Waket I DPR Papua Minta Mendagri Cabut Radiogram Penunjukan Plh Gubernur

Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH.
banner 120x600
banner 468x60

JAKARTA, Papuaterkini.com – Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH dengan tegas meminta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) untuk segera mencabut radiogram T.121.91/4124/OTDA tentang Penunjukan Sekda Papua, Dance Yulian Flassy sebagai Pelaksana Harian (Plh) Gubernur Papua.

“Kami minta Mendagri untuk mencabut surat radiogram  itu. Jangan bikin masalah lagi di Papua. Biarkan Papua jalan, Sekda melaksanakan tugas seperti biasa,” tegas Yunus Wonda di Jakarta, Jumat, 25 Juni 2021.

Yunus meminta Mendagri harus membaca situasi dan kondisi di Papua. Jangan justru membuat situasi Papua yang sudah aman dan nyaman, berubah lagi.

“Ini sudah ada yang mulai demo. Mereka akan turun tutup Jayapura. Nah, ini Kemendagri harus melihat Papua dengan baik. Jangan selalu melakukan itu, namun harus melihat kondisi strategis orang Papua dengan baik. Jangan selalu bikin statemen begini – begitu, nanti rebut dan benturan, nanti salahkan ini dan mengkambinghitamkan orang lain. Padahal, kita sendiri punya kelakukan dengan tidak melihat kondisi Papua yang sebenarnya,” ujarnya.

Yunus Wonda meminta Sekda Yulian Flassy untuk fokus melaksanakan tugasnya saja, tidak usah lagi berpikir masalah Plh Gubernur dan lainnya.

“Kami dari Fraksi Demokrat dan atas nama lembaga, disini kita lihat etika pemerintah pak Sekda tidak bagus. Harusnya beliau sebagai bawahan gubernur dan telah diterima gubernur sebagai sekda, mestinya merangkul semua, tapi seakan – akan ini menikam pak gubernur dari belakang. Ini tidak boleh. Etika pemerintahan ahrus dilaksanakan. Etika ini harus dijaga. Komunikasi dengan pak gubernur, bapak kira- kira mohon petunjuk, kalau begini bisa tidak. Jangan beliau tidak tahu, terus bikin gerakan tambahan. Ini sama saja ini mengsabotase pemerintahan,” paparnya.

Yunus menilai ada satu etika yang tidak dijalankan oleh Sekda Papua sebagai penanggungjawab di pemerintahan. Sebab, Gubernur Papua, Lukas Enembe, SH, MH belum bisa dikategorikan statusnya berhalangan tetap, lantaran Lukas Enembe resmi ijin berobat ke Mendagri untuk berobata ke Singapore.

“Beliau sakit, beliau bukan lumpuh total atau meninggal. Beliau resmi ijin berobat. Beliau ijin berobat belum sebulan juga,” tandasnya.

Apalagi, lanjut Yunus Wonda, selama ini, meski Gubernur Lukas Enembe kondisinya sakit di Jayapura, namun pemerintahan tetap jalan dan surat-surat mendatangani surat-surat.

Beliau baru keluar ijin berobat itu, baru masuk empat minggu ini. Jadi, beliau dikategorikan berhalangan tetap itu sangat tidak benar,” tegasnya.

Jika berdalih dengan aturan yang ada terkait penunjukan Plh Gubernur Papua itu, namun Yunus Wonda menilai bahwa ada etika yang tidak dilaksanakan oleh Sekda Papua.

Mestinya, ujar Yunus Wonda, Sekda Papua harus membahas kondisi pemerintahan itu dengan Asisten I, Asisten II, Asisten III, Bappeda dan Inspekstorat.

“Pak Sekda harus mengundang semua, menjelaskan posisi kami seperti begini. Saya mengeluarkan anggaran atau apa agak susah, karena posisi saya adalah sekda. Sedangkan gubernur lagi sakit. Kira-kira apakah perlu menyurat ke Mendagri untuk mengeluarkan radiogram untuk melaksanakan tugas sebagai Plh gubernur, itu harus dibicarakan dulu. Ini etika pemerintahan. Nanti ada saran masukan dalam rapat itu, apakah disitu iya atau tidak. Setelah itu, tidak sampai disitu, harus menyampaikan kepada gubernur,” paparnya.

Dikatakan, mestinya Sekda Yulian Flassy menyampaikan kepada gubernur untuk meminta arahan dan petunjuk apakah bisa ada penunjukan Plh gubernur.

Yunus Wonda mengatakan, mestinya juga melihat situasi di Papua ini, dimana Wakil Gubernur Papua, Almarhum Klemen Tinal baru saja meninggal dunia dan belum genap 40 hari, sehingga harus menjaga situasi dan kondisi di Papua tetap aman dan nyaman.

Namun, dengan adanya radiogram Kemendagri terkait penunjukkaan Plh gubernur itu, akhirnya rakyat Papua tidak menerima hal itu.

“Akhirnya yang terjadi hari ini, orang akan demo, situasi yang aman itu jadi berubah. Ini yang harus dipahami situasi psikologis seperti pak sekda sendiri, tapi juga harus dipahami oleh Kemendagri,” ujarnya.

“Jangan terus selalu mengeluarkan surat-surat ke Papua itu selalu mengandung konflik dan membuat masyarakat menjadi bimbang dan membuat situasi tidak nyaman dan aman. Sekarang jika sudah jadi begini, maka akan ada benturan dengan aparat keamanan. Nanti jadi salah lagi,” sambungnya.

Yunus Wonda menyatakan jika radiogram Kemendagri terkait penunjukkan Plh Gubernur Papua itu, ada salah satu item yang berbunyi atas usulan atau permintaan Sekda Papua, sehingga ia sangat menyayangkan hal itu.

“Artinya, sekda tidak melakukan etika pemerintahan dengan benar. Kalau benar itu pak sekda keluarkan, harusnya asisten tahu, Bappeda dan Inspektorat tahu. Ini kan usulan sepihak yang memang secara etika pemerintah itu, sudah tidak benar,” tandasnya.

Yunus kembali mengatakan jika penunjukan Plh Gubernur Papua itu, berdasarkan regulasi atau aturan, namun semua orang punya penafsiran yang berbeda. Namun, ia tidak melihat etika pemerintahan itu dilaksanakan oleh Sekda Papua, padahal Gubernur itu masih ada, sehingga hal itu harusnya dikomunikasikan dengan gubernur.

“Jadi, etika yang kami lihat, pak Sekda harus memahami kondisi Papua hari ini. Situasi Papua hari ini dalam keadaan aman dan nyaman, semua orang berpikir bagaimana PON Papua dilaksanakan. tapi dengan surat-surat seperti begini, akan merubah situasi Papua yang aman jadi tidak nyaman,” katanya.

Yunus Wonda mengkritik keras langkah yang dilakukan Sekda Papua itu, lantaran etika pemerintahan yang tidak dilaksanakan dengan baik.

“Soal penunjukan Plh Gubernur Papua itu, banyak penafsiran pasal di undang-undang itu. Yang pertama penafsiran itu, orang bilang berhalangan tetap, itu banyak penafsiran, pak gubernur itu posisi bukan berhalangan tetap, beliau dalam posisi meminta ijin kepada pemerintah pusat dalam hal ini melalui Mendagri untuk berobat, beliau berobat baru mau masuk satu bulan. Disitu undang-undang sudah jelas, enam bulan,” jelasnya lagi.

Namun, selama ini, ujar Yunus Wonda, meski Gubernur Lukas Enembe dalam kondisi sakit sebelum ke Jakarta, pemerintahan tetap jalan normal dan tetap menyurat serta tandatangan.

“Kenapa ada kalimat beliau berhalangan tetap, nah ini kan sudah tidak benar. Menafsirkan hal yang salah. Tapi, disini pak Sekda tidak melaksanakan etika pemerintahan,” ujarnya.

Melihat kondisi Papua saat ini, Yunus Wonda meminta Sekda Yulian Flassy harus dengan resmi menyatakan menolak menjadi Plh Gubernur. Karena Gubernur Lukas Enembe sedikit lagi, akan ada kembali ke Papua.

“Jadi, saya pikir pak Sekda melaksanakan tugasnya sebagai Sekda saja,” pungkasnya. (bat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *