JAYAPURA, Papuaterkini.com – Soal dualisme Sekda Papua, tampaknya berimbas ke sidang DPR Papua dengan agenda pembahasan dan penetapan Raperdasi dan Raperdasus Non APBD tahun 2021.
Bahkan, sidang yang berlangsung, Senin, 13 September 2021 itu, berujung ricuh dan diwarnai walk out oleh Plt Sekda Papua, DR Ridwan Rumasukun dan sejumlah Kepala OPD Pemprov Papua. Saat itu, Plt Sekda Ridwan Rumasukun hendak membacakan materi Raperdasus Kampung Adat.
Meski dalam rapat ini, sebelumnya Gubernur Papua, Lukas Enembe, SIP, MH dalam suratnya yang dibacakan Sekretaris DPR Papua bahwa ia menugaskan Plt Sekda Papua, Ridwan Rumasukun untuk membacakan materi Raperdasus Kampung Adat.
Wakil Ketua II DPR Papua, Edoardus Kaize usai membuka sidang itu, meminta dalam sidang ini, agar yang hadir disini, tidak atas nama Plt Sekda.
“Saya minta tolong yang hadir pak Asisten. Dalam sidang ini, yang hadir disidang disini, tidak atas nama Plt Sekda. Saya minta tolong yang hadir pak Asisten, supaya jelas untuk kita semua,” ujarnya.
Pernyataan itu, sontak saja membuat sejumlah anggota DPR Papua yang mengikuti sidang langsung melakukan instrupsi.
Dalam intrupsinya, Anggota DPR Papua, Thomas Sondegau mengatakan jika surat mandat atau tugas gubernur kepada Plt Sekda agar dapat dilanjutkan pembacaan materi raperdasus Kampung Adat.
“Kalau ketika tunggu asisten hadir, maka sidang ini akan mundur, karena kita sudah 1 bulan sidang lebih, namun ini baru sidang ke 4 ini, sehingga daripada undur waktu, alangkah baiknya diberi waktu kepada Plt Sekda untuk membacakan itu,” tegas Thomas Sondegau.
Menanggapi itu, Edo Kaize, sapaan akrabnya, Ridwan Rumasukun silahkan membacakan, namun ia minta tolong yang membacakan asisten III.
“Yang bagian ini, saya harap jangan ada banyak argumentasi,” ujarnya.
Hal itu, langsung membuat Ketua Fraksi PAN DPR Papua, Sinut Busup melakukan instrupsi. “Yang sekarang di Papua kita hadapi dua SK. Jadi yang sekarang Plt, tapi mengapa pimpinan rapat tidak dari awal meminta asisten III, tapi ini sudah dibacakan surat mandat gubernur kepada Plt Sekda,” ujarnya. Sinut meminta permasalahan itu agar dapat diselesaikan di luar sidang.
Sementara itu, Anggota DPR Papua, Nioluen Kotouki meminta agar kejadian ini harus jadi yang terakhir.
“Surat tugas itu sudah ada di meja pimpinan atau tidak? Setelah klarifikasi, baru kita melakukan penelahan. Saya kira sudah jelas, tugas yang dilaksanakan adalah Plt Sekda. Sudah resmi dibacakan, sehingga kami harap laksanakan tugas itu,” imbuhnya.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR Papua, Paskalis Letsoin mengapresiasi kepada Ridwan Rumasukun yang ditunjuk sebagai Plt Sekda Papua.
“Tetapi kita tidak bisa dibuat terus begini. Masalah Sekda ini kan belum selesai. Saya pikir juga pak Flassy masih tercatat sebagai Sekda. Terus kemudian ada Plt. Kita ini rapat bukan sekedar rapat. Kita mau ada perlindungan hukum termasuk juga kepada pak Ridwan, apakah dia sebagai Plt ada jaminan hukum terhadap proses – proses yang sah seperti ini,” paparnya.
Untuk itu, tegas Paskalis, harus ada penegasan soal itu, apakah lebih baik Ridwan Rumasukun membawa hal ini sebagai Plt Sekda atau sebagai Asisten yang diberikan tugas dan mandat oleh Gubernur, sehingga rapat bukan sekedar rapat. Namun, rapat yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan.
“Saya pikir apa yang disampaikan teman-teman dewan itu baik, supaya kita harus melihat dalam koridor perlindungan hukum untuk apa yang kita lakukan adalah sah dimata hukum,” tegasnya.
Thomas Sondegau kembali melakukan instrupsi bahwa jika dari awal jika Plt Sekda Ridwan Rumasukun diminta tidak hadir, seharusnya surat resmi dari pimpinan dewan kepada Gubernur.
Sebab, surat resmi atau mandat dari Gubernur sudah dibacakan dalam sidang, sehingga demi kepentingan rakyat, sidang agar dilanjutkan pembacaan materi raperdasus itu.
Ketua Fraksi Gabungan I Keadilan Nurani DPR Papua, Kusmanto juga melakukan instrupsi. Kusmanto meminta agar memisahkan persoalan Plt Sekda dengan Sekda Definitif dan sidang DPR Papua.
“Saat ini forumnya DPR Papua mengundang gubernur. Siapapun yang diutus oleh gubernur, itu mewakili gubernur. Terkait dengan perdebatan, Plt Sekda dan Sekda definitif, kita bicarakan diluar forum ini, seharusnya jauh sebelum forum ini, pimpinan DPR Papua mengundang gubernur menjelaskan terkait ini,” sarannya.
Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar DPR Papua, Jansen Monim menegaskan jika sejak ia dilantik sebagai anggota DPR Papua dua tahun, tidak pernah gubernur hadir dalam sidang.
“Sejak dua tahun dilantik, gubernur tidak pernah hadir di sini. Sementara itu, acara – acara yang di luar tidak penting, beliau ada. Ini coba besok-besok, pak gubernur harus datang kalau sudah sehat,” tandasnya.
“Memang kemarin – kemarin, beliau ikut acara di luar. Namun, ini acara yang resmi, acara kenegaraan tidak pernah hadir. Mungkin kami anggota baru ini, tidak pernah lihat pak gubernur di ruangan sini,” imbuhnya.
Anggota Kelompok Khusus DPR Papua, Yonas Nussy berpendapat bahwa surat yang dibacakan Sekwan, merupakan bagian yang diberikan tanggungjawab kepada Plt Sekda untuk hadir dalam sidang ini.
“Kita berikan kesempatan untuk yang ditugaskan untuk membacakan apa yang jadi pikiran dan pertanggungjawaban gubernur. Saya kira ini harus dipisahkan persoalan sekda dan plt sekda sehingga jangan kita berdebat dalam rapat paripurna ini,” tandasnya.
Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Papua, Mustakim HR mengatakan, jika dalam sidang ini tidak membicarakan bagian tugas dari sekda. Tetapi, surat tugas dari gubernur, menugaskan Ridwan Rumasukun untuk dan atas nama gubernur.
“Saya pikir sidang kali ini harus dilanjutkan, karena ini resmi ditandatangani oleh gubernur,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Fraksi Gerindra DPR Papua, Natan Pahabol berpendapat bahwa kejadian ini yang pertama.
“Pimpinan kita menyampaikan klarifikasi. Ini yang pertama. Baiklah kita ampuni, silahkan baca. karena sudah jelas juga kita pegang mandat ini,” ujarnya.
“Untuk yang berikut, tidak boleh ada perwakilan disini, kita menghabiskan waktu, orang yang tidak jelas, jangan datang kesini. Yang datang ini gubernur atau yang lain datang dan presentase disini,” imbuhnya.
Pernyataan Natan Pahabol ini, tampaknya memancing emosi anggota DPR Papua, bahkan pimpinan OPD yang hadir yang tidak terima dengan pernyataan orang tidak jelas itu.
“Tidak boleh bilang orang tidak jelas siapa? Tidak jelasnya siapa? Tidak boleh seperti itu, mohon dijaga ya, disini pejabat hadir, jadi tidak boleh bahasa itu,” tegas Thomas Sondegau.
“Mohon ijin saya pulang,” kata Ridwan Rumasukun ditengah perdebatan itu dan langsung turun dari mimbar, yang langsung diikuti oleh pimpinan OPD di lingkungan Pemprov Papua meninggalkan ruang sidang.
Meski diminta agar tidak meninggalkan ruang sidang, namun Pt Sekda Ridwan Rumasukun bersama sejumlah pimpinan OPD langsung walk out meninggalkan sidang DPR Papua itu.
Bahkan, Ketua Fraksi Demokrat DPR Papua, Mustakim bersama anggota Fraksi Partai Demokrat, Thomas Sondegau langsung walk out atau meninggalkan ruang sidang.
Nioluen Kotouki berharap pimpinan DPR Papua harus aktif dengan situasi ini, sebab semua bisa menjadi korban.
“Tolong dicatat baik, semua pimpinan aktif kerja untuk rakyat. persoalan politik dibawa keluar dari lembaga ini. Mohon maaf ini kegagalan kita, bukan kegagalan eksekutif,” tandasnya.
Sementara itu, Paskalis Letsoin, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPR Papua jika sebenarnya telah banyak pihak yang menyetujui untuk dibacakan. Hanya kemudian masing-masing pihak tidak bisa.
“Ketika diberikan ke pimpinan rapat, pasti akan menerim apa yang disampaikan. Artinya, beliau tetap membaca itu. Hanya itu dibicarakan di tempat lain adalah urusan Sekda itu harus diselesaikan. Nah, itu urusan pimpinan, Komisi I sendiri bilang itu bukan ranahnya komisi I, tapi ranahnya pimpinan DPR Papua, supaya tidak jadi masalah dan mengganggu dalam sidang ini,” imbuhnya.
Kusmanto meminta agar sidang ini untuk sementara diskors. Begitu juga Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim juga menyarankan hal yang sama.
“Saran saya, karena kita tidak bisa sidang karena mau mendengar dari Plt Sekda membacakan mewakili gubernur. Saran saya sidang diskor dengan catatan untuk dibicarakan kembali, membangun komunikasi untuk melanjutkan,” ujarnya.
Terkait dengan polemik Sekda, Herlin menambahkan DPR Papua bisa menggunakan hak untuk memanggil gubernur dari awal, sehingga DPR Papua bisa terdampak ketika ada penetapan anggaran.
“Kenapa itu tidak digunakan setelah sekian bulan? Harus panggil, karena kita bicara untuk rakyat. Terkait dengan penetapan anggaran nanti, menyangkut dengan ketua TAPD, itu juga akan bermasalah kita, siapa yang ditetapkan oleh presiden dan siapa yang ditetapkan oleh gubernur, siapa yang akan bertanggungjawab,” imbuhnya.
Akhirnya, sidang DPR Papua membahas tentang raperdasi dan raperdasus non APBD diskor sementara waktu. Kini, DPR Papua tengah melakukan rapat bamus membahas hal itu. (bat)