Proaktif Tolak DOB, Yan Mandenas: Bukan Kewenangan MRP

Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Menanggapi pro kontra terhadap pemekaran provinsi atau pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua, direspon oleh Anggota Komisi I DPR RI, Yan Permenas Mandenas, SSos, MSi.

Apalagi, Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan manuver dengan mangajukan judicial review terhadap UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan meminta penundaan pemekaran tiga provinsi di Provinsi Papua.

Bahkan, pimpinan MRP bersama Majelis Rakyat Papua Barat (MRPB) menemui Presiden Jokowi untuk meminta agar menunda pemekaran di Papua.

Yan Mandenas menilai dinamika pro kontra pemekaran atau DOB di Papua, jika ia melihat perkembangan politik akhir – akhir ini dan respon elit politik di daerah baik di lembaga DPR Papua dan MRP sangat proaktif dalam menyuarakan penolakan dan penundaan pemekaran atau DOB di Papua, yang sementara ini dibahas oleh DPR RI dan pemerintah.

Politisi Partai Gerindra ini meminta seluruh anggota MRP untuk untuk membaca dan meniliti baik PP 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua (MRP) dan membaca dan teliti dengan baik dalam amanat UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

“Apakah ada sedikit kewenangan yang mengamanatkan kepada MRP untuk mengurusi aspirasi politik masyarakat. Kalau memang ada, MRP boleh melanjutkan. Tapi, sepanjang itu tidak ada, semua yang dilakukan MRP itu diluar kewenangan dia,” tegas Yan Mandenas di Jayapura, 27 April 2022.

Sebab, kata Yan Mandenas, yang juga salah satu mantan pimpinan Pansus Revisi UU Otsus DPR RI ini, telah meneliti pasal per pasal termasuk PP 54, bahwa tidak ada kewenangan MRP yang mengatur secara spesifik yang mengurusi aspirasi – aspirasi yang sifatnya politis.

Apalagi, lanjut Yan Mandenas, tugas MRP sudah jelas diamanatkan dalam PP 54 yakni hanya mengurusi masyarakat adat, perempuan dan agama.

Tugas MRP itu, yakni memproteksi hak – hak masyarakat adat, hak mereka itu terjemahannya adalah lebih banyak bicara kultur, bukan bicara politik.

Soal agama, tugas MRP berbicara kerukunan umat beragama, proteksi masyarakat dari aspek agama, kesadaran masyarakat mentaati nilai – nilai dan ajaran agama.

“MRP mestinya mendorong pemberdayaan perempuan asli Papua supaya mereka punya panggung, kesempatan bukan saja di politik, tapi pemerintahan, swasta dan lainnya,” tandasnya.

“Jadi, mereka ini ibaratnya, kalau saya terjemahkan amanat UU Otsus dan PP 54 itu, lebih pada asistensi dan supervisi terhadap kelompok adat, agama dan perempuan,” sambungnya.

Namun, ujar Yan Mandenas, dalam dinamika yang terjadi, MRP justru mengurus tugas-tugas politik yang secara kekuatan politik itu, MRP tidak punya kekuatan apa-apa, berbeda seperti anggota DPR yang dipilih karena ada punya kekuatan organisasi secara politik ada partai.

“Jadi, yang di lakukan oleh pimpinan MRP dan kawan-kawannya ini di luar daripada amanat yang seharusnya mereka lakukan. Dan saya pikir siapa pun masyarakat yang merasa dirugikan bisa melapor kepada polisi dan polisi bisa menyidik mereka yang masih mengurusi politik dan diluar kewenangannya,” tegasnya.

YPM, sapaan akrabnya meminta agar masyarakat juga harus menjalankan fungsi kontrol terhadap MRP, sehingga mereka tidak melakukan hal yang sama terus-menerus dan berulang-ulang.

Soal mereka mau menyampaikan aspirasi politik dan lainnya, tentang penolakan DOB dan Otsus dan lainnya, menjaring aspirasi politik di masyarakat, Yan Mandenas mengatakan jika MRP boleh saja menampung aspirasi itu, dalam rangka menampung aspirasi kelompok masyarakat adat, agama dan perempuan, namun mereka harus menyalurkan ke DPR Papua.

Selanjutnya, DPR Papua yang terdiri dari partai politik dan kursi pengangkatan, mereka yang akan menyuarakan lebih keras kepada pemerintah pusat sesuai tugas mereka.

“Tapi, MRP sudah melakukan tugas itu sudah diluar kewenangannya. Saya pikir suatu saat masyarakat sadar akan kewenangan MRP yang sebenarnya mereka bisa diadukan ke polisi dan mereka bisa diproses secara hukum,” imbuhnya. (bat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *