Merasa Dirugikan Perusahaan Kayu, Masyarakat Adat Sarmi Mengeluh ke Fraksi Gerindra DPR Papua

Ketua Fraksi Gerindra DPR Papua, Yanni SH didampingi Sekretaris Fraksi Gerindra, Natan Pahabol, SPd foto bersama dengan tokoh masyarakat adat Sarmi.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Tim 20 Masyarakat Adat Kabupaten Sarmi, yang tergabung dari berbagai komponen antara lain ondoafi, tokoh adat, tokoh pemuda dan masyarakat adat yang ada di Pantai Barat, Kabupaten Sarmi, mengaku merasa dirugikan oleh perusahaan kayu PT Bina Balantak Utama (BBU).

Bahkan, Tim 20 yang ada dalam dua suku besar ini yakni Isirawa/Sawere dan Armati juga mengaku sangat tidak puas dengan hasil pembayaran yang diberikan oleh perusahaan. Kayu hanya dinilai Rp 65 ribu per meter kubik. Padahal, harga itu tidak setimpal dengan penghasilan ataupun hasil hutan masyarakat setempat sehingga mereka mengusulkan bisa naik menjadi Rp 200 ribu – Rp 500 ribu per meter kubik.

Menurut masyarakat adat yang tergabung dalam Tim 20 itu, dari perjanjian hingga pembayaran serta visi misi perusahaan, semua tidak jelas pembayarannya yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada masyarakat sebagai pemilik hak ulayat yang ada di dua suku besar itu.

Untuk itu, didampingi Wakil Ketua II DPRD Sarmi, Marcos Kopong LB, Tim 20 ini mencari keadilan ke DPR Papua dengan menemui Anggota DPR Papua dari daerah pemilihan (dapil) satu Yanni, SH yang juga Ketua Fraksi Gerindra DPR Papua, didampingi Sekretaris Fraksi Gerindra, Natan Pahabol, SPd, di ruang Banggar DPR Papua, Rabu, 28 April 2021.

Ketua Tim 20 Masyarakat Adat Kabupaten Sarmi, Pilemon Merne menjelaskan, alasan pihaknya datang ke Jayapura untuk mengecek langsung SK Gubernur Papua menyangkut dengan perusahaan kayu Log di Provinsi Papua, secara khusus di Kabupaten Sarmi, Distrik Pantai Barat yang sempai ini telah beroperasi 9 tahun diatas tanah adat suku Isirawa dan suku Armati.

Sebab, kata Pilemon Merne, sampai saat ini belum ada kejelasan dari PT BBU kepada masyarakat adat tentang hasil hutan yang selama ini diambil oleh perusahaan.

“Jadi, kami harap kepada Pemprov Papua untuk bisa memberikan harapan kepada kami masyarakat adat dengan merubah SK Gubernur dari tahun 2012 ke 2021 ini, sehingga apa yang menjadi harapan harapan masyarakat bisa terpenuhi sesuai yang diharapkan,” katanya.

Selain itu, kata Pilemon, masyarakat adat mengharapkan kepada PT BBU itu bisa mengembangkan sumber daya manusia (SDM), secara khusus anak Isirawa dan anak Armati di Kabupaten Sarmi agar bisa meningkatkan pembangunan sosial di masyarakat, pembangunan rakyat dan juga pembangunan lainnya yang dirasakan manfaatnya masyarakat setempat.

“Untuk itu, kami sampaikan kepada Fraksi Gerindra DPR Papua agar dapat membantu kami untuk bisa melanjutkan aspirasi kami ini kepada Gubernur Papua maupun ke Dinas Kehutanan Provinsi Papua sehingga dapat bekerjasama dengan memperhatikan hak – hak dasar masyarakat adat suku Isirawa dan Armati, Kabupaten Sarmi, Distrik Pantai Barat,” tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Sarmi, Marcos Kopong LB mengatakan DPRD Kabupaten Sarmi mendukung apa yang inginkan masyarakat adat, jika mereka merasa masih kurang dengan harga yang diberikan oleh pihak perusahaan itu.

“Jika masyarakat adat yang tergabung dalam Tim 20 ini meminta pertimbangan kepada Pemprov Papua, kami pun selalu mendukung. Kebetulan, kehutanan sudah diambil alih oleh provinsi, maka maka sebagai anggota DPRD Kabupaten Sarmi kami akan meneruskan atau menyambungkan ke Pemprov lewat Fraksi Gerindra DPR Papua. Kebetulan saya juga Anggota DPRD Sarmi dari Partai Gerindra,” ujar Marco, sapaan akrabnya.

Terkait dengan keinginan masyarakat adat yang jauh dari harapan, Marcos Kopong menuturkan, jika pihaknya nanti akan melihat juknisnya terlebih dahulu atau mungkin ada petunjuk tehknis lainnya.

“Kalau memang ada, maka aturan aturannya seperti apa. Dari perusahaan memang memberikan kompensasi seharga Rp 65 ribu per meter kubik. Justru dari itu kami selalu mendukung, kalau toh dari masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat ingin meminta tambahan upah atau kompensasi, kami siap mendukung. Yang jelas nanti harus disesuaikan dengan petunjuk undang-undang Kehutanan yang ada,” jelasnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Fraksi Gerindra DPR Papua, Yanni SH yang diwakili oleh Sekretaris Fraksi Gerindra DPR Papua, Natan Pahabol mengatakan, pihaknya telah menerima aspirasi dari masyarakat adat Kabupaten Sarmi yang ada di Wilayah Tabi dan akan meneruskan aspirasi tersebut kepada pimpinan dan juga kepada komisi yang bersangkutan dalan hal ini Komisi IV DPR Papua.

“Mereka menyampaikan aspirasi terkait kondisi yang mereka alami saat ini yang dilakukan secara tidak adil oleh pihak perusahaan kayu Log yaitu PT Bina Balantak Utama atau (BBU). Padahal perusahaan ini sudah ada sejak tahun 2006 di Pantai Barat Kabupaten Sarmi, namun tidak ada kontribusi yang memuaskan untuk diberkan kepada masyarakat adat yang ada dalam dua suku besar itu,” kata Natan Pahabol.

Menurutnya, meskipun perusahaan kayu Log itu sudah hadir di Kabupaten Sarmi sekitar 9 tahun kebih, namun tidak ada ijin kepada masyarakat adat sebagai pemilik hak ulayat. Padahal, masyarakat adat punya hak disitu yang turun temurun.

“Jadi, harus ada ijin dari masyarakat adat setempat. Kemudian apakah selama ini dari pihak perusahaan melakukan pertemuan atau sosialisasi kepada masyarakat setempat yang kena dampak itu. Lalu apakah ada anak Sarmi yang kerja dalam perusahaan ini. Baik sebagai staf ataupun cleaning service. Sama sekali tidak ada. Baru Kontribusi apa yang sudah diberikan oleh perusahaan itu selama 9 tahun? Itu artinya perusahaan ini datang hanya memeras saja, merekrut kekayaan alam masyarakat adat setempat untuk memeperkaya usahanya sendiri,” cetusnya.

Natan menambahkan, dengan hadirnya perusahaan kayu model seperti itu, sangat merugikan masyarakat adat yang ada di dua suku besar tersebut.

“Perusahaan apa pun yang ada di Papua, silahkan bergerak tapi pertama harus mendapat ijin dari pemilik hak ulayat setempat. Yang kedua, harus baik juga ramah kepada masyarakat setempat. Paling tidak ada ucapan terimakasih kepada pemilik hak ulayat,” pungkasnya. (bat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *