Kecanduan Raskin Geser Pangan Lokal Papua, Jhon Gobai: Pusat Bangun Ketergantungan

Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, John NR Gobai.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Kehadiran beras miskin (Raskin) yang kini disebut dengan beras sejahtera (Rastra) membuat masyarakat Papua mulai melupakan pangan lokal.

“Kecanduan Raskin menggeser pangan lokal. Masyarakat di kampung, kini mulai enggan menanam dan mengkonsumsi ubi, keladi, gumbuli dan sagu. Raskin kini hadir menjadi candu. Menyebabkan ketergantungan masyarakat menyingkirkan pangan lokal,” kata Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai, Minggu, 26 Maret 2022.

Akibatnya, kata Jhon Gobai, meramu berburu dan berkebun yang menjadi tradisi hidup masyarakat asli Papua selama ini, perlahan ditinggalkan.

“Raskin ini membuat masyarakat malas lagi berkebun, menokok sagu dan lainnya,” tandasnya.

Dikatakan, kini pola hidup masyarakat di kampung mulai mengalami pergeseran. Melihat kondisi kini, lanjut Jhon Gobai, perlu ada langkah berbagai pihak terkait terutama pemerintah provinsi dan kabupaten untuk menyelamatkan keberlangsungan pangan lokal.

Menurutnya, masyarakat asli Papua harus disadarkan untuk dibangunkan dari tidurnya agar mereka tidak terus terlena dengan raskin. Perlahan masyarakat harus dilepaskan dari ketergantungan kepada beras subdisi itu.

Jika pemerintah pusat menjadikan Kabupaten Merauke sebagai lumbung pangan nasional untuk tanaman padi, justru Jhon Gobai mempertanyakan pemerintah provinsi dan kabupaten tidak berinisiatif memprogramkan lumbung pangan lokal di Papua berhektar hektar atau ratusan hektar.

“Satu daerah dijadikan percontohan pengembangan pangan lokal terlebih dahulu, misalnya ubi dan keladi di wilayah pegunungan dan sagu di daerah pesisir pantai,” tandasnya.

Untuk itu, imbuh Jhon Gobai, perlu inovasi SKPD terkait dan masyarakat melalui dana kampung, dengan budidaya pangan lokal jadikan lumbung pangan lokal di kampung – kampung

“Jangan hanya ikut maunya pemerintah pusat, disisi lain dugaan saya, Pemerintah Pusat sedang membangun ketergantungan kepada mereka. Disisi lain, kita sendiri di daerah belum peduli dan mengelola potensi daerah dan masyarakat adat,” pungkasnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *