Tak Berikan Pendapat Soal Aspirasi Otsus, Sikap Fraksi Nasdem DPR Papua Disoroti

Wakil Ketua Fraksi Gabungan Bangun Papua DPR Papua, Nason Utty.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Sikap Fraksi Nasdem DPR Papua yang tidak memberikan pendapat atau abtain dalam Rapat Paripurna DPR Papua terkait Penyampaian Laporan Pansus Otsus DPR Papua dan Penyampaian Aspirasi serta Pokok Pikiran Fraksi – Fraksi DPR Papua terkait Revisi UU Otsus pada Selasa, 15 Juni 2021, tampaknya menjadi sorotan.

Wakil Ketua Fraksi Gabungan Bangun Papua DPR Papua, Nason Utty, SE mengatakan, jika dalam rapat paripurna DPR Papua dengan agenda laporan Pansus Otsus DPR Papua dan Penyampaian Aspirasi serta Pokok – Pokok Pikiran Fraksi – Fraksi DPR Papua terkait Revisi UU Otsus, dari tujuh fraksi dan satu kelompok khusus yang ada di DPR Papua, telah menyampaikan pendapatnya.

Hanya saja, kata Nason Utty, Fraksi Nasdem DPR Papua tidak menyampaikan pendapatnya dalam rapat paripurna tersebut.

“Dalam paripurna DPR Papua itu, dari delapan fraksi, namun Fraksi Nasdem tidak hadir. Soal Fraksi Nasdem, silahkan rakyat Papua mempertanyakan apa sikapnya terhadap aspirasi terkait revisi UU Otsus. Kenapa dia tidak memberi pendapat dan tidak hadiri rapat paripurna,” kata Nason Utty kepada wartawan di Jayapura, Sabtu, 19 Juni 2021.

Padahal, kata Nason Utty, Fraksi Nasdem memegang mandat rakyat Papua mayoritas di DPR Papua dan menduduki suara atau kursi mayoritas.

“Apalagi, Partai Nasdem menduduki Ketua DPR Papua dan  satu fraksi. Kenapa fraksi dan partai ini tidak memberikan pendapat? Alasannya kenapa? Harus rakyat Papua mempertanyakan itu,” tandasnya.

Sementara itu, lanjut Nason Utty, tujuh fraksi lain termasuk Kelompok Khusus DPR Papua sudah menyampaikan pendapat terkait hasil kajian Pansus Otsus DPR Papua dan aspirasi serta pokok-pokok pikiran fraksi – fraksi DPR Papua terkait revisi UU Otsus.

“Sampai saat ini juga Fraksi Nasdem DPR Papua belum menyampaikan atau memberikan tanggapan apapun. Kami tujuh fraksi termasuk kelompok khusus, akan membawa pokok pikiran rakyat Papua melalui DPR Papua, kami akan sampaikan kepada Pansus Otsus DPR RI dan kami akan menyurati kepada DPR RI, DPD RI dan beberapa menteri, diantaranya Menkopolhukam, Menkum HAM dan Mendagri  serta Menkeu sebagai tembusan,” ujarnya.

Selain itu, ujar Nason Utty, DPR Papua akan melakukan loby – loby politik dengan semua fraksi yang ada di DPR RI, untuk mendorong pokok-pokok pikiran yang disampaikan fraksi-fraksi yang ada di DPR Papua yang sudah dirumuskan.

“Tim ini akan dipimpin oleh Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH. DPR Papua punya tanggungjawab adalah kami akan menyampaikan semua aspirasi itu dan melakukan loby politik. Itu dinamika yang ada di DPR Papua,” jelasnya.

Sementara itu, Nason Utty menyampaikan jika MRP dan MRPB bersama DPR Papua Barat, sudah disampaikan point – pointnya.

“Kami sampaikan nanti ke Mendagri sebagai tembusan saja, karena sementara pembahasan ini ada di Pansus Otsus, dengan kita membawa 10 point, yang sudah ada muatan-muatan didalamnya, salah satunya kita meminta untuk menunda revisi UU Otsus untuk memberi ruang sesuai dengan ketentuan yakni UU Nomor 12 Tahun 2011  tentang Pembentukan Perundang-undangan bahwa revisi itu tidak bisa hanya dua pasal atau dibawah 50 persen. Kalau hanya dua pasal itu, bukan revisi namanya, sehingga DPR Papua menghendaki harus melalui mekanisme pembahasan sesuai peraturan perundang-undangan,” papar Nason Utty.

Hal itu, kata Nason Utty, agar memberikan kesempatan kepada semua komponen untuk memberikan masukan yang konferehensif. Bahkan, masukan aspirasi dari rakyat Papua akan disampaikan secara utuh kepada Pansus Otsus DPR RI dan pemerintah pusat, tanpa mengurangi apapun.

Selain itu, Nason mengungkapkan jika DPR Papua akan mendorong aspirasi terkait upaya dialog seperti yang dilakukan di Aceh.

“Kenapa pemerintah Indonesia bisa bertemu dengan GAM dan bisa melahirkan point-point Helsinky. Kenapa pemerintah Indonesia tidak bisa melakukan seperti itu yakni Berdialog dengan ULMWP. Kami berharap Presiden bisa berdialog dengan ULMWP, apalagi dalam UU Otsus itu tidak ada kesepakatan dengan rakyat Papua, kecuali hanya Gubernur dan Wakil Gubernur itu adalah OAP, ada kursi pengangkatan dan pembentukan MRP. Itupun penjabarannya tidak ada, hanya lembaga saja, sedangkan yang lain tidak berjalan,” tandasnya.

Di samping itu, kesepakatan itu perlu diawasi oleh lembaga independent, sehingga rakyat Papua bisa percaya dengan kesepakatan itu.

Dikatakan, jika hasil kajian dari Pansus Otsus DPR Papua bersama dengan semua aspirasi dan pokok – pokok pikiran fraksi – fraksi DPR Papua terkait revisi UU Otsus dan kDPR Papua sudah disahkan dalam rapat paripurna DPR Papua, 15 Juni 2021.

“Pada intinya, DPR Papua tidak menolak revisi UU Otsus, tetapi DPR Papua menyampaikan pertama Otsus revisi dengan catatan. RDP yang dilakukan oleh MRP di dua wilayah adat Meepago dan Saireri intinya menolak dan meminta referendum. Sedangkan, Mamta, Animha dan Laapago, itu tidak dilakukan alasan dibubarkan karena alasan keamanan. Hasilnya, DPR Papua telah mengesahkan melalui rapat paripurna,” pungkasnya. (bat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *