Di Bolakme, Anggota DPR Papua Sosialisasikan Perda tentang Perlindungan Korban KDRT

Anggota DPR Papua, Herman Yogobi bertemu dengan masyarakat di Kampung Bandua, Bolakme, Kabupaten Jayawijaya baru-baru ini.
banner 120x600

JAYAPURA, Papuaterkini.com –  Anggota Komisi IV DPR Papua, Herman Yogobi melakukan pertemuan dengan tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan Masyarakat Kampung Bandua, Distrik Bolakme, Kabupaten Jayawijaya, Papua, baru-baru ini, dalam rangka kegiatan pengawasan dan sosialisasi perdasi-perdasus.

Dalam kesempatan ini, Herman Yogobi mensosialisasikan Perda Provinsi Papua Nomor 8 Tahun 2013 tentang Perlindungan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) kepada masyarakat di Kampung Bandua, Distrik Bolakme.

Menurutnya, kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jayawijaya sangat banyak. Selama ini biasanya diselesaikan secara kekeluargaan, memang bisa dilihat dari sisi budaya, tetapi yang sekarang ini kasus kekerasan seksual ini memang sangat rentan sekali, ketika tidak menyelesaikan kasus ini otomatis anak-anak akan mengalami kekerasan ini terganggu psikologinya.

Menurutnya, pada tahun ini saja ada 20 kasus kekerasan seksual anak dibawah umur, penelantaran dalam rumah tangga 23 kasus, kekerasan fisik dalam rumah tangga 30 kasus, kekerasan yang terjadi di sekolah sebanyak 11 kasus.

Ia mencontohkan, salah satu kekerasan seksual terhadap anak menimpa JS dimana mendapat tindakan seksual dari bapak kandungnya sendiri, namun ketika dilaporkan ke polisi justru kasus tersebut dikembalikan kepada keluarga.

“Kasus-kasus yang terjadi ini tidak bisa dilihat dari kacamata budaya, tetapi harus dilihat dari penegakan hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Republik ini. Bahkan pemerintah daerah juga tidak ada respon terhadap berbagai tindakan kekerasan dan berharap bisa membuat shelter atau rumah aman bagi para korban dan juga lebih pada anak-anak ini karena butuh mediasi korban,” katanya.

Padahal, imbuhnya, tidak ada alasan untuk tidak menindaklanjuti proses hukum tindak kekerasan terhadap anak dan perempuan, karena itu bukan delik aduan sehingga ini tidak bisa ditarik untuk proses mediasi. Tidak hanya proses hukum, mengakibatkan kejadian berulang-ulang, karena korban dikembalikan ke keluarga padahal pelaku sendiri dalam lingkungan keluarga yang menjadi korban. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *