Komisi III DPRP Cari Solusi Masalah Tanah Youtefa, Pemprov Papua Akan Lakukan Pengukuran Batas

Foto bersama Ketua Komisi III DPRP, Benyamin Arisoy dan anggota komisi serta Kadistrik Abepura, Lurah Waimhorock, warga yang menghuni di tanah milik Pemprob Papua dalam pertemuan di Kantor Distrik Abepura.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Komisi III DPR Papua membahas  permasalahan tanah seluas sekitar 73 hektar di Youtefa, Abepura bersama stakeholder terkait termasuk warga yang menempati asset Pemprov Papua itu.

Bahkan, Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy, SE, MSi bersama Anggota Komisi III DPR Papua juga sempat meninjau lokasi kebakaran di belakang Pasar Youtefa beberapa waktu lalu, yang juga merupakan asset milik Pemprov Papua.

Selanjutnya, Komisi III DPR Papua melakukan pertemuan dengan stakeholder baik Bidang Asset BPKAD Provinsi Papua, Bidang Asset BPKAD Kota Jayapura, Kadistrik Abepura, Lurah Waimhorock dan tokoh masyarakat, tokoh adat dan warga yang tinggal di lokasi tanah milik Pemprov Papua itu.

Hanya saja, dalam kunjungan Komisi III DPR Papua ini, sempat beredar isu bahwa warga yang menempati lokasi tanah milik Pemprov Papua itu akan diusir Kantor Distrik Abepura, Ketua Komisi III DPR Papua, Benyamin Arisoy menegaskan hal itu tidak benar.

“Tadi kita hadir ke sana, lalu berkembang berita yang cepat, lalu ada kabar melarang membangun di daerah itu, sebenarnya tidak. Karena dewan tidak punya kewenangan untuk eksekusi atau melarang warga yang membangun di daerah. Dewan hadir untuk mendengarkan keinginan rakyat yang harus dilakukan oleh pemerintah,” jelas Beny Arisoy, sapaan akrabnya.

Dikatakan, jika Komisi III DPR Papua hadir ditengah masyarakat untuk bersama-sama mencari solusi atas permasalahan yang terjadi, karena sudah dibicarakan bersama Pemprov Papua untuk mencari solusi terhadap masyarakat yang ada di sekitar Pasar Youtefa, sehingga ada kepastian bagi warga di sekitar lokasi ke depan.

Bahkan, Komisi III DPR Papua ingin mendapatkan masukan dari warga yang menempati lokasi yang ada di sekitar Pasar Youtefa, untuk dikomunikasikan secara bersama dengan pemerintah daerah.

Beny Arisoy berharap warga yang menempati daerah itu, ada kepastian dan kenyamanan, tetapi juga ada hal – hal yang dibicarakan bersama agar ada legalitas bagi warga dan juga Pemprov Papua.

“Kami ingin menjembatani ketidakpastian yang selama ini ada penduduk yang ada di sekitar lokasi dengan Pemprov Papua, sehingga diharapkan ke depan lebih jelas bagi warga di sekitar lokasi pemukiman,” katanya.

Lebih lanjut, ke depan, usaha – usaha yang dilakukan warga ada ke pastian hukum, tapi disisi lain pemerintah ada mendapatkan manfaat dari situ.

Wakil Ketua Komisi III DPR Papua, H Kusmanto, SH menambahkan, jika Komisi III DPR Papua berupaya mencari solusi terhadap permasalahan tanah asset Pemprov Papua di sekitar Pasar Youtefa itu, agar bisa diselesaikan.

“Kami sebagai wakil rakyat duduk ditengah-tengah untuk mencari solusi ini,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, H Ramli, Tokoh Masyarakat mengakui jika masalah yang dihadapi di belakang Pasar Youtefa, tanah yang ditempati warga dari 1998 kita menempati tanah itu dan tinggal.

“Dari 73 hektar itu, kami warga masyarakat belakang pasar sudah memiliki pelepasan adat, dengan dasar pelepasan itu, teman – teman sudah banyak yang bayar pajak,” katanya.

Menurutnya, dari 80 hektar tanah Pemprov Papua itu, sudah ada keluar hak sertifikat sekitar 10 hektar lebih, termasuk hingga bekas gudang coklat, termasuk 10 hektar di atas gunung juga ada yang bersertifikat.

“Kami warga meminta diterbitkan menerbitkan sertifikat hak guna bangunan yang sudah keluar seperti itu,” ujarnya.

Simson Balubun, Ketua RW 6 membawahi 8 RT di Kelurahan Waimhorock, mendukung adanya legalitas di tempat tersebut, meski memang asset milik Pemprov Papua, namun banyak warga yang punya sertifikat hak guna bangunan, namun juga ada yang tidak ada sertfikat.

“Saya dukung tolong ditertibkan bersama Pemkot dan Pemprov, karena pembangunan rumah kos – kosan menjamur, asal-asalan terkesan. Sangat tidak teratur,” katanya.

Arifin Sugiyanto Samandi, Koordinator Masyarakat Waimhorock juga mendukung, karena kondisi yang belum legal, bukan hanya di belakang pasar, tapi dari arah Damkar sampai Pondok Pesantren.

Sementara itu, warga lainnya, Lauren Meraudje mengungkapkan jika Pemprov Papua awalnya membangun stadion olahraga di atas tanah seluas 73 hektar itu dan pembayarannya sekitar tahun 1996.

“Saya waktu kecil, tete jual tanah ke pemprov, itu untuk stadion olahraga, tapi skearang ada pembangunan rumah-rumah. Itu perlu kita tinjau kembali,” ujarnya.

Kadistrik Abepura, mengusulkan untuk dilakukan pengukuran ulang batas tanah milik Pemprov Papua yang ada di sekitar Pasar Youtefa tersebut.

 

“Perlu pengukuran ulang keseluruhan tanah milik Pemprov Papua, karena ada tanah yang dihibahkan ke Pemkot Jayapura, ada yang dihibahkan ke warga KKSS, juga ada yang sudah dikuasai warga, ada tanah yang juga milik PT Skyline Kurnia Indah (Bintang Mas)” katanya.

Bahkan, Kadistrik mengusulkan dibangun rumah susun (rusun) saja, sehingga semua warga yang tinggal di daerah itu dimasukkan saja dan dikelola dengan system bagi hasil sehingga ada manfaat bagi Pemprov Papua dan Pemkot Jayapura serta masyarakat mendapatkan kepastian hukum.

Sebab, lanjut Kadistrik, semua warga yang akan mengusulkan untuk mendapatkan sertifikat di atas tanah milik Pemprov Papua itu, pasti akan ditolak oleh BPN.

“Ada sejumlah warga yang memaksakan, meski ada pelepasan. Tidak mungkin sertifikat timbul atas sertifikat, jika ada bisa dikategorikan ada calo – calo yang kerja,” imbuhnya.

Bidang Aset BPKAD Kota Jayapura, Nur Hikmah mengakui jika sertifikat resmi milik Pemprov Papua sekitar 73 hektar di atas lahan tersebut. Namun, kini peruntukannya bermacam-macam baik fasilitas public, jalan, sekolah dan lainnya.

Diakui, Pemkot Jayapura mendapatkan hibah tanah seluas 10 hektar untuk Pasar Sentral Youtefa, secara fisik sudah diserahkan, namun dokumen sertifikatnya belum diserahkan.

“Dokumen ini sampai sekarang kami minta untuk sama-sama menata,” katanya.

Ia berharap agar ada tim untuk turun bersama melakukan pengukuran kembali. Sebab, pihaknya sudah konsultasi ke BPN, karena pada saat proses lanjut untuk usulan tanah pasar, namun harus ada pelepasan hak dari provinsi, kota harus usulan hak pakai atas Pemkot, karena di lapangan penggunaan sudah bermacam-macam.

“Yang urgen sebelum penggunaan bervariasi, kita minta ada tim bersama antar Pemprov, Kota dan DPR Papua dan BPN untuk secara administrasi lihat batas-batasnya, termasuk masyarakat juga. Kami mohon bantuan dewan untuk tindaklanjut proses dokumen yang sudah dimintakan pemkot ke provinsi,” imbuhnya.

Kepala Bidang Aset BPKAD Provinsi Papua, Sofyan Fadli menjelaskan bahwa sertifikat 07 dengan luasan tanah sekitar 73 hektar asset Pemprov Papua awalnya diperuntukkan untuk stadion.

Namun, saat kejadian kebakaran Pasar Ampera Jayapura, ada seluas 10 hektar dihibahkan ke KKSS.

“Menjawab dari Bidang Asset Pemkot Jayapura, memang dokumen ada, kami akan serahkan ke Pemerintah Kota Jayapura,” katanya.

Sofyan Fadli mengungkapkan Pada November 2019 jika pihaknya sudah melakukan rapat bersama Kejaksaan Tinggi, Biro Hukum dan BPN serta Ibu Lurah dan Kapolsek waktu itu, untuk mengembalikan batas untuk kemudian menata semua yang ada di atas tanah.

“Jadi, dalam waktu dekat kami akan melakukan penataan batas yang ada di kawasan 73 hektar. Rencananya akan dilakukan pada November atau Desember 2021, jadi kami berencana melakukan pengembalian batas dan berencana melakukan penataan di kawasan itu,” jelasnya.

Untuk itu, pihaknya meminta dukungan DPR Papua dan stakeholder lain lantaran luasannya cukup besar dan tentu membutuhkan biaya yang besar juga.

“Kami mohon bantuan, ada HGP, kita atur, kita akan tingkatkan status kita dari HGP ke HPL yang akan memberikan kontribusi bagi daerah,” imbuhnya.

Usai pertemuan, Benyamin Arisoy menambahkan jika Komisi III DPR Papua mendukung hal itu untuk pengembalian batas sehingga BPN perlu dilibatkan, jangan sampai ada sertifikat diatas sertifikat.

“Pengembalian batas itu, merupakan langkah – langkah yang diambil oleh BPKAD Provinsi Papua dengan tim untuk melakukan hal itu, kami mendengarkan keinginan rakyat, ternyata rakyat memberikan dukungan. Nah, ini hal yang positif bagi kita,” jelasnya.

Untuk itu, Beny Arisoy berharap semua pihak memberikan dukungan pengembalian batas pada tanah seluas 73 hektar milik Pemprov Papua, namun harus didukung semua pihak.

“Namun, perlu dilihat baik bagian mana yang diserahkan Pemprov Papua ke Kota Jayapura maupun ke KKSS. Lalu dibicarakan lagi dengan rakyat dengan baik, sehingga pada akhirnya ada kepastian bagi Pemprov Papua sehingga menerbitkan legalitas bagi rakyat disitu, sehingga ada hak dan kewajiban yang melekat, Pemprov mendapat manfaat, masyarakat juga mendapatkan manfaat, begitu juga Pemkot Jayapura agar daerah ini bisa ditata dengan baik, untuk kebaikan bersama,” imbuhnya.

Dalam kegiatan ini, pimpin langsung Ketua Komisi III DPRP, Benyamin Arisoy, SE, MSi didampingi Wakil Ketua Komisi III DPRP, H Kusmanto, SH, Sekretaris Komisi III DPRP, Tan Wie Long, SH dan Anggota Komisi III, Yanni, SH, Agus Kogoya, Ir H Junaedy Rahim, Christina RI Luluporo dan Jimmy Biniluk.

Selain itu, dihadiri Kadistrik Abepura, Kepala Bidang Aset BPKAD Papua, Kepala Bidang Aset BPKAD Kota Jayapura, Kepala Kelurahan Waimhorock, Tim Ahli Komisi III DPRP, Ketua RT dan RW di Lingkungan Kelurahan Waimhorock, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat di lingkungan Sekitar Pasar Youtefa. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *