Hentikan RUU Pemekaran Papua, Pusat Segera Bentuk Pengadilan HAM dan KKR

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay, SH, MH.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua meminta pemerintah pusat bersama DPR RI untuk menghentikan pembahasan tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemekaran atau Daerah Otonom Baru (DOB) provinsi di Papua.

LBH Papua justru mendesak pemerintah pusat untuk segera membentuk Pengadilan Hak Azasi Manusia (HAM) dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Papua.

LBH Papua meminta Presiden RI selaku kepala Pemerintah wajib menegakkan, memajukan, melindungi, dan menghormati Hak Asasi Manusia di Provinsi Papua sesuai perintah Pasal 45 ayat (1) dan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001;

“Menkopulhukam RI segara abaikan Kebijakan RUU DOB Papua dan bentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM) dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Papua” sesuai perintah Pasal 45 ayat (2), UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001,” kata Direktur LBH Papua, Emanuel Gobai, SH, MH dalam releasenya yang diterima Papuaterkini.com, Sabtu, 29 April 2022.

Selain itu, LBH Papua meminta Ketua DPR RI segera menghentikan pembahasan RUU DOB Papua dan segera merumuskan kebijakan pembentukan Pengadilan HAM dan KKR di Papua.

“Kapolri segera perintah Kapolda Papua untuk menangkap dan memproses hukum pelaku pembunuhan terhadap masa aksi damai tolak DOB Papua di Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Nabire,” tandasnya.

Emanuel Gobai mengatakan, pada prinsipnya pemberlakuan kebijakan khusus itu, didasarkan pada nilai-nilai dasar yang mencakup perlindungan dan penghargaan terhadap etika dan moral, hak-hak dasar penduduk asli, HAM, supremasi hukum, demokrasi, pluralism dan persamaan kedudukan, hak dan kewajiban sebagai warga Negara.

Selain itu, kata Emanuel Gobai, telah lahir kesadaran baru di kalangan masyarakat Papua untuk memperjuangkan secara damai dan konstitusional pengakuan terhadap hak-hak dasar serta adanya tuntutan penyelesaian masalah yang berkaitan dengan pelanggaran dan perlindungan HAM penduduk asli Papua sebagaimana disebutkan pada bagian dasar menimbang huruf I dan huruf j, Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua.

Dikatakan, sebagai tindaklanjutnya dari dasar menimbang pembentukan UU Otsus itu, dalam ketentuan turunannya ditegaskan kepada Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan penduduk Provinsi Papua wajib menegakkan, memajukan, melindungi dan menghormati HAM di Provinsi Papua.

“Untuk melaksanakannya, Pemerintah membentuk perwakilan Komnas HAM, Pengadilan HAM dan KKR di Provinsi Papua,” tegasnya.

Emanuel Gobai mengungkapkan jika sejak Otsus tahun 2001 sampai 2021, pemerintah baru mewujudkan pembentukan perwakilan Komnas HAM, sedangkan Pengadilan HAM dan KKR sampai saat ini belum dibangun di Papua dan Papua Barat.

Ditambahkan, belum dibentuknya KKR untuk melakukan klarifikasi sejarah politik sesuai rekomendasi UU Otsus sehingga banyak warga Papua yang merayakan perayaan sejarah politik Papua pada 1 Desember setiap tahunnya rentan dikriminalisasi mengunakan Pasal Makar.

“Untuk itu, mestinya di tahun pertama pemberlakuan UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, Pemerintah seharusnya lebih fokus melaksanakan pembentukan Pengadilan HAM dan KKR di Papua, sebab yang menjadi persoalan pokok di tanah Papua adalah pelanggaran HAM dan persoalan status politik Papua sesuai laporan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI),” pungkasnya. (bat)

 

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *