JAKARTA, Papuaterkini.com – Mayoritas fraksi – fraksi yang ada di DPR RI telah menerima aspirasi rakyat Papua, kajian Pansus Otsus DPR Papua dan pokok – pokok pikiran fraksi – fraksi DPR Papua yang telah diparipurnakan.
Fraksi – fraksi di DPR RI itu, diantaranya Fraksi PAN, Fraksi Demokrat, Golkar, Nasdem, PKB, Gerindra dan PPP serta PKS termasuk menyerahkan aspirasi ke Pansus Otsus DPR RI dan mereka berjanji akan memperjuang aspirasi rakyat Papua tersebut.
“Kami DPR Papua bersama seluruh fraksi – fraksi dewan ke Jakarta dalam rangka memperjuangkan dan mengantar aspirasi rakyat Papua yang sudah disahkan dalam sidang paripurna dalam tiga hari ini, terakhir dengan Fraksi PKS, yang sudah memberikan respond an mereka akan mempelajari semua yang ada dalam dokumen aspirasi rakyat Papua ini,” kata Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH usai bertemu Fraksi PKS DPR RI, 23 Juni 2021.
Dikatakan, dari semua fraksi di DPR RI, kami diterima pertama Fraksi PAN, kemudian Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKB, Fraksi PPP, Fraksi Nasdem, Fraksi Gerindra dan terakhir Fraksi PKS.
“Ya, memang sampai hari ini, kami dapat kesempatan untuk ketemu, kami tidak dikasih ruang adalah di Fraksi PDI Perjuangan,” ungkapnya.
Namun demikian, lanjut Yunus Wonda, seluruh fraksi di DPR RI sudah ketemu semua, hampir seluruh fraksi sudah menerima aspirasi rakyat Papua terkait revisi UU Otsus ini. Semua fraksi – fraksi di DPR RI memberikan dukungan serius, setelah mendapatkan saran dan masukan dari DPR Papua.
Yang jelas, tegas Yunus Wonda, jika revisi UU Otsus yang direncanakan hanya dua pasal saja itu, bukan sesuatu yang mendesak oleh masyarakat Papua. Sebab, rakyat Papua tidak pernah meminta itu. Itukan hanya kepentingan pemerintah pusat.
Menurutnya, jika terkait dengan penganggaran ,mestinya tidak harus merevisi UU Otsus, cukup lewat Perpu atau peraturan lain. Karena, jika mau merubah UU Otsus, lebih baik merevisi secara keseluruhan. Jangan merevisi dua pasal saja, terkait anggaran dan pemekaran.
Untuk itu, Yunus Wonda meminta seluruh komponen di Papua untuk menyampaikan secara jujur kepada pemerintah pusat, namun karena selalu tidak jujur, membuat Papua berantakan, terus terjadi konflik di sana dan terus jadi persoalan – persoalan sosial dan lainnya.
“Kita harus jujur hari ini bahwa rakyat Papua tidak menerima pemekaran. Selama saya di DPR Papua, tidak pernah menerima aspirasi pemekaran. Yang kami terima adalah aspirasi penolakan pemekaran dan penolakan Otsus selama ini. Jadi, kalau ada yang mengatakan bahwa revisi UU Otsus terkait pemekaran yang diperjuangkan, itu bukan aspirasi rakyat Papua. Itu adalah aspirasi sekelompok, bicara pemekaran,” katanya.
Yunus mengingatkan kepada masyarakat Papua, tokoh – tokoh Papua dan pejabat – pejabat Papua untuk berhenti bicaa pemakaran, jika jumlah orang Papua sedikit sehingga belum mendesak untuk pemekaran.
“Jangan kita buat cerita bahwa Pulau ini telah dihuni orang kulit hitam ras Melanesia, namun akan tersisih di tanahnya sendiri. Kita ingat anak cucu kita. Tanah semua sudah dijual. Orang asli Papua akan susah, dimana mau tinggal lagi,” tandasnya.
Yunus juga mengingatkan kepada pejabat dan tokoh Papua untuk memperhatikan dan melihat masyarakatnya secara serius. Apalagi, orang Papua sudah minoritas. Contoh Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Merauke. Itu orang Papua sudah jadi minoritas.
“Terus mau bikin pemekaran itu, orang Papua mau kemana? Mari kita lihat anak cucu kita. Pemekaran itu bukan salah satu solusi untuk orang Papua sejahtera. Tapi, ada system yang salah,” ungkapnya.
Apalagi, lanjut Yunus Wonda, jika melihat UU Otsus yang telah berjalan 20 tahun, namun hingga kini tidak ada peraturan pemerintah yang dikeluarkan. Padahal, itu kewajiban negara untuk membuat peraturan pemerintah yang dikeluarkan.
“Ini kegagalan siapa? Ini kegagalan pemerintah yang tidak konsisten menjalankan UU Otsus. Hanya MRP yang ada, yang lain tidak ada. Jangan salahkan terus kami rakyat Papua, dengan menyampaikan anggaran besar telah dikucurkan ke Papua,” tegasnya.
Dikatakan, peraturan pemerintah tidak pernah dikeluarkan sejak UU Otsus berlaku hingga sekarang. Uang itu bukan menjadi ukuran di Papua. Tapi proteksi dan perlidungan terhadap orang Papua itu penting.
Apalagi, ungkap Yunus Wonda, banyak terjadi kasus – kasus pelanggaran HAM di Papua. Pelanggaran bukan terhadap Orang Papau saja, tetapi terhadap non Papua, terhadap TNI dan Polri yang terus berguguran di sana. Kita harus merubah ini.
Seperti terus terjadi pertumpahan darah di Papua. Semua pihak harus menahan diri sehingga ke depan Papua dapat dibangun dengan sungguh – sungguh untuk menuju kesejahteraan orang Papua dan semua orang yang hidup di atas tanah Papua.
“Kita mau sampaikan kepada semua bahwa tidak bisa merubah UU Otsus hanya dua pasal saja. Itu suatu yang mustahil. Mesti harus dirubah total. Karena sudah tidak relevan lagi, bahkan ada banyak pasal-pasal yang perlu direvisi dan karena rohnya Otsus semakin hilang. Maka harus kita kembalikan roh dari UU Otsus,” katanya.
Yunus Wonda menambahkan, revisi UU Otsus secara total ini, diharap menjadi solusi mengatasi permasalahan di Papua yang kompleks.
“Kalau mau bicara Otsus, maka bicara merevisi UU Otsus, lebih bagus tidak dibahas dalam revisi sekarang. Kalau bicara anggaran, tidak harus merevisi UU Otsus. UU Otsus jelas belum direvisi, belum diamandemen. Pasal 76 dan 77 sudah jelas mengatur. Itu undang-undang, bukan inpres atau keppres. Berikan pendelegasian kepada MRP dan DPR Papua,” pungkasnya. (bat)