JAYAPURA, Papuaterkini.com – Sekretaris Fraksi Bangun Papua DPR Papua, Alfred F Anouw, SIP menilai ada pembungkaman terhadap ruang demokrasi bagi rakyat Papua ketika menyampaikan aspirasi kepada DPR Papua maupun Majelis Rakyat Papua (MRP).
“Seluruh ruang demokrasi di Papua dibungkam. Dua lembaga ini, lahir karena undang-undang juga, kalau ini terus dilakukan, kami minta Presiden untuk membubarkan dua lembaga itu, DPR Papua dan MRP agar rakyat tidak marah-marah kami. Rakyat pikir, kami tidak kerja, padahal kami kerja,” kata Alfred Anouw, Sabtu, 21 Nopember 2020.
Alfred Anouw menyebut ada beberapa upaya rakyat Papua untuk menyampaikan aspirasi ke DPR Papua maupun ke MRP, namun selalu dibungkam.
Diantaranya ketika mahasiswa Deiyai, akan menyampaikan aspirasi ke DPR Papua, namun justru dibubarkan. Padahal, hal itu sudah tepat disampaikan ke kantor rakyat.
Alfred Anouw sangat menyesalkan langkah kepolisian yang membubarkan penyampaian aspirasi itu.
“Ya, sisi lain itu bagian dari pengamanan, namun mahasiswa tidak anarkis. Mereka hanya datang antar sikap mereka terhadap penolakan pemekaran distrik dan kampung di Deiyai,” katanya.
Alfred Anouw meminta kepada Kapolda Papua untuk memproses oknum polisi yang melakukan penghinaan terhadap anggota DPR Papua, Amos Edoway yang merupakan anggota Fraksi Bangun Papua DPR Papua.
“Apapun ceritanya, kami minta kepada Kapolda untuk memproses oknum anggota yang mengeluarkan kata kotor, itu tidak benar,” tandasnya.
Tidak hanya itu, kata Alfred Anouw, aspirasi dari aliansi masyarakat dan mahasiswa yang melakukan penolakan UU Cipta Kerja di Jayapura, juga dibungkam.
Selain itu, lanjut Alfred Anouw, terkait rancangan draft yang dikeluarkan akademisi Uncen, mahasiswa ada mau menuju ke MRP untuk meminta dikembalikan, namun dihadang pihak keamanan. Padahal, maksud dan tujuan mereka itu baik menyampaikan aspirasinya dalam negara demokrasi.
“Itu kan diperbolehkan, tidak ada aturan yang melarang untuk menyampaikan aspirasi. Menurut mahasiswa yang disampaikan ke kami itu bahwa soal RDP itu kan dilakukan sesuai mekanisme pasal 77 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua,” jelasnya.
Alfred Anouw menambahkan, jika aksi penyampaian aspirasi itu selalu dibungkam, dibatalkan dan dihadang oleh pihak keamanan, padahal kedua lembaga ini lahir karena adanya undang-undang .
“Kalau memang tidak diberlakukan di Papua, mendingan kedua lembaga, yakni DPR Papua dan MRP ini dibubarkan saja, karena rakyat menilai kami ini tidak kerja apa-apa, padahal kami juga bekerja,” pungkasnya. (bat)