Dugaan Rekayasa Kasus Narkoba, Anggota DPR Papua Ajukan Pra Peradilan

Tim Kuasa Hukum Thomas Sondegau, Ma’ruf  Bajammal 
banner 120x600

JAKARTA, Papuaterkini.com – Anggota DPR Papua, Thomas Sondegau ditangkap oleh anggota Direktorat Reserse Narkotika (Ditresnarkoba) Polda Metro Jaya karena diduga menyalahgunakan narkotika.

Dari penangkapan itu, ditemukan 1 butir ekstasi dari saku kelana Thomas Sondegau, padahal Thomas Sondegau menyatakan tidak pernah mengetahui, apalagi menggunakan obat itu.

Atas penangkapan itu, Thomas Sondegau kini sedang menjalani rehabilitasi inap di Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Cibubur berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Ditresnarkoba Polda Metro Jaya.

Dalam proses penanganan perkara Thomas itu, LBH Masyarakat (LBHM) dan Kantor Hukum Haris Azhar & Partner (HAP) selaku Tim Kuasa Hukum Thomas melihat ada sejumlah kejanggalan yang berakibat pada tercederainya hak-hak Thomas Sondegau.

Salah satu tim kuasa hukum, Ma’ruf  Bajammal mengatakan, kasus Thomas Sondegau juga dilihat sebagai salah satu bentuk kriminalisasi terhadap seseorang dengan melanggengkan praktik stigma dan diskriminasi terhadap penggunaan narkotika.

Pertama, kata Ma’ruf, penangkapan yang dilakukan terhadap Thomas Sondegau menyalahi proses yang diatur dalam KUHAP. Dalam penangkapan, Thomas Sondegau tidak diperlihatkan Surat Perintah Penangkapan dan Surat Perintah Penggeledahan.

“Hal ini menunjukkan indikasi adanya praktik penjebakan yang dilakukan pihak kepolisian dengan memanfaatkan pihak ketiga untuk melakukan jebakan dalam penangkapan Thomas,” tegasnya.

Kedua, lanjutnya, proses penahanan dilakukan secara sewenang-wenang, karena tidak ada surat penahanan yang ditunjukkan kepada Thomas Sondegau dan kepada keluarganya.

“Pada proses penahanan, Thomas Sondegau juga tidak diperkenankan untuk didampingi oleh tim kuasa hukumnya,” ujarnya.

Ketiga, kataya, proses penetapan tersangka terhadap Thomas Sondegau tidak sesuai dengan prosedur hukum acara pidana. Padahal, berdasarkan Pasal 184 KUHAP, dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka, setidaknya harus didasari 2 (dua) alat bukti.

Namun, dalam proses penanganan perkara Thomas Sondegau, bukti yang ditemukan menunjukkan keterangan yang berbeda.

Keempat, pihaknya juga menilai adanya dugaan penjebakan yang dilakukan oleh anggota Kepolisian dengan menggunakan perempuan berinisial R sebagai alat untuk merekayasa kasus Thomas Sondegau, seolah-olah Thomas Sondegau memiliki dan menyalahgunakan narkotika.

“Dugaan penjebakaan tersebut semakin kuat karena perempuan yang ditangkap bersama Thomas tidak dilakukan penahanan. Padahal saat dilakukan pemeriksaan oleh pihak Kepolisian, perempuan tersebut dinyatakan positif (+) menggunakan narkotika,” ungkapnya.

Tidak hanya itu, kelima adalah hasil tes laboratorium yang dilakukan oleh RSKO dan hasil tes laboratorium yang dilakukan oleh BNN Provinsi DKI Jakarta menyatakan Thomas negatif (-) menggunakan narkotika, berbeda dengan hasil penyidikan Kepolisian.

Keenam, terdapat intervensi dari pihak Kejaksaan kepada keluarga Thomas Sondegau untuk meminta Thomas Sondegau mencabut surat kuasa kepada salah seorang tim kuasa hukum.

“Hal ini menunjukan pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang menangani perkara Thomas Sondegau tidak menjalankan tugas dengan professional, bahkan mengingkari doktrin Tri Krama Adhyaksa,” tandasnya.

Terkait segala dugaan itu, Tim Kuasa Hukum Thomas kemudian mendaftarkan permohonan pra peradilan melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun persidangan pertama pra peradilan tersebut akan diselenggarakan pada tanggal 29 November 2021.

“Upaya pra peradilan itu diajukan sebagai sarana koreksi atas segala tindakan yang dilakukan pihak Kepolisian dan Kejaksaan dalam menangani perkara Thomas Sondegau, agar penegakan hukum dalam tindak pidana narkotika tidak menjadi sarana rekayasa kasus yang terus berulang,” tegasnya.

Lebih lanjut, praktik penegakan hukum yang sarat dengan rekayasa dalam tindak pidana narkotika sesungguhnya telah lama disaksikan komunitas pengguna Napza di seluruh Indonesia. Peristiwa yang diduga kembali terjadi kepada Thomas Sondegau ini, seakan menjadi bukti sahih atas pengalaman kolektif ini.

Ia menyebutkan, adanya dugaan rekayasa kasus narkotika yang menyita perhatian publik karena dianulir oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk dibebaskan pada tahap kasasi, seperti kasus Iwan dan Benny, maupun Ket San.

Kasus-kasus itu dianulir karena terbukti terdapat perekayasaan fakta atau konstruksi hukum sejak ditangani oleh pihak kepolisian.

Untuk itu, LBHM dan HAP selaku Tim Kuasa Hukum Thomas mendesak Hakim yang memeriksa permohonan pra peradilan yang diajukan Thomas agar mengadili perkara ini secara independen, bijaksana, dan menjatuhkan putusan dengan mendasarkan pada kebenaran materil yang terungkap dalam persidangan.

“Kapolri untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus Thomas secara menyeluruh dan memberi hukuman pada Anggota Kepolisian yang terbukti melanggar prosedur,” tegasnya.

Selain itu, meminta Jaksa Agung Republik Indonesia untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus Thomas Sondegau secara menyeluruh dan memberi hukuman pada Anggota Kejaksaan yang terbukti melanggar prosedur.

Tim kuasa hukum juga minta Komnas HAM, Kompolnas Komisi Kejaksaan Republik Indonesia, dan Ombudsman Republik Indonesia melakukan investigasi mandiri terhadap kasus ini untuk memperoleh lebih banyak data, serta memberikan rekomendasi kebijakan agar hal serupa tidak terjadi lagi.

“Pemerintah dan Parlemen untuk membuat peraturan yang mendekriminalisasi pemakaian, penguasaan dan pembelian narkotika dalam jumlah kecil agar mereduksi masifnya pendekatan hukum pidana dan perekayasaan kasus terhadap permasalahan narkotika,” pungkasnya. (bat)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *