JAYAPURA, Papuaterkini.com – DPR Papua menggelar bimbingan teknik atau Bimtek untuk pimpinan dan anggota dewan tentang pedoman penyusunan APBD tahun anggaran 2021 dalam rangka untuk peningkatan kapasitas mereka yang berlangsung di Suni Hotel & Convention Abepura, Kota Jayapura, yang dibuka mulai Kamis, 3 September 2021.
Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengatakan, jika Bimtek itu untuk peningkatan kapasitas bagi anggota DPR Papua.
“Peningkatan kapasitas itu, tentu kita berpegang pada regulasi dan aturan – aturan yang ada. Kita dibekali agar dalam pelaksanaan tugas dan fungsi kedewanan, kita berpegang pada aturan. Tapi kita perlu penguatan – penguatan agar dalam melaksanakan fungsi kedewanan, DPR Papua dalam melakukan dengan baik sehingga kinerja dewan bisa lebih baik,” kata Jhony Banua Rouw.
Diakui, yang didapati bahwa kinerja dewan tidak bisa maksimal yakni dengan regulasi – regulasi yang sangat susah untuk dilaksanakan di Papua.
Lebih lanjut, jika di Papua ada UU Otsus dan dana Otsus, harusnya dalam system regulasi penggunaan dan pertanggungjawaban Otsus, harus disesuaikan dengan di Papua, tidak mengacu seluruhnya pada regulasi yang berlaku secara nasional, karena sulit.
“Kenapa? Itu namanya kekhususan. Kita tahu di Papua bahwa aksesnya agak susah, banyak yang harus menggunakan pesawat, anggota tidak bisa carter pesawat, jadi tetap naik pesawat regular yang belum tentu satu minggu sekali atau sebulan 2 kali. Nah, apakah kita pergi langsung bisa pulang?.” paparnya.
Belum lagi, dalam kunjungan ke daerah itu, diminta ada pertanggungjawaban, padahal tidak ada hotel di daerah, tentu anggota dewan tinggal di rumah masyarakat sehingga menyulitkan dalam pertanggungjawaban anggarannya.
“Kita tahu kita datang, masyarakat akan kumpul, tentu akan ada cost tambahan yang lain. Tidak mungkin kita melakukan itu, sehingga terkesan dalam melakukan pertanggungjawaban, banyak membuat kita harus membuat pertanggungjawaban yang sesuai dengan aturannya, tapi kenyataannya kita lakukan yang lain, tapi sesungguhnya kita sudah datang dan melakukan kegiatan itu, apakah kita mau terus hidup dalam suatu kebohongan. Tadi pak Kepala BPK bilang, tidak bikin pertanggungjawaban salah, bikin pertanggungjawaban lebih salah lagi,” paparnya.
Untuk itu, Jhony meminta pemerintah pusat agar dalam system pertanggungjawaban di Papua memiliki regulasi yang berbeda dengan yang lain.
Politisi Partai Nasdem ini menambahkan, jika anggota dewan menghadapi adanya bantuan untuk biaya sekolah, biaya kuliah dan bantuan lainnya, padahal dalam kedewanan tidak ada pos yang namanya bantuan sosial.
“Nah, hal – hal ini perlu dan kita beri apresiasi kepada BPK RI yang melihat dengan jeli apa yang sesungguhnya terjadi di Papua. Tadi beliau kan menyampaikan sebaiknya ada regulasi yang berbeda, bukan mau mencari kemudahan atau keuntungan, tapi ini system pertanggungjawaban yang baik dan benar,” paparnya.
Jhony mencontohkan jika belanja di kampung, tidak ada nota dan stempel, namun hanya diberikan catatan dari kertas saja. Namun, apakah itu bisa menjadi bukti.
Untuk itu, Jhony berharap BPK bisa memberikan masukan kepada pemerintah pusat terkait dengan kondisi yang dihadapi DPR Papua, sehingga kinerja dewan bisa lebih maksimal melayani rakyat, tidak dibebani dengan pertanggungjawaban yang rumit.
“Ada contoh dalam penyerahan bantuan, kita diminta harus ada staf PNS yang ikut bersama kita ketika ada kegiatan. Ya, kita senang, pertanyaannya apakah kita lebih banyak menghabiskan uang rakyat jika staff PNS yang ikut dan tentu mendapatkan SPPD yang tadinya bisa dikerjakan oleh anggota dewan, sekarang harus ada staf yang ikut. Nah, ini berarti efisiensi biaya atau pemborosan biaya, karena regulasi itu yang ada bukan efisiensi biaya tapi justru pemborosan biaya, karena penyerahan barang harus ada staf PNS dan mendokumentasikan penyerahan barang itu,” imbuhnya. (bat)