Guru SMA/SMK di Kepulauan Yapen dan Waropen ‘Ogah’ Kembali ke Kabupaten

Para Guru SMA/SMK dari Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen menyerahkan aspirasi kepada Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa, SE dalam audiensi, Selasa, 23 Mei 2022.
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Para guru atau tenaga pendidik di tingkat SMA/SMK di Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen, tampaknya enggan alias ogah dikembalikan ke kabupaten.

Apalagi, sejak kewenangan SMA/SMK dialihkan dari kabupaten/kota ke Provinsi Papua pada tahun 2018 lalu, para guru dan tenaga pendidik ini, merasakan kesejahteraan dan pelayanan yang lebih baik dibandingkan mereka berada di kabupaten/kota.

Bahkan, dari hasil survey yang dilakukan, para guru SMA/SMK di Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen itu, lebih memilih agar mereka tetap berada di bawah Dinas Pendidikan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Papua, tidak mau lagi dibawah Dinas Pendidikan yang ada di kabupaten/kota.

“Kesimpulannya, dari hasil survey itu, kami ingin tetap ada di provinsi, apalagi lahirnya UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dan PP Nomor 106 Tahun 2021 tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua, sampai hari ini masih diperdebatkan di MK. MRP sedang berjuang itu, karena dianggap menimbulkan dampak luar biasa bagi Orang Asli Papua,” kata Juru Bicara Forum Guru Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen Phipilus Wairara, MPd usai Rapat Dengar Pendapat Bersama Komisi V DPR Papua di Ruang Banggar, Selasa, 23 Mei 2022.

Menurut Guru SMK YPK Serui ini, para guru SMA/SMK merasa bingung mau berlindung di payung hukum yang mana sejak ditetapkannya UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus bagi Provinsi Papua dan turunnya PP Nomor 106 tahun 2021 itu.

“Itu membuat kami tidak konsen mengajar karena terkait dengan pengalihan kembali guru SMA/SMK dari provinsi ke kabupaten/kota. Memang tidak secara spesifik peralihan guru SMA/SMK itu tertuang di dalam UU Otsus, namun dalam PP 106 mengatur soal penganggarannya pendidikan ada di kabupaten/kota,” ujarnya.

Untuk itu, lanjut Wairara, para guru SMA/SMK di Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen bertekad tidak akan kembali ke kabupaten/kota dan tetap akan berada di Provinsi Papua.

“Kami minta bantuan Komisi V DPR Papua untuk memperjuangkan nasib para guru SMA/SMK ini, dengan mencari solusinya. Mungkin melalui Perdasi atau Pergub yang mengatur agar guru SMA/SMK tetap di provinsi,” tandasnya.

Philipus Wairara mengaku pasca keluarnya UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus dan turunnya PP 106, dimana guru SMA/SMK dikembalikan dari provinsi ke kabupaten/kota, sehingga pihaknya melakukan survey kepada 282 guru SMA/SMK dan 81 tenaga kependidikan yang ASN di Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen

“Dari survey itu, kami melihat dampak positif dan negatif ketika kami ada di kabupaten/kota dan ketika kami provinsi. Dari angket itu, kemudian lahir beberapa pokok pikiran, yang pertama lahirnya UU Otsus dan PP 106 dia bertentangan dengan UU 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah bahwa kami tenaga pendidik dan kependidikan di Provinsi Papua pada tahun 2018 dialihkan ke Provinsi Papua. Namun, UU 23 itu belum dirubah, lalu lahir UU Otsus, padahal dalam UU Otsus itu tidak secara spesifik dan jelas menyatakan bahwa tenaga pendidik dan kependidikan tingkat SMA/SMK itu dikembalikan ke kabupaten/kota,” paparnya.

Dari hasil survey itu, kata Wairara, jika dikembalikan ke kabupaten/kota, akan muncul dampak negatif seperti sebelum tahun 2018 dalam perekrutan calon kepala sekolah itu, tidak dilakukan sesuai aturan, namun rekrutmen calon kepala sekolah itu berdasarkan suka dan tidak suka.

“Lebih parah lagi, yang terlibat dalam tim sukses, itu yang diangkat sebagai kepala sekolah.  Padahal, dalam pengangkatan kepala sekolah itu harus sesuai Permendikbud Nomor 40 Tahun 2016 ada tahapannya yang harus dilakukan,” tandasnya.

Selain itu, imbuh Wairara, dana pendidikan di kabupaten itu, lebih banyak pada pembangunan infrastruktur, sedangkan diketahui pendidikan itu akan maju melalui guru dan siswa.

“Kita tidak bisa pungkiri bahwa kesejahteraan itu berbanding lurus dengan kinerja. Kalau kesejahteraan guru baik, dia akan mengajar dengan nyaman di kelas, tapi jika kesejahteraan tidak baik, dia tidak nyaman di kelas, akan lebih mengutamakan ekonomi keluarga atau mencari penghasilan tambahan di luar,” pungkasnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa, SE mengaku jika pihaknya telah menerima aspirasi dari para guru SMA/SMK dari Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen itu.

“Kami akan lanjutkan aspirasi perwakilan guru SMA/SMK dari wilayah Saireri ke pimpinan DPR Papua untuk diteruskan ke pemerintah pusat. Aspirasi serupa juga telah disampaikan para guru SMA/SMK dari wilayah Meepago, Laapago dan Mamta. Aspirasinya sama, mereka menolak dialihkan ke kabupaten/kota.” kata Timiles Yikwa.

Apalagi, penolakan para guru SMA/SMK dialihkan kembali ke kabupaten/kota itu, juga berdasarkan hasil survey yang mereka lakukan, berdasarkan pengalaman para guru saat berada di kabupaten dibandingkan dengan saat dialihkan ke provinsi.

“Yang merasakan masalah itu para guru. Mereka tidak mau lagi yang seperti dulu. Mereka tidak mau terulang lagi, misalnya mau jadi kepala sekolah saja, lebih banyak muatan politik, belum lagi mereka merasa lebih sejahtera berada di bawah Provinsi Papua,” ujarnya.

Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengaku setuju dengan aspirasi para guru SMA/SMK itu, dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Papua sejak kewenangan SMA/SMK itu dialihkan ke provinsi. Apalagi, tingkat kesejahteraan guru SMA/SMK itu, jauh lebih baik dibandingkan saat mereka masih ada di kabupaten/kota.

“Mereka lebih puas kesejahteraannya ketika mereka dialihkan ke provinsi dan sampai sekarang ini dengan UU Nomor 2 Tahun 2021 itu, mereka tidak mau dialihkan ke kabupaten/kota,” imbuhnya.

Dalam rapat bersama para guru SMA/SMK dari Kabupaten Kepulauan Yapen dan Waropen ini, dipimpin langsung Ketua Komisi V DPR Papua, Timiles Yikwa didampingi Anggota Komisi V DPR Papua, Nathan Pahabol, Hengky Bayage dan Piter Kwano. (bat)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *