JAYAPURA, Papuaterkini.com – Komisi Informasi Papua menyindir kepada Organisasi Pemerintah Daerah (OPD) di lingkungan Pemprov Papua yang tidak transparan dan terbuka kepada public.
Apalagi, ketika DPR Papua mengundang rapat – rapat bersama OPD sebagai mitranya, namun kepala OPD justru tidak datang dengan berbagai alasan. Padahal, dalam rapat itu, sangat penting dan strategis bagi DPR Papua dalam melakukan pengawasan.
Menurut Ketua Komisi Informasi Papua, Wilhelmus Pigai, ada Undang – Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik itu menjamin semua warga Negara Indonesia untuk bisa mengetahui berbagai macam informasi sesuai dengan kebutuhan.
“Jadi, kalau dia minta informasi terkait pendidikan, terkait pelelangan atau tender pekerjaan dan program – program OPD atau badan public, sepanjang informasi itu bisa dibuka, itu wajib badan public memberikan informasi itu kepada pemohon informasi,” tegas Wilhelmus Pigai usai Rapat Kerja Bersama Komisi IV DPR Papua di Hotel Horison Kota Jayapura, akhir kemarin.
Yang dimaksud badan public ini, sebut Wilhelmus Pigai, diantaranya ada eksekutif, legislative dan badan public lain yang menggunakan anggaran APBN maupun APBD, sumbangan masyarakat dan bantuan luar negeri, itu wajib karena perintah Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik.
Ketika badan public tidak bersedia atau tidak mau memberikan informasi, lanjut Wilhelmus Pigai, di dalam UU Keterbukaan Informasi Publik juga punya hukum acara tersendiri, dmana memberikan hak hukum kepada setiap orang untuk mengajukan keberatan atau mengajukan sengketa informasi kepada Komisi Informasi.
“Jadi, tidak boleh tidak badan public menolak akses informasi yang diminta, apalagi DPR Papua. Kan DPR Papua itu mitranya OPD, dalam rangka menjalankan tugas kedewanannya atau pengawasannya, maka OPD sebagai mitra wajib memberikan informasi program – programnya,” tandasnya.
Oleh karena itu, kata Mantan Anggota DPR Papua ini, jika informasi yang diminta itu masuk kategori informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan, maka segera ditetapkan Daftar Informasi Publik (DIP) –nya.
“Atau jika informasi itu dikecualikan, maka segera diuji konsekuensi. Dasarnya apa, landasaran hukumnya apa? Sehingga ada mengatakan jika itu masuk informasi yang dirahasiakan atau dikecualikan, ya sampaikan,” jelasnya.
Untuk itu, kat Wilhelmus Pigai, Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), pejabat yang bertanggungjawab terhadap pendokumentasian dan penyediaan pelayanan informasi public, wajib dibentuk oleh badan public sesuai Permendagri Nomor 3 Tahun 2017.
“Ada yang sudah dibentuk, ada yang belum. Untuk itu, sesuai Permendagri itu, maka Kominfo sebagai leading sektornya, segera melakukan koordinasi dengan OPD di lingkungan Pemprov Papua untuk segera membentuk PPID Pembantu,” jelasnya.
“Jangan sampai masyarakat atau DPR meminta informasi, terus Kominfonya tidak dilayani. Padahal, setiap orang, kelompok atau badan hukum itu berhak mengajukan sengketa informasi. Ingat putusan Komisi Informasi, itu levelnya sama dengan putusan di Pengadilan, yang mempunyai kekuatan hukum final dan mengikat,” sambungnya.
Soal OPD yang tidak mau memberikan data atau informasi? Wilhelmus Pigai memperkirakan jika PPID Pembantu belum dibentuk di OPD itu.
“Entah dijawab atau tidak, namun UU Keterbukaan Informasi Publik menjamin hak hukum setiap warga Negara, baik pribadi, kelompok atau badan hukum untuk mengajukan sengketa, ingat bahwa putusan Komisi Informasi itu pintu pertama untuk mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan secara aturan,” katanya.
Untuk itu, imbuh Wilhelmus Pigai, Komisi Informasi berharap semua OPD terbuka dan transparan dalam informasi termasuk kegiatan atau program dan diharapkan segera menetapkan dalam DIP-nya, agar ketika masyarakat ketika meminta informasi, tinggal melihat DIP-nya.
“Masalah kita di Provinsi Papua ini, mungkin akibat perampingan OPD, sehingga PPID yang sudah dibentuk lama dengan struktur yang lama, maka akan menyesuaikan. Maka Kominfo segera membentuk PPID dan tata informasi public,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPR Papua, Herlin Beatrix Monim mengakui mengundang Komisi Informasi Papua berkaitan dengan keterbukaan informasi public sesuai UU Nomor 14 Tahun 2018, sehingga Komisi IV DPR Papua ingin memaksimalkan fungsi pengawasan.
“Fungsi pengawasan itu akan berkualitas jika kita mendapatkan data dan informasi yang akurat data teknis dari OPD terkait, oleh karena itu OPD wajib memberikan informasi yang terbuka kepada DPR Papua untuk melakukan pengawasan terhadap seluruh penggunaan anggaran di Pemprov Papua,” tegasnya.
Untuk itu, lanjut Beatrix Monim, Komisi IV DPR Papua melakukan rapat kerja bersama Komisi Informasi Papua untuk mendapatkan penguatan terkait keterbukaan informasi.
“Memang ternyata jika satu lembaga public tidak memberikan informasi, tentu disana ada konsekuensi – konsekuensi hukum. Kita pikir tidak apa – apa, ternyata setelah mendengar penjelasan dari Komisi Informasi, ternyata ada konsekuensi hukumnya,” tandasnya.
Oleh karena itu, Politisi Partai Nasdem ini, menilai jika selama ini bentuk ketidakhadiran dinas atau OPD menghadiri rapat, itu adalah bentuk tidak mau memberikan informasi kepada dewan.
“Kita tahu secara langsung, oleh karena itu kami mengundang OPD untuk mendapatkan informasi, sehingga dalam rapat itu kami melakukan pengawasan kinerja OPD terhadap kaitan penggunaan anggaran di setiap tahun anggaran,” ujarnya.
Beatrix Monim berharap dengan adanya Komisi INformasi di Papua ini bisa memberikan dorongan dalam tata kelola pemerintahan yang lebih transparan lagi dalam kaitan penggunaan pemerintah.
“Ketika kita melaksanakan tugas pengawasan ini, didalamnya juga rakyat perlu mendapatkan informasi public, karena dalam dokumen APBD itu, ada hak rakyat di dalamnya, maka rakyat harus mengetahui itu,” ujarnya.
Apalagi, imbuh Beatrix Monim, dalam tugas pengawasan itu, tentu perlu duduk bersama dengan mitra OPD di lingkungan Pemprov Papua berkaitan dengan pembangunan di Papua, termasuk membicarakan masalah dan mencari solusinya.
“Ya, ketika rapat berbicara anggaran, kita duduk bersama. Jangan hanya fungsi penganggaran baru kita bicara sama-sama, namun ketika melakukan fungsi pengawasan, kita tidak bisa duduk bersama sebagai mitra. Harus fungsi semua ini kita harus bersama-sama, ketika tidak mau hadir, ya ada sinyal kita mensinyalir bahwa di sana tidak mau memberikan informasi kegiatan yang mereka lakukan,” pungkasnya. (bat)