Jika Pemekaran ‘Dipaksakan’, DPR Papua Siapkan Langkah Antisipasi

Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE didampingi Wakil Ketua I DPR Papua, DR Yunus Wonda, SH, MH dan Wakil Ketua III DPR Papua, Yulianus Rumbairussy, SSos, MM ketika memimpin rapat bamus, Selasa, 7 Juni 2022. (Foto Humas DPR Papua)
banner 120x600
banner 468x60

JAYAPURA, Papuaterkini.com – Rencana pemekaran atau pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua dengan telah disahkannya tiga RUU yakni RUU tentang Provinsi Papua Selatan, RUU Provinsi Papua Tengah dan RUU Provinsi Papua Pegunungan Tengah menjadi inisiatif DPR RI, bahkan Presiden RI telah mengeluarkan Surat Presiden (Surpres) tampaknya kini diantisipasi oleh DPR Papua.

Selasa, 7 Juni 2022, DPR Papua menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk membahas terkait pemekaran provinsi di Papua tersebut, termasuk reaksi masyarakat yang pro maupun kontra pemekaran.

“DPR Papua telah mengambil langkah – langkah, tadi kita diskusikan bahwa kita akan mengevaluasi semua aspirasi yang masuk, meskipun pada April 2022, DPR Papua telah mengirimkan aspirasi itu ke Badan Legislasi DPR RI,” kata Ketua DPR Papua, Jhony Banua Rouw, SE usai memimpin rapat.

Jhony mengaku jika DPR Papua telah menerima surat dari DPR RI yang menjawab bahwa surat atau aspirasi dari rakyat Papua terkait pemekaran baik yang menerima maupun yang menolak, yang telah diserahkan ke Badan Legislasi DPR RI pada 13 April 2022 lalu, sudah diterima oleh Ketua DPR RI.

Bahkan, Ketua DPR RI telah memerintahkan agar aspirasi rakyat Papua, baik yang menerima maupun yang menolak pemekaran itu, dibahas dalam alat kelengkapan dewan (AKD).

“Hari ini kita telah dapat surat dari DPR RI yang menjawab bahwa surat kita yang diserahkan tentang semua aspirasi rakyat Papua, baik yang menolak dan menerima pemekaran atau pembentukan DOB di Papua, yang kita bawa lalu ke DPR RI, sudah diterima oleh Ketua DPR RI dan Ibu Puan Maharani telah memerintahkan itu untuk dibahas ke Alat Kelengkapan Dewan (AKD),” ungkapnya.

Dikatakan, setelah melihat proses yang sedang berjalan di pemerintah pusat, dimana Surat Presiden (Supres) untuk RUU Tiga DOB di Papua yang dikirim Presiden kepada DPR RI, itu artinya DPR Papua menganggap bahwa proses ini akan berjalan sesuai aturan.

Untuk itu, lanjut Politisi Partai NasDem ini, DPR Papua menyikapi hal itu dengan melakukan rapat dalam Bamus untuk mengambil langkah – langkah terkait adanya kekhawatiran rakyat Papua terhadap pemekaran atau DOB itu.

“Dan itu lah hari ini DPR Papua sudah rapat dan saya mengajak semua anggota dewan dalam Bamus DPR Papua mari kita melihat langkah – langkah apa yang harus kita pakai, upayakan agar menjamin apa yang menjadi kekhawatiran masyarakat kita, yang menolak maupun yang menerima, ada poin – poin yang penting, yang harus kita perjuangkan kepada pemerintah pusat, sehingga bisa masuk disana,” tandasnya.

Yang jelas, kata Jhony Banua Rouw, DPR Papua tidak akan tinggal diam terhadap pembahasan RUU Tiga DOB di Papua tersebut. “DPR Papua tidak boleh tinggal diam, seandainya pemerintah pusat memaksakan, saya harus garisbawahi memaksakan DOB itu harus jalan, maka pemerintah pusat harus melihat poin – poin yang menjadi kekhawatiran oleh masyarakat Papua,” tegasnya.

Apalagi, ungkap Jhony Banua Rouw, pemekaran atau pembentukan DOB provinsi di Papua itu, membuat masyarakat Papua takut jika akan terjadi pelanggaran HAM yang banyak dengan bertambahnya pemekaran, tentu akan bertambah Kodam, Polda, bertambah aparat TNI dan Polri yang cenderung bisa membuat pelanggaran HAM di Tanah Papua.

“Tentu kita harus mencari solusi, kalau itu dipaksakan jalan, maka yang bertugas nanti harus anak-anak Papua, semua yang bertugas di Papua baik TNI dan Polri semua harus orang asli Papua, sehingga tahu tipikal dan budaya orang Papua, sehingga tidak mungkin anak Papua melakukan kekerasan kepada keluarganya di kampung,” ujarnya.

Begitu juga dalam penempatan ASN jika pemekaran dipaksakan, maka ASN harus 80 persen orang asli Papua, tidak boleh tidak. Ini harus jaminan dan harus ada ruang yang terbuka, jika pemekaran ini dipaksakan oleh pemerintah pusat, maka harus minta atau diberikan keterwakilan orang Papua di DPR RI.

“Jika sekarang hanya ada 10 anggota DPR RI dari Dapil Papua, lalu jika dipaksakan pemekaran, maka jika dihitung kami hanya dapat 12 kursi di DPR RI, karena sesuai Undang-undang Pemilu, sehingga kita meminta affirmasi dengan penambahan kuota kursi di DPR RI, misalnya masing-masing provinsi 4 kursi, sehingga kita punya 16 kursi di DPR RI,” paparnya.

“Jika semakin banyak anggota DPR RI dari Papua, maka aspirasi rakyat semakin didengar dan pembahasan udndang-undang mereka bisa sampaikan aspirasi dengan baik dan memperjuangkan program program prioritas untuk membangun Papua,” sambungnya.

Apakah ini langkah antisipasi dari DPR Papua jika terjadi pemekaran provinsi di Papua? Jhony mengakui hal itu. “Ya, kita harus bicara itu. Kita DPR Papua dalam posisi ini, maaf kami harus bilang bahwa kami tidak dalam posisi menolak dan menerima, tapi kita mau mencari solusi untuk rakyat kita. Apa solusi untuk rakyat, itu yang kita cari,” ujarnya.

Jhony meminta pemerintah pusat melihat permasalahan dan menjadi kekhawatiran rakyat Papua jika pemekaran dipaksakan. “Pemerintah pusat tolong lihat ini, dengar ini dan kami tidak menolak dan kami tidak menerima, tapi aspirasi rakyat ini harus diselesaikan. Semua ketakutan perasaan, pengalaman yang terjadi inilah yang harus kita lakukan,” katanya.

Ia mencontohkan jika orang datang ke Papua, tidak boleh lagi mereka diberikan KTP langsung, harus lima tahun dulu disini. Harus ada jaminan bahwa dia datang bukan cari kerja disini, tapi dia bawa uang ke sini, yang bisa menimbulkan multiplayer efek dalam ekonomi di lapangan kerja.

“Sebab, jika dikasih bebas seperti sekarang, inilah yang membuat ketakutan kita dan memang kenyataan hari ini, bahwa mereka datang dari luar Papua, namun bisa langsung mendapatkan KTP, yang digunakan untuk mendaftar TNI dan Polri, ASN dan lainnya, termasuk berusaha di bidang ekonomi atau pengusaha, sehingga harus dibatasi,” tukasnya.

Untuk itu, imbuh Jhony Banua Rouw, dalam raperdasi hak inisiatif dewan, DPR Papua telah mengusulkan untuk dilakukan proteksi terhadap pengusaha-pengusaha Papua, bukan kontraktor saja, tapi komoditi – komoditi tertentu itu harus bagian orang asli Papua yang bekerja.

“Dan, komiditi – komoditi tertentu yang selama ini masuk ke Papua, kita akan tutup itu supaya peluang usahanya ada di Papua. Nah, ini yang kita ingin samakan persepsi dan inilah DPR Papua harus hadir cari solusi dan menjawab kebutuhan kekhawatiran masyarakat Papua. Kita tidak melihat pro dan kontra, semua rakyat kita. Solusi harus kita berikan itu,” pungkasnya. (bat)

 

 

 

Respon (2)

  1. Saya sangat setuju dengan dengan pembuatan ktp dari teman-teman kita non Papua TNI POLRI dan pengusaha-pengusaha ditanah Papua, dengan begitu akan kurangnya pengaguran bagi asli Papua.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *