MJH dari Bandara Douw Aturure Nabire, pada 21 Oktober 2020 lalu. Selain itu, dua unit hanphone milik MJH serta KTP masing-masing tersangka, ikut disita.

“DC berperan menjemput senjata api yang dibawa oleh MJH, kemudian (akan) menyerahkannya sesuai arahan dari tersangka FAS, pecatan anggota TNI-AD. FAS sendiri berperan mencari senjata api pesanan MJH. FAS menyuruh DC menjemput pesanan Senpi yang dibawa oleh MJH,” kata Waterpauw, merunut kronologis penyelundupan senjata tersebut dari Jakarta ke Nabire.

Senjata api dibawa Bripka MJH lewat penerbangan Jakarta. Kemudian transit di Makassar, Timika dan tiba di Nabire, pagi harinya. Namun semuanya pupus. Oknum anggota Brimob ini ditangkap di salah satu hotel di Nabire, sekira pukul 11.30 WIT, setelah petugas security bandara menaruh curiga terhadap gelagat serta barang bawaan MJH, meski pun dilengkapi dokumen resmi.

Status ketiga tersangka sebagai anggota Perbakin, disinyalir menjadi modus MJH melancarkan aksinya demi keuntungan pribadi. Namun, polisi masih mengembangkan fakta keseluruhan di balik ini, sembari memburu SK.

Penyidikan, kata Waterpauw, sekaligus mengungkap apakah ada keterkaitan pemesan senjata dengan pihak Kelompok Kriminal Bersenjata (KBB). Sebab dikhawatirkan, senjata itu berakhir di tangan KKB dan justru digunakan untuk membunuh warga sipil dan aparat keamanan.

Bripka MJH mengaku sudah kurang lebih tujuh kali terlibat dalam penjualan senjata api. Namun dirinya hanya menerima ongkos sebagai imbalan atas setiap pembelian dan pengantaran senjata ke pembelinya.

“Pertama Rp 10 juta, kedua Rp 25 juta, ketiga Rp 30 juta, ke empat Rp 25 juta, untuk Glok Rp 15 juta, M4 Rp 25 juta, M16 Rp 25 juta,” ungkap Jenderal Polisi asal Fakfak, Papua Barat itu.

Bahkan kata dia, senjata api didapatkan MJH dari Jakarta. Nilai belinya berkisar Rp 100 juta hingga Rp 150 juta, dan dijual ke Papua di kisaran harga Rp 300 juta sampai Rp 350 juta.

“Pengiriman senjata ini terungkap sejak bulan Juni 2017. Dimana salah satu mantan anggota DPRD Paniai inisial DD memesan senjata setelah menggadaikan mobilnya kepada FAS, pecatan TNI-AD,” jelasnya.

Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Herman Asaribab mengakui jika FAS, salah satu tersangka dalam kasus jual beli senjata api di Nabire merupakan pecatan anggota TNI-AD. Kini statusnya sudah menjadi warga biasa.

Meski demikian, Kodam XII/Cenderawasih menegaskan akan membantu kepolisian untuk mengungkap pemilik senjata api jenis M-16 yang lazimnya digunakan oleh anggota TNI.

Asaribab menyerahkan sepenuhnya kasus ini ditangani Polda Papua.

“Karena senjata ini ada M-16 dan ada nomor (serinya), maka kami unsur TNI akan selidiki siapa pemiliknya. Kalau sudah ditemukan maka kami telusuri lagi ke depan,” ujarnya. (Paul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *