JAYAPURA, Papuaterkini.com – Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE mengimbau agar demo atau unjuk rasa penyampaian aspirasi terkait pro dan kontra pemekaran atau pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua, hendaknya disampaikan secara santun.
Hal itu disampaikan Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw menanggapi adanya aksi demo penolakan pemekaran yang justru terjadi insiden yang mengakibatkan rakyat menjadi korban.
Untuk itulah, Jhony Banua Rouw meminta agar penyampaian aspirasi itu dilakukan secara santun. Bahkan, DPR Papua siap menerima aspirasi itu.
Apalagi, beredar kabar bahwa akan ada demo yang digelar Petisi Rakyat Papua (PRP) untuk menolak pemekaran atau pembentukan DOB di Papua pada 1 April 2022.
“Kami mendapatkan informasi bahwa besok akan ada demo, saya sebagai ketua DPR Papua mengimbau kepada masyarakat, ya kami tahu aspirasi itu ada. Kalau memang mau menyampaikan itu, alangkah baiknya bisa dengan cara menyurati kami DPR Papua, beraudiensi dengan kita dan menyerahkan aspirasi itu,” kata Jhony Banua Rouw, Kamis, 31 Maret 2022.
“Toh sama, kami akan menerima juga, dibandingkan begitu banyak masyarakat yang turun ke jalan, lalu nanti bisa ada korban atau ada salah paham dengan aparat dan lainnya,” sambungnya.
Apalagi, kata Jhony Banua Rouw, hal itu bisa membias seperti demo yang lain, masyarakat umum bisa terdampak, begitu juga ekonomi bisa terdampak.
“Mari kita sebagai orang Papua bisa lebih santun menyampaikan aspirasi kita. Dan kami DPR Papua sangat siap menerima aspirasi itu dan semua aspirasi itu akan kita bawa dan kita tidak akan mengurangi apa-apa dari aspirasi itu, kita akan bawa dan menyerahkan ke pemerintah pusat, karena kami bagian dari masyarakat menerima aspirasi mereka dan meneruskan aspirasi mereka,” tandasnya.
Jhony Banua Rouw menegaskan bahwa dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, DPR Papua tidak punya kewenangan lagi untuk memberikan rekomendasi menerima atau menolak pemekaran atau pembentukan DOB di Papua.
“Kalau UU Otsus yang dulu, pemekaran itu harus atas persetujuan DPR Papua, MRP dan Gubernur. Namun, sekarang tidak ada, bisa langsung oleh pemerintah pusat. Nah, ini supaya tidak miss komunikasi soal pemekaran ini bahwa ini DPR Papua. Tapi, ini sudah menjadi kewenangan pemerintah pusat,” jelasnya.
Oleh sebab itu, Politisi Partai NasDem ini kembali mengimbau agar masyarakat yang mau menyampaikan aspirasi itu, bisa datang dan berdialog dengan DPR Papua dengan baik, agar bisa mempunyai persepsi yang sama, sehingga ketika aspirasi itu akan dibawa ke pemeirntah pusat, DPR Papua bisa menyampaikan dengan persepsi yang sama kepada pemerintah pusat.
Apakah pernah DPR Papua dimintai pendapat terkait pemekaran oleh pemerintah pusat? Jhony Banua Rouw mengakui sampai saat ini, lembaga DPR Papua belum diundang untuk membicarakan itu, karena mungkin masih dalam pembahasan.
“Yang kami tahu adalah pihak eksekutif pernah di undang, beberapa kepala daerah dan sebagainya. Ya, itu bagian yang mungkin berjalan, mungkin giliaran kami atau yang lain,” ujarnya.
Namun demikian, Jhony Banua Rouw mengatakan, jika DPD RI telah datang ke DPR Papua untuk menanyakan aspirasi terkait pemekaran itu.
“DPR Papua telah menyampaikan aspirasi rakyat itu kepada DPD RI dan itu sudah menjadi domain mereka. DPR Papua tentu tidak tinggal diam, terus bekerja dan dari aspirasi itu kita akan kaji baik dan kita akan sampaikan kepada pemerintah pusat,” paparnya.
Diakui, situasi keamanan di Papua atau banyak masyarakat yang datang ingin menyampaikan aspirasi terkait dengan pemekaran, ini ada dua kelompok yang ada yang pro dan kontra. Apalagi, ada kelompok yang datang ke DPR Papua meminta pemekaran dan ada kelompok yang menolak pemekaran.
Aspirasi pro kontra pemekaran itu, imbuh Jhony Banua Rouw, memang telah masuk ke DPR Papua dari berbagai komponen. Namun, yang saat ini muncul adalah menolak pemekaran yang dilakukan lewat demo – demo, bahkan pada Rabu, 29 Maret 2022, pihaknya sudah ketemu dengan BEM.
“Saya yang mengundang untuk diskusi, karena pengen tahu alasan menolak pemekaran itu apa, sehingga kita sebagai lembaga dewan bisa melihat secara baik dan mendapatkan data yang benar. Kalau hanya dengan data dan membaca pernyataan atau menyerahkan aspirasi, langsung selesai. Namun, kita ingin ada diskusi, sehingga dewan tentu akan memberikan keputusan atau pertimbangan – pertimbangan dengan landasan yang lain,” pungkasnya. (bat)